Setelah mengalihkan pandangannya dari Kaluna, Naswa menatap Safana dan menghela napas dalam. “Kemana lagi Nayaka? Tabiat buruknya tidak pernah berubah! Selalu saja terlambat!” geram Naswa dengan nada tinggi. Sontak membuat Kaluna hanya berani menunduk menatap meja makan yang terbuat dari kaca tersebut. Tidak terhitung dirinya sudah dibentak oleh papa dan kakaknya berapa kali selama hidupnya ini, tapi mendengar sentakan dari mamanya Anggara, membuat Kaluna merasa begitu ketakutan. Seperti ada aura yang lain yang sangat kuat. “Safana! Kamu sudah telepon anak itu? Hah?!” “Sudah Mami, tadi sudah di jalan kok. Sebentar lagi pasti sampai,” jawab Safana dengan nada suara yang bisa begitu tenangnya. Begitu pula dengan Bella, pembawaannya begitu tenang persis seperti mamanya. “Ah seharusnya kam

