Hari berganti. Neta merakit hidup baru. Berbekalkan uang terakhir yang dia miliki, Neta datangi rumah nenek dari pihak ibu yang dulu tidak mengizinkan Neta ikut dengan papa. Neta pernah ganti nomor, tetapi nomor nenek masih dia simpan dan masih aktif. Neta dapatkan alamatnya dari sana. Neta lupa, kapan terakhir kali dia rindu neneknya. “Maafin Neta, Nek.” Wanita tua itu sedang memeluk, mengusap, dan menciumi cucu kesayangannya. Bagaimana bisa tidak memaafkan dengan mudah? Ini putri Celindia, perempuan yang telah dikhianati oleh lelaki dan adik kandung sendiri hingga begitu parah. Nenek hanya perlu memukul kaki Neta dengan gagang sapu dua kali, pelan. Hitung-hitung formalitas saja atas rasa kesalnya dalam menghukum Neta. “Bandel! Nenek bilang jangan ikut Papa sialan kamu, malah iku