DUA

1149 Kata
"Dari kecil dia sudah ditinggal, wajar kalau sekarang dia mulai mencari-cari sosok ibu. Karena bagi anak kecil, sosok ibu itu sangat penting!" "Mas Deva nggak usah sok tau! aku bisa jadi ibu buat Kejora, dan aku yakin Raya akan kembali lagi nanti!" ***** Meski sempat hancur setelah kepergian Raya, perlahan Daffa mulai bangkit dan kembali membentuk semangatnya karena masih ada Kejora yang harus ia hidupi. Dengan modal yang Papa-nya beri, Daffa kembali membuka kafe serta restoran yang sempat berjaya pada masanya. Sedangkan usaha bakery yang sudah ia rintis dengan Raya juga masih ia lanjutkan meski seluruhnya ia percayakan pada Bu Ambar. Siang ini, sebelum menjemput Kejora, Daffa mengecek dapur Kafe dan melihat barang apa saja yang butuh di beli dan juga mengecek kinerja para Karyawan-nya. Sistem yang ia gunakan masih sama seperti dulu. Bahkan sebagian koki dan juga barista yang ada di kafenya masih orang yang sama seperti yang dulu. "Dim, gue mau jemput Jora dulu, habis itu langsung ke resto. Gue nitip kafe ya," ucap Daffa pada Dimas —si barista yang sangat ia percaya. "Siap bosque!" Setelah Dimas mengacungkan jempolnya, Daffa langsung bergegas keluar dari Kafe dan menuju mobilnya yang terparkir di halaman Kafe. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang meski jam pulang sekolah Kejora sudah lewat, karena letak sekolah Kejora berada tak jauh dari Kafenya. Hanya butuh sepuluh menit mobilnya sudah berhenti di depan TK Pembina. Seperti biasa, saat menunggu jemputan Kejora duduk sendiri di kursi yang sudah disiapkan pihak sekolah untuk para wali murid yang menunggu anak-anaknya atau para murid uang tengah menunggu jemputan. "Daddy lama banget, Jola sampai kepanasan disini sendili," ucap Kejora sambil mengusap keringat yang sudah membanjiri wajahnya. Daffa mengangkat tubuh Kejora kegendongan dan mencium gemas pipi gembilnya. "Maaf ya, tadi kafenya rame." "Panas tau, Dad." "Yaudah, karena daddy yang salah, Jora mau apa hari ini?" "Aku mau ke lumah Mama Dea, aku mau lihat dedek kembal aku." Ya, Dea dan Deva baru saja dikaruniai anak kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. "Nanti sore aja kesana, sekarang Daddy harus ke Restoran." "Daddy nggak boleh begitu, tadi kan Daddy tanya, Jola mau apa? nah, Jola mau ke lumah Mama Dea." Daffa tertawa dan kembali menciumi pipi gembil Kejora yang sangat pandai berbicara seperti ibunya. "Yasudah kita ke rumah Mama Dea sekarang, tapi kamu nggak boleh nakal disana." "Jola kan anak pintal, mana pelnah nakal. Kak Alfa tuh yang nakal, suka gangguin Jola." Daffa membawa Kejora masuk ke dalam mobilnya dan mengantarnya ke rumah Dea. *** "MAMA DEA!!" Teriak Kejora sambil berlarian masuk ke dalam rumah Dea. Di belakangnya Daffa hanya bisa terkekeh, gadis kecilnya bernar-benar keterlaluan aktifnya. Pasti kalau Raya ikut mengasuh Kejora tak ada hari tanpa ocehan keduanya yang sama-sama cerewet dan pandai berbicara. "Kejora, mama kan udah bilang kalau teriak-teriak nanti ototnya putus." Dea yang tengah bersama si kembar di ruang keluarga langsung menghampiri Kejora dan memeluk keponakannya. "Kalau Jola nggak teliak nanti Mama nggak dengal kalau aku datang kesini." "Pasti dengar, telinga mama kan ada dua." Dea memegang kedua telinganya sambil tersenyum. "Mas Deva ke kantor kak?" Tanya Daffa yang berada di belakang Kejora. "Enggak, lagi di belakang, Daf." Daffa mengangguk dan menghampiri dua bayi kembar yang masih berumur dua bulan. "Daddy nggak boleh pegang adek La, itu punya Jola!" Daffa mengembuskan nafasnya dan beralih pada Baby Aldeo dan mengangkat tubuhnya kegendongannya. "Ma, aku boleh gendong adek La?" "Nggak boleh! Adela punya aku!" Kejora menoleh ke sumber suara. Alfa yang juga baru pulang sekolah langsung menghampiri adik bayi-nya. "Huaaaa!!! Kak Alfa nakal! itu adik Jola jangan di pegang!!!" Kejora langsung nangis kecang saat Alfa mengejek dan mencium adik bayinya. "Alfa ganti baju dulu terus bersih-bersih!" Peringat Dea. "Ma, kak Alfa nakal!" ucap Kejora sambil menangis. "Udah, udah, kak Alfa udah pergi tuh." Kejora langsung menghentikan tangisannya dan mendekati baby Adela yang tengah tertudur. "Adel La punya Jola, cuma Jola sama Mama Papa yang boleh pegang!" Daffa hanya bisa tersenyum tipis melihat kelakuan gadis kecilnya. "Masa daddy juga nggak boleh pegang Adek La?" "Nggak boleh! daddy bikin adik sendili aja!" Dea tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan putri kecilnya. "Ketawa Kak Dea ngejek banget!" "Makanya move on, anak kamu udah pengen adik tuh." "Nggak mau." Jawabnya singkat, padat, dan jelas. Tak ada wanita lain yang bisa menyentuh tubuhnya bahkan hatinya selain Raya. Belahan jiwanya, tulang rusuknya. "Udah waktunya Daf, kamu nggak kasihan Kejora?" Daffa tak menjawab dan memilih berjalan menjauhi kakaknya. Ia paham maksud semua keluarganya yang selalu mendesak untuk menikah lagi. Kejora butuh sosok ibu dan ia juga butuh sosok istri yang bisa selalu mendampinginya. Namun, apa daya, ia tak akan mampu mengganti posisi Raya dengan siapapun itu. Nama Raya dan cinta Raya selamanya akan bertahta di hatinya. "Kenapa, dipaksa cari istri lagi?" Daffa terperanjat, tiba-tiba Deva berucap di belakangnya. "Ngagetin aja. Tumben nggak ngantor?" Tanya Daffa. "Lagi nggak enak badan." Daffa menggut-manggut dan terus mengayunkan baby Deo di gendongannya. "Dea punya kenalan, dia cantik, penyayang, dan yang pasti lagi nyari jodoh. Kamu nggak pengen kenalan?" "Apa sih, Mas." "Daf, apa sih yang kamu harapin lagi? Reza ataupun Raya udah nggak ada kabar sama sekali. Kamu juga nggak tau kalau disana Raya udah nikah lagi atau bahkan udah punya anak! kamu jangan nyiksa diri kamu sendiri, pikirin Kejora yang udah pengen punya ibu!" Daffa selalu berusaha menulikan telinganya saat obrolan-obrolan seperti ini tiba-tiba muncul begitu saja. "Dari kecil dia sudah ditinggal, wajar kalau sekarang dia mulai mencari-cari sosok ibu. Karena bagi anak kecil, sosok ibu itu sangat penting!" "Mas Deva nggak usah sok tau! aku bisa jadi ibu buat Kejora, dan aku yakin Raya akan kembali lagi nanti!" Daffa berjalan meninggalkan Deva dan mengembalikan baby Deo pada sang ibu. "Jora, daddy ke Resto dulu. Kamu disini aja nanti daddy jemput." "Nanti jangan lupa bawain baby cumi lagi ya, Dad." Kejora menghampiri Daffa dan mencium pipinya. "Iya, nanti daddy bawain. Kamu nggak boleh nakal, nggak boleh rewel, nggak boleh bikin Mama Dea repot." "Iya Daddy, Jola kan udah jadi kakak nggak boleh nakal lagi." Daffa melambaikan tangannya pada Kejora dan segera pergi. Ia sudah langsung malas kalau salah satu keluarganya sudah membahas tentang istri atau ibu untuk Kejora. *** Daffa tak langsung menuju Restoran, melainkan melajukan mobilnya menuju rumah Raya yang dulu. Dari depan rumah itu masih sama, tak ada perubahan sedikitpun. Namun, dari desas-desus yang ia dengar rumah itu sudah di jual dan di beli salah satu keluarga besar Alendra. Meski begitu. Daffa masih sangat sering memantau rumah itu dari kejauhan saat ia merasa sangat rindu dengan Raya. Disini memory kenangannya dulu bisa tergambar dengan jelas. Bagaimana dia menunggu Raya disini dan dari kejauhan Raya berlarian menghampiri mobilnya setelah itu mereka bisa pergi berkencan sembunyi-sembunyi. Sungguh, sedikitpun kenangan dengan Raya tak pernah bisa ia lupakan sedikitpun. Semua masih tergambar jelas di dalam benaknya. Daffa berteriak dan memukul setir mobilnya keras. Setiap melihat Kejora menginginkan sosok ibu membuat hatinya hancur karena ia merasa tak bisa mencari ibu pengganti ataupun membawa ibunya kembali. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN