5. Ungkapan cinta

1590 Kata
"Hah, siapa yang harus mutusin?" tanya Bian pada Alleia. Alleia pun demikian, gadis itu bingung dengan ucapan Braga. Braga memberinya makan dan menyuruhnya untuk mutusin Bian. Jangankan putus, pacaran saja belum.  "Aku gak tau," jawab Alleia.  "Emang dia siapa, Al? Setiap hari jagain kamu," tanya Bian yang penasaran. Bukan rahasia umum kalau Alleia terus saja dikintilin oleh Braga.  "Itu kakakku," jawab Alleia menatap nanar ke arah pintu.  Alleia mengusap rambutnya dengan pelan, biasanya kalau dia menangis Braga akan menenangkannya. Namun pagi ini Braga malah melenggang pergi begitu saja.  "Oh kakak, aku pikir kamu anak pertama dan punya lima adik," ujar Bian menganggukkan kepalanya. Bian cukup kenal dengan adik Alleia karena adik Alleia memang terkenal dan menjadi primadona kampus. Sunguh unik karena mereka kembar lima meski wajah mereka tidak terlalu sama.  "Jangan pikirin dia deh," jawab Alleia kembali duduk. Alleia membuka kantung kresek yang dibawa Braga. Ada bungkusan nasi dan dua s**u kedelai.  "Kamu mau, Bi?" tanya Alleia menyodorkan s**u kedelai ke Bian. Bian menganggukkan kepalanya dan langsung mengambil satu plastik s**u kedelai.  "Kamu sarapan gih, aku juga mau sarapan," ujar Bian memutar tasnya dan menarik resletingnya. Pria itu mengambil kotak makan yang selalu dia bawa untuk sarapan pagi. Karena mengejar bus membuatnya tidak sempat sarapan.  "Kamu setiap hari bawa bekal?" tanya Alleia menatap kotak makan warna biru yang dibawa Bian. Bian menganggukkan kepalanya, pria itu menggeser satu bangku agar dekat dengan Alleia.  "Ayo makan!" ujar Bian lagi membuka tutup bekalnya. Nasi, sayur dan bakwan jagung, Alleia menatap berbinar ke makanan Bian.  "Bi, itu jagung ya?" tanya Alleia antusias.  "Iya, kamu gak biasa ya makan makanan ini ya?" "Biasa kok, mamaku sering buat itu," jawab Alleia yang juga ikut membuka bungkusan kertas yang tadi dibawakan Braga. Bian membulatkan matanya saat melihat nasi kuning yang lauknya tempe sama telur. Ia pikir Alleia yang terkenal anak orang kaya tidak akan memakan menu sederhana seperrti itu.  "Bian, boleh tuker gak? Aku ingin makanan kamu," ujar Alleia dengan takut-takut.  "Tapi ini hanya bakwan sama sayur doang, enak nasi kuning kamu," jawab Bian yang bingung.  "Em, ya sudah deh nanti sampai rumah aja aku minta mama buatin bakwan jagung," ucap ALleia.  "Eh eh eh ... gak apa-apa, makan ini saja. Aku makan makanan kamu," ucap Bian dengan cepat menukar bekal makan mereka. Bian menyendok nasi kuning milik Alleia.  "Enak kan? Biasanya Mas Braga kalau beliin nasi selalu enak," kata Alleia berbinar.  "Iya enak banget, aku jarang beli nasi di luar, Setiap hari aku makan makanan rumah," jawab Bian menganggukkan kepalanya.  Alleia mulai melahap makanan yang dibawa Bian, rasanya tak kalah enak dengan masakan mamanya. Sejenak Bian merasa kagum dengan Alleia yang lahap makan. Bian jarang memperhatikan tingkah Alleia, ia hanya tau sebatas nama tapi tidak berani mendekatinya. Bian cukup sadar diri untuk tidak mendekati Alleia yang selalu dijaga ketat oleh kelima A yang setia mengawal kakaknya itu.  Sama seperti Bian, Alleia pun mencuri-curi pandang pada Bian. Ini kali pertamanya Alleia dekat dengan laki-laki lain selain Braga dan keluarganya. Alleia tersenyum kecil, dia tidak menyangka kalau dekat dengan laki-laki bisa mendebarkan ini. Ternyata Bian baik juga mau menukar bekal dengan nasi miliknya.  "Nanti kalau ketemu Mas Braga, aku akan pamer kalau aku dekat dengan cowok," batin Alleia tersenyum penuh kemenangan.  "Memangnya siapa yang terus suka sama kamu? Dasar laki-laki tua tapi gak nikah-nikah," maki Alleia lagi membayangkan wajah Braga. Alleia menggigit bakwan jagung dengan kencang seolah itu adalah Braga.  Beberapa kali Alleia selalu berharap Braga mengatakan menyukainya karena pria itu sangat possesive kepadanya, tapi harapannya tidak kunjung jadi kenyataan. Dan sekarang dia sudah dekat dengan Bian, Alleia yakin kalau hubungannya dan Bian akan makin dekat. Siapa tau kan kalau berawal dari makan satu bangku bisa makin dekat. Alleia rerkikik geli dengan pemikirannya yang terlalu percaya diri. Sedangkan di kantornya, Braga tengah menggigit ujung bolpoin dengan kencang. Hati pria itu masih panas sejak tau Alleia bersama seorang laki-laki.  "Ternyata alasan berangkat jam lima karena laki-laki itu?" tanya Braga pada dirinya sendiri. Braga menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi. Pria yang dikenal berwibawa dan sopan santun itu menaikkan kedua kakinya di meja. Braga masih menggigit ujung bolpoinnya dengan keras untuk menyalurkan kekesalannya.  Braga suka Alleia, Braga cinta Alleia, tapi mulutnya tidak bisa mengatakan yang sejujurnya. Satu karena dia malu, kedua karena dia sadar diri, dan ketiga dia takut menghianati kepercayaan Rexvan. Braga sudah diasuh sejak kecil sampai dewasa dan mengasuh dirinya juga tidak mudah, apalagi saat menginjak sekolah menengah atas Braga sudah goyah dan ingin berbuat kenakalan seperti teman-temannya, tapi dengan sabar Rex selalu menasehatinya dan tidak mengekangnya berlebihan. Rex mendidikkanya dengan baik, nakal boleh keterlaluan jangan. Braga masih ingat masa-masa itu, kalau mengingatnya sungguh Braga sangat malu. Diasuh dan disekolahkan sudah Alhamdulillah, tapi dia malah nakal dan merepotkan. Kalau kini Braga nekat mengungkapkan rasa cintanya pada Alleia, itu sungguh akan menimbulkan kecanggungan.  "Ya salah Alleia sendiri, dulu dia kecil ingusan gampang ngompol. Tapi dewasanya jadi gadis cantik dan buat aku jatuh cinta," ucap Braga mengetuk-ketukkan tangannya di tangan kursi.  "Arrrrhhh ... kalau tidak bisa bersatu kenapa harus ada cinta?" tanya Braga dengan geram. Braga sungguh kesal dengan perasaannya sendiri. Dia cemburu saat melihat Alleia dekat dengan cowok lain.  "Ia, kamu ngerti gak sih? Aku itu cemburu saat lihat kamu sama cowok lain!" ucap Braga menatap pigura kecil yang ada di mejanya. Itu foto dirinya dan Alleia saat ulang tahun gadis itu yang ke tujuh belas tahun. "Akhhhh ... Alleia, aku cinta sama kamu!" teriak Braga menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.  Rex yang sejak beberapa menit yang lalu berdiri di ruang kerja Braga, hanya menatap anaknya itu tanpa berkomentar apa-apa. Saking kesalnya Braga, sampai pria itu tidak tau kalau ada orang lain yang sejak tadi memperhatikannya.  Rex tadinya ingin mengunjungi anaknya sekalian meminta berkas, tapi ternyata dia malah disuguhi ungkapan cinta Braga pada Alleia. Rex juga melihat bagaimana frustasinya Braga saat pria itu menggigit bolpoin dengan kencang.  Rex tidak tau mau bereaksi bagaimana, ayah enam anak itu memilih keluar dari ruangan Braga dengan menutup pintu pelan. Alleia anak perempuan Rex satu-satunya, tidak mungkin kalau Rex serahkan pada laki-laki sembarangan. Namun terlepas dari itu, perasaan Rex sungguh campur aduk saat tertampar kenyataan bahwa anak gadisnya sudah dewasa dan sudah jadi lirik-lirikan para laki-laki. Saking cepatnya waktu berjalan, Rex tidak sadar gadis kecilnya sudah tumbuh menjadi dewasa. Sebentar lagi, Alleia bukan lagi tanggung jawabanya, melainkan tanggung jawab orang lain. Rex yang membesarkan tapi orang lain yang menerima beres.  Tadi pagi Rex dan keluarganya uring-uringan saat tidak mendapati anak perempuannya di rumah. Bahkan dengan konyol kelima A mencari kakaknya di kolong ranjang dan di laci-laci almari. Mereka semua uring-uringan dan menyalahkan pak satpam yang dinilai tidak menjaga keamanan dengan ketat. Namun tak lama kemudian Braga mengirimkan pesan singkat kalau Alleia bersama pria itu. Dan lagi-lagi itu membuat kelima A cemburu dan makin marah. Mereka merasa dihianati kakaknya yang memilih berangkat pagi sekali bersama Braga.  Rex mengurut keningnya yang berkedut, Braga cemburu saat Alleia dekat dengan cowok lain. Dan anaknya juga cemburu saat Alleia dkat dengan Braga. Kenapa hubungan ini sangat merumitkan? ****** Pukul sepuluh pagi, mata kuliah Alleia sudah habis. Perempuan itu masih enggan pulang dari kampur, Allaie memilih bersender nyaman di pundak Ziona sembari memakan roti yang Ziona bawa. Mereka duduk di bawah pohon rindang yang ada di sana.  "Zio, aku malas banget buat pulang," ucap Alleia dengan lemas.  "Kenapa? Malas bertemu Braga atau pasukanmu?" "Dua duanya, mereka ngeselin. Boleh gak sih tukar tambah adik?" "Mau kamu tukar sama siapa? Semua adik menyebalkan, untuk aku gak punya adik," jawab Ziona yang turut kesal.  Belum selesai mereka membicarakan pasukan Alleia, dari kejauhan kelima A sudah berjalan dengan gaya songongnya. Apalagi si Allard yang berjalan paling depan dengan rambutnya yang berdiri tegak kayak landak. Alleia sungguh ingin menggunting habis rambut Allard yang kayak landak.  "Kayaknya tanda-tanda kiamat sudah dekat," ucap Alleia menatap kelima adiknya. Ziona meremas roti yang dia bawa sampai hancur, sungguh kesal rasanya saat melihat Allard sok keren dengan memakai celana sobek-sobek juga kalung rantai yang menggantung di lehernya. Sudah pasti Allard akan merecokinya dan Alleia.  "Hallo kak Alleia dan Kak Ziona yang terhormat!" ucap mereka dengan kompak.  "Kalian ngapain sih ke siini?" tanya Alleia menatap adik-adiknya malas.  "Tadi kakak kemana? Jam lima pagi sudah ngilang." Allard balik bertanya.  "Lo kepo banget kayak Dora!" sinis Ziona dengan sebal. "Lo gak usah ikut-ikutan!" seru Allard mendendang kaki Ziona dengan pelan.  "Berani lo sama gue?" tanya Ziona yang berdiri dengan tiba-tiba.  "Awww!" pekik Alleia saat tubuhnya limbung karena sandarannya berdiri.  "Kakak gak apa-apa?" tanya Alden dan Alvino yang siaga membantu Alleia untuk duduk tegak lagi.  "Aku baik-baik saja. Kalian lah yang buat kakak tidak baik-baik saja!" bentak Alleia dengan kencang. Alden dan Alvino menatap kakaknya tidak percaya, untuk pertama kalinya sang kakak membentaknya. Biasanya kalau kesal Alleia hanya akan menangis atau merengek, tidak pernah membentaknya.  "Kalian semua dibayar berapa sama papa sampai kalian mengikuti kakak terus?" tanya Alleia mengacungkan jari telunjuknya pada adik-adiknya.  "Kalian tidak percaya sama kakak? Apa kakak pernah buat keributan atau nakal? Kakak gak pernah buat keributan yang akan merepotkan kalian semua, lalu buat apa kalian menjaga kakak sampai kayak gini?" bentak Alleia lagi.  "Stop mengikuti kakak! Kakak tidak perlu penjagaan dari kalian!" "Tapi, Kak. Kami hanya tidak ingin kakak kenapa-napa," sela Alvino.  "Sejak kapan kakak tidak baik-baik saja? Kakak sudah dewasa, kenapa terus memperhatikan kakak kayak anak kecil? Sudah cukup merecoki hidup kakak, jangan pernah lagi!" tandas Alleia tajam. Perempuan itu melempar rotinya yang belum habis tepat mengenai wajah Allard. Alleia tidak peduli, perempuan itu segera melenggang pergi begitu saja.  "Alleia, tunggu!" teriak Ziona. Alleia tidak mempedulikannya, perempuan itu kelewat kesal. tanpa menoleh ke arah adik-adiknya Alleia melenggang pergi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN