Kenapa?

1061 Kata
Syafi berjalan ke arah suaminya ketika selesai dengan rangkaian ijab kabul yang baru saja di kumandangkan. Ia tidak menyangka, pria yang di jodohkan dengan adiknya adalah bosnya di kantor. Bosnya yang sudah mengambil ciuman pertama dan juga keperawanannya. Takdir apa yang sebenarnya harus dia jalankan. Kenapa dia tidak bisa jauh dari bosnya ini. Sekarang ia menjadi istri bosnya, walau ia sadar bosnya tidak akan menyadari jika dia adala Syafi. Penampilan Syafi sangat jauh berbeda dengan penampilannya saat di kantor. Penampilan di kantor ia memakai kemeja, celana bahan rambut terurai ataupun terikat. Sedangkan saat ini, tubuhnya yang terbalut baju pernikahan yang syar'i, memakai hijab lebar dan juga memakai cadar terlihat angun dan salihah. Syafi kini beridri di depan Aqlan, Aqlan meletakkan tangannya di ubun-ubunn Syafi dan mengucapkan kalimat "Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udhu bika min syarri hana wa syarri maa jabaltaha 'alaih." Syafi kembali menitikan air matanya, kenapa Aqlan di depannya ini begitu lembut. Bahkan ia tidak menyangka bosnya bisa mengucapkan doa ini padanya. Syafi mencium punggung tangan Aqlan, kemudian Aqlan mencium kening Syafi begitu lembut walau ciuman itu hanya sebentar saja. Mereka pun tukar cincin setelah itu melakukan sungkem ke orang tua mereka. Selesai acara sungkeman, mereka sekarang pergi ke hotel tempat acara resepsi di adakan. Selama perjalanan ke hotel, tidak ada pembicaraan apapun yang keluar dari bibir Syafi ataupun Aqlan. Aqlan yang sibuk dengan handphonenya dan Syafi yang hanya terus diam di sampingnya. "Shi**!" umpat Aqlan membuat Syafi menoleh ke arahnya. Hanya sebentar saja Syafi menoleh, karena selanjutnya ia kembali hanya diam dengan kepalanya yang ia sandarkan di kaca jendela. Tatapan Syafi hanya berfokus ke jalanan saja sampai akhirnya mereka pun sampai juga di gedung tempat acara resepsi mereka yang di adakan di salah satu hotel terkenal di kota surabaya itu. Para tamu undangan yang hadir yaitu ulam-ulama besar dan pemilik pondok pesantren kenalan abah Syafi. Sedangkan para rekan bisnis Abraham tidak ada yang di undang. Semua karena permintaan Aqlan. Beberapa bulan sebelum Aqlan menjadi CEO di indonnesia. "Mau sampai kapan kamu seperti ini Ano?" tanya Johan Herdinan - papa Aqlan. "Apa si dad, enggak usah berlebihan," jawab Aqlan santai. "Sudah tiga kali ini kamu di panggil ke kantor polisi, untung beritanya cepat di atasi. Jika berita ini tidak cepat di atasi perusahaan Abrahan lama-lama bisa mengalami penurunan saham. Kamu mau perusahaan bangkrut dan jadi gelandangan?" tanya Johan. "Oh, dad. Come'n... hanya kasus kecil, dan itu enggak akan buat perusahaan abraham bangkrut," ucap Aqlan dengan santainya. "Oh, kamu mau perusahaan Abraham bangkrut? oke silakan, dan sebelum itu daddy akan suruh momy kamu coret dari daftar warisan!" tegas Johan. "Mom, benarkah? Momy akan coret nama aku? Tapi, itu tidak mungkin. Aku yang berhak atas semua perusahaan karena aku anak laki-laki satu-satunya kalian," ucap Aqlan seraya menatap sang ibu. "Momy akan turutin apa kata Dadymu, mana mungkin momy mewariska perusahaan ke tangan orang yang tidak bisa di percaya, brandalan, suka buat onar, clubing, hingga tidur dengan wanita jalang? oh, really? Momy tidak akan memberikannya padamu sebelum kamu menjadi orang yang lebih baik," ucapCaroline Abraham - mama Aqlan. "Lagi pula, memangnya kenapa jika nantinya kakak, dan adik-adikmu yang menjadi