Aldebaran meraih jaket yang tergantung di tiang gantung, kemudian memakainya. Selesai memakai jaketnya, ia lalu mengambil dompet yang berada di atas meja dan memasukkannya ke dalam saku jaket.
Ia pun tak lupa mengambil topi hitam yang telah ia siapkan di atas tempat tidur lalu memakai topi tersebut. Setelahnya, Aldebaran pun keluar dari kamar.
Hari ini, Aldebaran akan pergi ke supermarket untuk membeli bahan makanan untuk beberapa hari ke depan. Karena, persediaan makanan di kulkasnya telah hampir habis.
Selesai bersiap-siap, Aldebaran pun keluar dari apartemen-nya. Ia lantas menoleh ke arah apartemen Maria yang hari ini terlihat sepi.
“Sepertinya dia sudah berangkat sekolah,” gumam Aldebaran kemudian beranjak dari sana setelah mengunci pintu apartemen-nya.
Sesampainya di lantai dasar, Aldebaran langsung melangkahkan kakinya menuju halte bus yang berada 200 meter dari gedung apartemen-nya. Lumayan, ia bisa berolahraga dengan jalan kaki menuju halte bus.
Tak berapa lama kemudian, Aldebaran pun tiba di halte bus yang bertepatan dengan bus tujuannya yang juga baru tiba. Tanpa basa-basi, ia pun masuk ke dalam bus tersebut lalu duduk di kursi tengah. Hari ini, bus yang Aldebaran tumpangi tidak terlalu ramai. Jadi, ia bisa dengan leluasa memilih tempat duduk.
Selama perjalanan, Aldebaran hanya menolehkan kepalanya keluar jendela. Memandangi gedung-gedung pencakar langit, juga para pejalan kaki yang berlalu lalang di pinggir jalan.
Dalam diamnya, tiba-tiba Aldebaran kembali mengingat wanita berambut pendek di pesta itu. Bahkan sampai terlelap pun, ia tak pernah berhenti memikirkan wanita mencurigakan itu. Aldebaran sangat penasaran dengan identitas wanita bergaun hitam tersebut.
‘Sebenarnya siapa wanita itu? Dia jelas bukan salah satu pejabat di pemerintahan. Lalu, apa tujuannya datang ke sana? Dan bagaimana dia bisa keluar-masuk dengan leluasa? Haaa ... Berapa kali pun aku bertanya, aku tetap tidak mendapatkan jawaban yang kuinginkan,’ batin Aldebaran kemudian menghela napas panjang.
‘Siall! Aku bahkan tidak bisa tidur nyenyak semalam gara-gara wanita itu,’ batinnya lagi.
Lamunan Aldebaran seketika buyar saat bus yang ia tumpangi telah berhenti. Tanpa menunggu lama, ia pun beranjak dari kursinya lalu keluar dari bus. Karena, ia telah tiba di halte yang ia inginkan. Di mana supermarket tujuannya berada tak jauh dari sana.
Aldebaran pun kembali mengayunkan kakinya menuju supermarket tersebut. Sesampainya di sana, ia mengambil sebuah keranjang kecil yang berada tak jauh dari pintu lalu menentangnya masuk ke dalam.
Kaki Aldebaran langsung melangkah menuju tempat bahan makanan berada. Tak ingin membuang waktu, Aldebaran bergegas mengambil beberapa buah, sayur, dan daging yang masih segar, jadi bisa bertahan selama beberapa hari ke depan.
Tak hanya itu, Aldebaran juga mengambil beberapa bumbu penyedap rasa yang ia butuhkan. Beberapa snack pun tak luput dari keranjang belanjanya.
“Sepertinya aku salah mengambil keranjang,” gumam Aldebaran ketika melihat keranjang yang ia tenteng sudah penuh.
Menghela napas panjang, Aldebaran pun beranjak dari rak perkumpulan snack tersebut menuju meja kasir untuk membayar belanjaannya lalu segera pulang ke apartemen untuk masak makan siang.
Tadinya, itulah rencana Aldebaran. Sampai ia melihat seorang wanita berambut pendek memakai jaket jersey berwarna hitam di meja kasir. Mata Aldebaran lantas membulat saat mengenali wanita itu. Benar, wanita itu adalah Alasya.
“Wanita itu ... Dia wanita yang semalam,” gumam Aldebaran.
Tanpa pikir panjang, Aldebaran kembali melangkahkan kakinya dengan cepat menuju wanita tersebut. Ia pun langsung menggenggam tangan wanita itu agar tidak kabur darinya.
‘Benar. Dia wanita di pesta semalam,’ batin Aldebaran ketika wanita itu menoleh padanya.
“Kau!” seru Alasya. Dari ekspresinya, Aldebaran pun bisa menebak kalau wanita itu terkejut saat melihatnya.
‘Dia mengenaliku? Apa dia juga melihatku di pesta semalam?’ batin Aldebaran penasaran.
“Kau yang di pesta semalam, ‘kan?” tanya Aldebaran tanpa basa-basi.
“Hah?” gumam Alasya bingung.
“Kau dalang dari-”
“Kau jadi bayar atau tidak? Masih banyak pelanggan yang antri di belakang,” sahut sang petugas kasir yang kini tampak gusar.
“Ah! Benar. Tagihan belanjaku akan dibayar oleh pria ini,” ucap Alasya seraya menunjuk Aldebaran yang berdiri di sampingnya.
“Ap-”
“Aku minta tolong padamu, ya. Aku lupa bawa dompet. Jadi, kuserahkan tagihanku padamu,” ujar Alasya kemudian pergi dari sana.
“Ap- Hei! Mau ke mana kau?!” teriak Aldebaran.
“Tuan, tolong bayar belanjaan nona tadi,” sahut sang petugas kasir saat Aldebaran hendak beranjak dari sana untuk mengejar Alasya.
“Apa? Tapi, kenapa aku yang-”
“Kau mau bayar atau kupanggilkan polisi?” kecam petugas kasir yang membuat Aldebaran menghela napas berat sembari mengacak-acak rambutnya.
“Kalau begitu, tolong sekalian hitung yang ini,” ucap Aldebaran sembari meletakkan beberapa barang belanjaannya di atas meja kasir.
“Berapa?” tanya Aldebaran.
“Totalnya 120,9 dolar,” jawab sang petugas kasir.
“Apa?! 120,5 dolar?” seru Aldebaran terkejut. “Memang berapa total belanjaan wanita tadi?” tanyanya.
“101,9 dolar,” jawab petugas kasir tersebut.
“101,9 dolar? Sebanyak itu? Memang dia belanja apa saja?” gerutu Aldebaran sembari mengeluarkan dompet dari saku jaketnya kemudian membayar biaya belanjaannya dan Alasya.
‘Benar-benar hari yang siall! Kenapa juga aku harus bertemu dengan wanita itu di sini?’ batin Aldebaran merutuk.
Setelah membayar belanjaannya, Aldebaran pun bergegas pergi dari sana sembari menenteng sebuah kantong kertas yang berisi belanjaannya.
“Dasar wanita itu! Baru pertama bertemu, dia sudah menyuruhku membayar belanjaannya. Aku bahkan tidak tahu namanya, apa lagi mengenalnya. Dan lagi. Apa saja yang dia belanja sampai sebanyak itu? Memang dia tidak melihat harga saat berbelanja?” gerutu Aldebaran di sepanjang kakinya melangkah keluar.
“Ck! Kalau sampai bertemu lagi, aku tidak akan-” gerutuan Aldebaran seketika terhenti saat melihat Alasya yang duduk di atas kap mobil sembari melihat ke arahnya dengan tersenyum dan melambaikan tangan. Wanita itu tampak tengah menunggunya keluar.
“Hah! Dia masih bisa tersenyum?” dengus Aldebaran yang membuatnya semakin kesal.
