"Seharusnya tidak perlu sampai seperti ini." Isma mulai berbicara. Aku bersiap mendengar dan menerima luapan kekecewaan darinya, karena aku memang pantas mendapatkannya. Bahkan, jika ia ingin menampar atau memukul pun, aku benar-benar ikhlas. "Aku sudah mempermudah jalan Mas untuk bersatu dengan Dania. Aku sudah mengikhlaskan pernikahan kita berakhir karena ikatan ini diawali dengan keterpaksaan salah satu pihak. Aku memilih pergi demi kebahagiaan Mas yang mungkin tidak pernah Mas dapatkan saat hidup bersamaku." "Isma, tolong jangan berkata seperti itu. Mas bahagia hidup bersamamu," selaku, tak setuju dengan pemikirannya yang selalu beranggapan ia adalah wanita yang tidak pernah aku inginkan. Pernikahan kami memang diawali perjodohan, tetapi aku tidak pernah menganggapnya sebagai beb