penerus? Enggak ada salahnya kakak dan adik-adikmu menjadi penerus Abraham selagi kakak dan adik-adikmu mampu. Dari pada kamu yang laki-laki, tapi tidak memiliki tanggung jawab sama sekali," lanjut Caroline berbicara seraya bersedekap dan menatap putra pertama sekaligus anak laki-laki satu-satunya itu. “Mulai sekarang kamu harus belajar bertanggung jawab. Kamu, akan dady nikahkan dengan anak kenalan dady di Indonesia dan dady akan serahkan tanggung jawab sebagai CEO di anak perusahaan Abraham yang ada di Jakarta!” tegas Johan. “Ano setuju dengan menjadi CEO tapi Ano tidak setuju dengan perjodohan itu!” tolak Aqlan tegas. “Menikah dan menjadi CEO atau kamu tidak akan tercantum di daftar warisan?” tanya Johan dengan nada tegas. Aqlan berpikir keras dengan ucapan dadynya. Lamunannya buyar ketika sang dady memanggil namanya. “Jadi, apa jawaban kamu?” tanya Johan. “Memangnya Ano bisa pilih jawaban apa, selain setuju?” tanya Aqlan menatap malas dadynya. “Oke, dady akan menghubungi teman dady,” ucap Johan. “Tapi Dad, aku punya syarat,” ucap Aqlan membuat dadynya menatapnya dengan alis kanan terangkat ke atas. “Memangnya Dady ngasih kamu pilihan lain sampai kamu mau minta syarat?” tanya Johan. “Dengarkan saja apa maunya Ano, selagi dia mau nurutin apa permintaan kita,” ucap Caroline. “Katakan apa mau kamu,” ucap Johan. “Aku enggak mau pernikahan ini di beritakan dan mengundang rekan bisnis kita. Aku akan mengumumkan pernikahanku sendiri sampai aku dan pasanganku bisa menerima perjodohan ini. Kasih waktu Ano untuk bisa jatuh cinta sama pasangan Ano,” ucap Aqlan. “Oke,” jawab Johan tanpa berpikir panjang. Setidaknya anaknya mau menikah saja itu sudah tidak jadi masalah. Dan disinilah Aqlan sekarang, berada di dalam kamar yang sama dengan sang istri yang sedang mengganti pakaiannya untuk acara resepsi mereka. Semua sudah selesai, tetapi Aqlan masih belum melihat wajah sang istri karena ia sibuk dengan urusan kantor terlebih urusannya dengan Syafi. Nomor Syafi sama sekali tidak aktif sedari kemarin, membuatnya uring-uringan sendiri. Syafi kini duduk di single sofa seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa membuat Aqlan kini menoleh ke arah Syafi yang sama sekali tidak ia kenali karena Syafi yang memakai cadar. Aqlan menatap ke arah di mana Syafi tadi di rias, sudah tidak ada lagi orang-orang yang merias Syafi. Aqlan melihat jam tangannya, masih ada waktu lima belas menit lagi sebelum mereka harus pergi ke gedung resepsi yang ada di hotel tersebut. “Saya ingin bicara denganmu,” ucap Aqlan membuat Syafi kini mengalihkan pandangannya pada Aqlan tanpa mengubah posisinya. “Bisakah kamu duduk dengan benar, saya ingin bicara padamu,” ucap Aqlan dengan nada suara dingin. Syafi pun menegakkan tubuhnya dan menatap ke arah Aqlan. Tangannya bergerak untuk memberikan tanda bahwa Aqlan bisa berbicara kembali. "Kita akan bercerai jika waktunya tiba," ucap Aqlan. "Jadi, jangan berharap saya akan jatuh cinta padamu karena saya sudah memiliki kekasih," ucap Aqlan masih dengan nada suara dinginnya. "Breng***!" umpat Syafi dalam hati. Jika saja tidak tertutup cadar, Aqlan sudah pasti bisa melihat raut wajah Syafi yang marah. Syafi marah karena sikap bosnya yang menginginkan tubuhnya, nyatanya bosnya itu sudah memiliki kekasih. Jika memang bosnya ini sudah memiliki kekasih, kenapa harus dirinya yang di tumpahkan sampahnya itu. Kenapa tidak kekasihnya saja yang di tumpahkan sampahnya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN