E M P A T

1031 Kata
"Tapi dali Kejola kecil Mommy sudah nggak sama Kejola lagi, Kejola tau wajah Mommy cuma dali foto dan celita-celita daddy aja." "Mommy pernah telfon sama Kejora nggak?" Kejora cemberut dan menggeleng pelan. Selama ini Kejora sama sekali belum pernah merasakan interaksi dengan ibunya sendiri. **** Tepat pukul sebelas siang bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Seluruh murid TK pembina bersorak gembira dan menyanyikan lagu sayonara sebelum mereka berhamburan keluar dari kelas mereka masing-masing. Salah satunya adalah Kejora. Gadis kecil menggemaskan itu tampak tersenyum sangat sumringah saat mendengar bel pulang sekolah berbunyi nyaring, namun tiba-tiba raut mukanya berubah drastis menjadi sendu saat melihat semua teman-temannya sudah di tunggu oleh ibu mereka masing-masing. Dari dulu Kejora sangat menginginkan hal itu. Saat dirinya keluar dari kelas ada seseorang yang menyambutnya dan mengajaknya untuk segera pulang. Tapi, faktanya hal itu tidak pernah terjadi. Kejora harus selalu menunggu daddy-nya datang menjemput di kursi panjang depan sekolah sambil mengamati seluruh teman-temannya yang sudah di jemput oleh orang tua ya masing-masing. "Hahaha! anak ayah lagi nunggu jemputan sendiri!" Kejora tak mau menoleh karena ia sudah hafal suara siapa ini. "Aku pulang dulu ya anak ayah, byee!!" Kejora mengepalkan tangannya kuat sambil cemberut. Dia benar-benar kesal dengan Shasa yang selalu menjulukinya anak ayah karena kemana-mana ia selalu bersama daddy-nya. "Daddy jahat! daddy jahat! telat jemput Jola lagi!" Guamam-nya sambil menahan air mata kekesalan. Andai Tadi pagi ayahnya tidak menjanjikan akan menjemput Kejora lebih awal dan mengajaknya membeli ice creame pasti Kejora tidak akan berharap lebih dan berujung sesedih ini. Karena ayahnya tak kunjung datang, tangisan Kejora semakin kencang. Sedangkan dari arah belakangnya ada seorang guru muda yang berjalan cepat mengahampiri salah satu murid-nya yang tengah menangis tersedu-sedu. "Loh, kok menangis?" Tanya guru itu sambil berlutut di hadapan Kejoea yang duduk di atas kursi. Kejora masih belum mau menjawab dan tetap menutup wajahnya yabg penuh air mata dengan dua tangannya. "Ini ibu guru sayang, kamu jangan takut. Ibu guru, baru di TK ini," ucap guru muda itu dengan penuh kelembutan dan kesabaran. Perlahan Kejora mulai mendongak dan menatap wajah guru yang berada di depannya. "Kenapa kamu menangis?" Tanya guru itu sambil mengusap sisa air mata di pipi Kejora. Masih terdengar suara isakan dari Kejora. "Sudah, nggak boleh nangis lagi ya ada ibu guru disini." Guru cantik yang mengenakan hijab pashmina cokelat duduk di samping Kejora dan mengusap bahunya yang terus bergerak naik turun. "Nama orang tua kamu siapa biar ibu telfon." Dengan suara yang tak begitu jelas Kejora menyebutkan nama ayahnya. Guru itu juga langsung mencari-cari nomor wali murid itu di ponselnya. Kebetulan guru baru itu adalah wali kelas Kejora dan mengetahui semua nomor wali murid. "Assalamualaikum, dengan wali murid Kejora?" ucap guru itu dengan suara yang sangat merdu. "Jam pulang sekolah sudah selesai, Pak. Sekarang Kejora sudah menunggu." Guru itu berbincang sebentar dengan Daffa dan memberitahukan keadaan Kejora yang sudah menangis sesenggukan. "Iya, baik pak tolong segera di jemput Kejora." "Waalaikumsallam." Guru itu kembali menyimpan ponselnya di saku seragamnya dan kembali terfokus pada Kejora yang sudah lebih tenang. "Ayah kamu akan datang sebentar lagi, ibu akan temani Kejora sampai ayah