Tanpa menunggu lama, Aldebaran bergegas melangkahkan kakinya menghampiri Alasya yang semakin melebarkan senyumnya seiring ia yang melangkah mendekat ke arah wanita itu.
“Kau! Apa yang kau lakukan?!” bentak Aldebaran.
“Apa yang kulakukan?” tanya Alasya polos.
“Kau menyuruhku membayar tagihan belanjaanmu,” kesal Aldebaran.
“Ah! Itu. Aku lupa membawa dompet, karena terburu-buru datang ke sini. Kebetulan juga kau berada di sini. Jadi, sekalian saja kau yang bayar. Dari pada aku disangka penipu,” jelas Alasya cengengesan.
“Tenang saja, aku bukan pencuri dan aku akan mengganti uangmu. Lihat, aku bahkan sengaja menunggumu di sini. Berikan saja nomor rekeningmu padaku,” pintanya.
“Aku tidak butuh uangmu,” tolak Aldebaran.
“Kau yakin?” tanya Alasya.
“Dari pada itu, benar, ‘kan? Kau wanita bergaun hitam di pesta semalam?” tanya Aldebaran.
“Jadi, kau juga melihatku, ya?” gumam Alasya dengan suara kecil.
“Apa? Kau bilang apa?” tanya Aldebaran.
“Tidak. Bukan apa-apa,” jawab Alasya seraya mengulas senyum yang membuat Aldebaran mendengus.
“Sekarang jawab pertanyaanku. Kau dalang dari kekacauan semalam, ‘kan?” tuduh Aldebaran.
“Apa maksudmu? Aku tidak tahu apa-apa tentang kejadian itu,” jawab Alasya santai.
“Kalau bukan, tidak mungkin kau bersikap sangat santai seperti itu,” ucap Aldebaran seraya menatap penuh curiga pada Alasya.
“Itu karena, nama kekasihku tidak ada di sana,” ujar Alasya.
“Kekasih?” tanya Aldebaran dengan sebelah alis terangkat.
“Benar. Aku datang ke sana mewakili kekasihku,” ucap Alasya.
“Kau pikir aku akan percaya denganmu? Aku tahu kalau kau berbohong,” tukas Aldebaran.
“Ya, sudah, kalau tidak percaya,” ucap Alasya kemudian turun dari kap mobilnya.
“Tunggu!” cegah Aldebaran dengan berdiri di hadapan Alasya yang sontak menghentikan langkah wanita itu.
“Ada apa lagi?” tanya Alasya seraya bersedekap dadaa.
“Masih ada yang ingin kutanyakan padamu,” ucap Aldebaran.
“Apa lagi yang ingin kau tanyakan?” tanya Alasya.
“Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau melakukan itu? Kau tahu? Karena ulahmu semalam, banyak rumor negatif yang tersebar menyangkut pemerintahan negara. Dan itu bukan hanya satu negara, tapi hampir seluruh negara gempar dengan berita itu. Apa kau tidak tahu tahu hasil dari tindakanmu itu? Atau kau hanya menganggapnya sebagai permainan? Kau tidak memikirkan konsekuensi dari hasil tindakanmu?” cecar Aldebaran.
“Pertanyaanmu terlalu banyak. Kepalaku sampai pusing mendengarnya. Tanyanya satu-satu saja,” ucap Alasya.
‘Benar juga. Sepertinya aku terlalu bersemangat,’ batin Aldebaran.
“Baiklah. Pertanyaan pertama, siapa kau sebenarnya?” tanya Aldebaran.
“Kau tidak ingat aku? Kupikir kau menegurku, karena kau mengenalku,” ujar Alasya membuat kening Aldebaran mengerut.
“Kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Aldebaran.
“Tentu saja,” jawab Alasya yang membuat kening Aldebaran semakin mengerut dalam. “Kita pernah bertemu di pesta pernikahan Danish dan Savannah beberapa tahun yang lalu.”
-------
Love you guys~