“Anggara!” Itu suara Safana. “Jangan terbawa emosi, ingat tujuan dari makan malam ini, untuk memperkenalkan Kaluna. Pernikahan kalian hanya tinggal menghitung hari, tidak baik dan akan menjadi tidak nyaman jika ada konflik dalam keluarga kita.” Anggara menarik napas dalam, lalu perlahan dia duduk kembali. Tangannya masih memegang tangan Kaluna, seakan dengan cara itu bisa lebih menguatkan hatinya. Naswa tersenyum tipis menatap putra bungsunya. “Benar apa kata Safana, Mami dan semua yang ada di sini kan hanya ingin mengenal Kaluna lebih jauh. Apakah itu salah Mami lakukan pada calon menantu? Ah, kamunya saja terlalu sensitif, Angga!” Nayaka meneguk perlahan jus dingin di depannya, tapi pandangan matanya seringkali terarah pada Kaluna, lalu cepat-cepat dialihkan ke arah lain. Atas perint