datang." "Daddy Kejola jahat!" Jawab Kejora. "Loh, kenapa Kejora menganggap daddy jahat?" "Tadi pagi daddy janji sama Jola katanya mau jemput Jola cepat telus ajak Jola jalan-jalan, tapi daddy bohong! daddy seling bohong sama Kejola, padahal Kejola nggak pelnah bohong sama daddy." Ibu guru itu mengusap rambut panjang Kejora dan berusaha menenagkan-nya. "Mungkin daddy sedang sibuk jadi daddy lupa sama janjinya tadi pagi." "Enggak bu, daddy suka sepelti itu! janji-janji aja." "Kenapa nggak sama Mommy kamu aja?" Mendengar kalimat Mommy, Kejora langsung mendongak dan menatap guru itu dengan pandangan sendu dan penuh kesedihan. "Kenapa Kejora?" Tanya guru itu bingung dengan perubahan mimik wajah Kejora yang sendi dan hampir menangis lagi. "Mommy Kejola nggak ada, kata daddy mommy kejola lagi kelja jauh! tapi teman-teman Kejola seling bilang kalau daddy Kejola lagi bohong dan Mommy Kejola sebenalnya udah mati." Guru itu terlihat beristigfar dan mengusap dadanya. Ia tak menyangka ada anak-anak yang berani berucap seperti itu pada Kejora. "Percaya sama daddy karena teman-teman kamu hanya ingin melihat kamu bersedih." "Tapi dali Kejola kecil Mommy sudah nggak sama Kejola lagi, Kejola tau wajah Mommy cuma dali foto dan celita-celita daddy aja." "Mommy pernah telfon sama Kejora nggak?" Kejora cemberut dan menggeleng pelan. Selama ini Kejora sama sekali belum pernah merasakan interaksi dengan ibunya sendiri. Guru itu memeluk tubuh mungil muridnya. Ia tahu bagaimana rasanya tidak memiliki seorang ibu saat kecil. Beruntung saat ini ia sudah memiliki ibu sambung yang baik hati. Batin guru itu. "Kejola yang sabar, suatu saat Kejora pasti mendapatkan mommy Kejora. Ibu guru dulu juga nggak punya ibu, tapi ayah ibu guru bawa ibu baru." Kejora mendongak menatap guru itu. "Kejola seling dengal, oma sama Papa Deva seling nyuluh daddy buat cali mommy balu, tepi daddy selalu nggak mau." Guru itu mengusap kepala Kejora. Mungkin ayah Kejora dan ayahnya berbeda. Ayah Kejora masih berharap istrinya pulang, sedangkan ayahnya sudah merelakan kepergian istrinya. "Kejora, maafin daddy ya sayang." Mereka langsung terkejut melihat kedatangan Daffa yang tiba-tiba. Pria dua puluh delapan tahun itu memeluk tubuh anaknya dan mencium seluruh wajahnya dengan kecupan-kecupan kasih sayang. "Kenapa daddy bohong lagi sama Jola!" ucap Kejora ketus dan mengalihkan pandangannya dari Daffa. "Maafin daddy, kafe lagi rame jadi daddy nggak lihat jam. Tapi, setelah ini seluruh waktu daddy buat jora, kamu mau jalan-jalan kemana aja daddy turutin." "Aku mau ke lumah mama Dea aja, aku mau main sama kak Alfa." Daffa menangkup kedua pipi gembil Kejora. "Mama Dea lagi repot sama dedek kembar, kita jalan-jalan aja ya." "Nggak mau daddy!!" Kejora kembali memberontak dan tak memperdulikan ucapan ayahnya. Daffa mengembuskan nafas beratnya. Ia merasa sangkan sungkan terus-terusan membawa Kejora kesana karena Dea sudah sibuk dengan dua bayi kembarnya. "Bu, terimakasih sudah menemani Kejora," ucap Daffa pada guru yang masih duduk di samping Kejora. "Iya Pak, itu sudah menjadi tugas saya untuk menemani murid-murid yang sedang menunggu jemputan." Daffa mengangguk dan segera pamit undur diri. Ia mengangkat tubuh putrinya yang sedang mengambek ke dalam mobil dan membawanya menuju rumah Dea agar Kejora tidak bersedih lagi. Karena kesedihan Kejora sangat menjadi beban untuk-nya. Apapun yang Kejora inginkan sebisa mungkin akan dia turuti asal Kejora bisa tersenyum bahagia. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN