Mentari perlahan-lahan digusur oleh rembulan, sinar terangnya membuat siapa saja tenang melihatnya. Bulan sabit yang ditemani berbagai warna bintang yang terus membencarkan cahaya mereka masing-masing. Suhu dinginnya malam terbukti saat angin meniup sedikitnya dedaunan yang telah jatuh dari dahannya. Suasana malam sangat tenang, hanya terdapat sedikit suara pada malam hari.
Veronika gugup setengah mati, hari inilah ia akan bertemu dengan seorang pemuda tampan yang sebenarnya adalah salah satu orang terkaya di dunia. Veronika tidak pernah menyangka bahwa cerita novel-novel dapat terjadi pada dirinya meski hanya satu scene saja.
Veronika tengah mengutak-atik laptopnya yang membuka perangkat lunak bernama Microsoft Excel, di mana ia tengah pusing memikirkan kas kecil perusahaannya. Veronika diam sejenak karena mengistirahatkan diri sekaligus berusaha berpikir jernih. Bola mata hitam kecokelatan menatap jam dinding, dua jam lagi mereka akan bertemu. Veronika berdiri dari kursi kantornya, pergi ke Solaria untuk menyiapkan makan malam bersama pria berkebangsaan asing. Setelah menyiapkan dan memastikan pria itu datang, Veronika pulang untuk bersiap bersama ayahnya, menuju tempat makan ternama di mana mereka bertemu di pintu masuk.
Napas Veronika tercekat sesaat ia sulit menarik napas. Sudut bibirnya memaksa untuk terangkat tapi ia terus-terusan menahannya akhirnya ia mengeluarkan senyum formal yang biasa ia gunakan meski sangat kesulitan.
Sudut bibir Eric terangkat mencetak rahang tegasnya semakin tampan. Tatapannya tidak bisa lepas dari sosok cantik itu tapi sebisa mungkin ia terlihat netral dan santai. Erick menadahkan tangannya untuk menjabat tangan atasan gadis itu.
“Eric Middleton,” dengan suara aksen british yang kental membuat Veronika hampir meleleh mendengarnya.
“Suryawan.” Senyuman formal keluar dari bibir Surya dan langsung menjabat tangan sosok yang ada di hadapannya. “This is my secretary's and also my daughter.”
Eric terlihat tersenyum sumringah pada Veronika yang dibalas senyuman profesional dari Veronika. Ia tidak mau Surya tahu ia menyimpan rasa kagum pada rekan kerja ayahnya. “Veronika Setya Zura.”
“Veronica See'tya zyura?” ulangnya bingung.
Veronika dan Surya tertawa pelan merasa geli karena pria itu tidak terbiasa. “Setya Zura.”
“Veronica Setya Zura?” ulang Eric dengan senyuman bingung yang tanpa mengurangi ketampanannya.
Veronika mengangguk disertai senyuman manisnya. Kini giliran asisten Eric yang menjabat tangan Surya lalu memperkenalkan diri, “Logan Williams.” Begitu selesai menjabat tangan Surya, Logan menjabat tangan Veronika.
Setelah saling menjabat tangan kemudian Surya menadahkan tangannya untuk mempersilakan Eric lebih dulu. Eric mengangguk sebagai respon disertai senyum profesionalnya. Pria itu menarik kursi Veronika sebelum mendudukinya, seperti yang biasa ia lakukan di negara asalnya untuk sangat menghormati setiap kaum hawa.
“Thank you!” Veronika duduk sambil tersenyum merasa berterima kasih karena diperlakukan benar-benar lembut.
Setelah Veronika duduk disusul oleh Surya, Eric, dan Logan yang langsung mengambil buku menu untuk memesan makanan mereka. Veronika sesekali mencuri pandang meski berusaha semaksimal mungkin menghindari perbuatan kecilnya yang akan mendapat dampak buruk.
Eric menyadarinya, ia sadar betul ketika seorang perempuan menatap ke arahnya bahkan hanya mencuri pandang sesekali tapi hal itu sudah biasa karena itulah Eric tidak mempermasalahkannya bahkan tidak menegurnya.
Setelah keempat insan berkelas itu memesan makanan mereka. Surya selaku pemilik perusahaan yang produknya akan dibeli pun membuka percakapan dengan bahasa kebangsaan dari pria Eropa itu.
“Aku dengar perusahaanmu tidak hanya satu? Jika tidak salah aku mendengar kau memiliki perusahaan yang bergerak di bidang minyak, fashion, wisata, hotel, dan bahkan aku mendengar bahwa kau juga memiliki perternakan. Bagaimana bisa kau mengurus begitu banyak bidang sementara kau masih muda? Saat aku masih seusiamu, aku bahkan masih menjadi karyawan.”
Eric tertawa kecil, tatapannya beralih pada Veronika yang menatapnya dengan kagum lalu kembali menatap Surya. “Semua ini hanyalah warisan.”
Logan tertawa mendengarnya kemudian membenarkan, “Ia berbohong, sebenarnya perusahaan warisan hanya di bidang fashion. Mungkin ia malu bercerita.”
Eric menggeleng dengan tampannya membuat pipi Veronika memanas seketika. “Tidak, hanya saja itu terjadi begitu cepat. Dan aku dengar bahwa perusahaanmu bergerak di bidang pertambangan karena itu aku ingin menawarkan kerjasama. Aku rasa lebih baik membicarakan kerjasama saat rapat saja.”
Eric sengaja berucap seperti itu karena yang ada dalam pikirannya adalah gadis yang duduk di samping Surya itu. Sementara Surya seperti tidak suka sebab ia menjunjung tinggi keprofesionalan. Saat itu juga pesanan mereka datang, Eric terkejut ternyata makanan yang dipesan Veronika terbilang sedikit, ia sudah tahu mengapa seorang gadis memakan makanan dalam porsi kecil alasan klasiknya adalah diet.
Veronika mati-matian mendidik matanya untuk tidak terus menatapi pria itu tapi tetap saja tatapan Veronika selalu jatuh pada bibir tipis yang basah milik pria itu bahkan Veronika membayangkannya menjilat dan menghisapnya. Gadis itu menggigit bibirnya sendiri, berusaha menenangkan diri.
Eric menatap gadis itu yang menggigit bibir bawahnya sendiri membuat Eric ingin melumat dan menggigitnya, gairahnya semakin naik. Pria itu meneguk minumannya berusaha menangkan diri dan menetralkan panas di tubuhnya.
“Sudah berapa lama perusahaan Dragon Fire Group berdiri? Aku baru saja mendengar namanya yang mulai naik,” ucap Eric lalu menyuap mulutnya dengan sesendok makanannya.
“Mungkin dua puluh tahun dan seperti yang kau tahu perusahaan tidak mungkin selalu naik. Dan bagaimana dengan Middleton Group? Aku sudah mendengarnya sejak lama tapi aku tidak begitu tahu.” Surya berucap setelah menyesap minumannya.
Eric tertawa pelan. “Wow, apa mungkin seumuran dengan putrimu ini?”
Surya tertawa. “Begitulah, jika DF Group adalah manusia mungkin sudah sebesar anakku ini.”
Surya tidak menyadari bahwa arah pembicaraan Eric mengarah pada Veronika, ia ingin mengetahui gadis itu lebih banyak lagi.
Veronika menyesap jusnya. “Aku 24 tahun!” dengan nada kesal Veronika membantah.
Surya langsung menghentikan pergerakan garpu dan sendok yang ada di atas piringnya, menatap tajam Veronika yang sedikit melanggar keprofesionalannya. Setelah memastikan putrinya sadar, ia kembali melahap makanannya.
Eric langsung membandingkan umurnya dan umur Veronika tapi ia mulai gelisah karena perbedaan umur. Eric juga heran bagaimana bisa seorang anak menjadi sekretaris ayahnya sendiri bukan menjadi penerusnya? Surya pasti mendidik keras anaknya.
“Apa kau memiliki kakak perempuan?” Eric bertanya sebab ia mengkhawatirkan perbedaan umur dan ia pikir jika adiknya mampu membuat Eric terpesona mengapa kakaknya tidak?
Veronika mengangguk dengan perasaan gelisah bercampur tidak suka, mungkin ia yang terlalu peka atau terlalu berlebihan. “Namanya Liana, aku sudah lama tidak melihatnya karena ia mengikuti suaminya.”
Eric memperlambat kunyahannya sambil berpikir sesekali lalu menatap Surya setelah menelan makanannya, mikirkan pengalihan topic, “Sebenarnya apa maksud dari Dragon Fire Group?”
Surya tersenyum sebelum membuka kalimatnya, “Naga adalah binatang yang kuat, bisa terbang, besar, dan mampu mengeluarkan api. Aku pikir dengan petunjuk ini kau pasti mengerti.”
Eric menyeringai tipis, fokusnya untuk berbisnis kembali. “Menurutku, visi dan misimu adalah DF Group dapat menjadi perusahaan yang kuat meski dalam keadaan terpuruk sekalipun, dapat menjadi tanpa batas dalam menggapai kesuksesan, dapat menjadi perusahaan yang besar, dan juga dalam persoalan api mengembuskan semangat juang yang selalu berkobar. Nama dan logo yang bagus.”
Verkonika tersenyum dengan jawaban luar biasa itu sedangkan ayahnya mengangguk dengan senyum formal.
Eric menatap Veronika yang tengah menyantap makanannya kemudian pandangan mereka bertemu, mereka saling ketahuan mencuri pandang satu sama lain. Segera Eric mengalihkan pandangannya sama seperti Veronika.
“Soal rapat aku rasa butuh waktu karena aku benar-benar sibuk, besok aku harus ke Bali dan Lombok,” jujur Eric meletakkan garpu dan pisau kecilnya, perlatan yang selalu ia pakai saat makan.
Surya mengangguk. “Aku mengerti.”
Veronika terus menahan degupan jantungnya, suara sexy itu sukses membuatnya terus membayangkan hal-hal mengerikan.
“Ah, aku lupa,” ucap Eric tiba-tiba mengundang semua pasang mata untuk datang padanya. “your daughter has beautiful accent.” Eric mengeluarkan senyuman mautnya mampu membuat Veronika seketika meleleh.