Mereka sudah lelah bercanda dan tertawa. Sekarang keduanya hanya duduk diam sambil bersandar pada sofa. Masih ada sisa senyuman pada bibir Kaluna karena teringat tadi dia mampu mengalahkan Anggara dengan senjata cubitan mautnya. Anggara menegakkan punggungnya lalu menoleh pada Kaluna di sampingnya. “Kal.” Kaluna ikut menoleh, tapi masih dalam posisi bersandar. “Iya?” “Apa kamu nggak merasa aneh? Kemarin saya melamar ke rumahmu, tapi hanya sendirian?” Senyuman langsung hilang di wajah Kaluna, dia perlahan ikut menegakkan punggungnya. Sebenarnya kemarin dia memang sempat bertanya dalam hati, kenapa Anggara hanya datang sendirian. Namun dengan cepat dia bisa menyingkirkan pertanyaan itu dari kepalanya. Pikir Kaluna, keluarga Anggara pastilah sangat sibuk masing-masing. Biasanya orang kay

