11

1014 Kata
Windu begitu tercengang dengan perlakuan Wibisono. Seperti ini kah nasib wanita kedua, lebih tepatnya wanita bayaran yang di kontrak untuk menjadi istri sementara bagi Wibisono. Ia tak habis pikir, bakal mengalami nasib yang begitu membuat hatinya sedih. Menerima pernikahan kontrak saja sudah membuatnya bimbang, di tambah sikap Wibisono yang acuh seolah menyalahkan. Wibisono naik ke lantai dua, ia sengaja ingin tetap bersama Yasinta, istrinya. Sampai saat ini Wbisono sangat percaya pada cinta dan ketulusan Yasinta. Malam sudah larut, Wibisono tadi sibuk dengan beberapa rekannya hingga acara privat bersama teman -teman dekatnya untuk merayakan pesta pernikahannya yang kedua. Ia baru saja pulang dan sudah malas menmui Windu. Apalagi harus tinggal satu kamar dan berbagi ranjang dengan gadis yang sama sekali tak di kenalnya. Wibisono hanya merasa Windu punya maksud lain dar pernikahan ini. Dan ia masih ragu jika Yasinat terlibat dalma masalah ini. Ia sama sekali tak percaya. Di matanya Yasinat adalah sosok wanita dan istri yang sangat sempurna. Mau menemani Wibisono dari awal pernikahan hingga belasan tahun tanpa ada percekcokan sama sekali termasuk masalah keturunan. Seperti biasa malam ini Yasinta tersenyum lebar sambil merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Rencananya berjalan dengan sangat lancar dan mulus tanpa ada hambatan sama sekali. Baru juga Yasinta membuka ponsenya dan akan menelepon seseorang. Suara ketukan pintu dari arah luar kamatnya terdengar pelan dan namanya di panggil dengan suara lantang dan jelas. "Mas Wibisono?" ucap Yasinta lirih. "Kenapa mesti kemari sih? Bukankah aku udah memberikan gadis perawan untuknya?" lanjutnya berucap sambil menggerutu. Yasinta pun meletakkan kembali ponselnya ke nakas dan berjalan menuju pintu kamar untuk membuka pintu kamar yang telah ia kunci. Ceklek ... "Yas? Mas ingin tidur bersamamu," ucap Wibisono pelan. Wajahnya di buat se -sendu mungkin. "Tidur di sini? Ini malam pertama lho Mas?" ucap Yainta mencoba mengingatkan. Yasinta hanya membuka pintu kamar itu tai sama seklai tidak mempersilahkan Wibisono untuk masuk ke dalam kamar tidurnya. Ia tidak ingin semua rencana yang sudah ia buat pun gagal karena ulahnya mengasihani Wibisono. "Lalu kenapa? Malam pertama Mas hanya untuk kamu. Lagi pula, Mas tidak pernah kenal dengan gadis itu. Bahkan dia malah mengaku kamu yang telah membayarnya?" ucap Wibisono kelepasan bicara. "Apa? Windu bicara seperti itu? Aku membayarnya demi ebuah pernikahan? Kamu kira aku sudah gila Mas? Mau menerima madu di rumah ku sendiri? Berbagi kamar, berbagi ranjang dan bahkan berbagi suami dnegan wanita lain yang sudah jelas tidak berkelas dan tidak berkualitas," ucap Yasinta geram. Bisa -bisanya Windu melanggar perjanjian yang sudah ia buat sendiri. Kalau seperti ini lebih baik Yasinta menyetop semua bantuan untuk keluarga Windu. Yasinta itu sedang bermain drama bukan malah kena jebakan betmen seperti ini. "Tapi tenang. Mas sangat percaya padamu. Tidak sedikit pun Mas meragukan kamu, Yas. Kamu yang selama ini sudah menemaniku belasan tahu. Mana mungkin kamu mengkhianati ku, bukan?" ucap Wibisono pelan dan meyakinkan yasinta. Senyum Yasinta terbit di sudut bibirnya. Ini bukan pertama kalinya, Wibisono begitu memuji Yasinta sebagai istri yang baik dan setia. "Terima kasih Mas Wibisono. Tapi, saat ini, istrimu itu dua, dan malam ini adalah jatah Mas Wibisono untuk tidur bersama Windu, bukan aku," ucap Yasinta pelan menasehati. "Yas? Kamu cinta gak sih sama Mas?" tanya Wibisono yang merasa aneh dengan sikap Yasinta. Kini malah Yasinta yang menatap aneh ke arah Wibisono. "Apa selama ini kamu tidak percaya padaku, Mas? Malah seharusnya aku yang bertanya soal ini pada kamu, Mas? Bisa -bisanya kamu bersama Windu malam itu? Apa kamu memikirkan perasaanku, Mas? Saat aku melihat kamu satu kamar dengan Windu? Jangan -jangan kamu telah membohongiku? Kamu bisa menjadi pria sejati tetapi id depan ku, kamu seolah menjadi pria lemah yang tak bisa berkutik? Begitu?" teriak Yasinta yang malah melemparkan kesalahannya pada Wibisono. Wibisono pun tak terima dengan ucapan Yasinta. Kedua matanya melotot dan menatap tajam ke arah Yasinta. "Bicaraapa kamu Yas? Tuduhanmu sama sekali tak ada bukti," ucap Wibisono kesal. "Tidak ada bukti? Kamu tidur dengan Windu? Itu bukan bukti?" teriak yasinta yang semkain tersulut. Wibisono hanya menghembuskan napasnya dan pergi meninggalkan Yasinta. Ia tidak mau bertengkar dengan Yasinta. Ia tidak sanggup harus melihat Yasinta tersakiti. Wibisono mengalah untuk prgi dan kembali ke kamar pengantinnya bersama Windu. Saat Wibisono membuka kamar itu, lampu kamar sudah mati dan hanya di gantikan dengan lampu kecil di atas nakas sebagai lampu tidur. Tubuh Windu sudah tertutupi oleh selimut tebal dan menghadap membelakangi Wibisono. Perlahan Wibisono menutup kembali pintu kamar itu dan berjalan menuju sofa yang ada di depan ranjang. Ia memilih tidur di tempat lain dan tidak menyatu dengan Windu. Malam pertama pengantin itu sama sekali tidak menjadi malam pengantin yang mengesankan. Apalagi ada perlakuan manis yang hseharusnya menjadi kenangan tersendiri. Pernikahan macam apa ini. Keduanya terlelap dan pulas dengan cara tidurnya masing -masing hingga sinar mentari yang akan membangunkan mereka esok pagi. Yasinta kembali duduk di tepi ranjangnya setelah menutu pintu kamar dan mengunci kamar itu dengan rapat. Dirinya mulai tak tenang, Windu sudah berani membuka rahasa ini. Lama -lama rahasiany bisa terbongkar dengan sendirinya sebelum maksud dan tujuannya tercapai. Ponsel Yasinta berbunyi dengan keras. Ia menyambar ponsel itu dan langsung mengangkat telepon itu tanpa menatap siapa yang meneleponnya. "Hai ... malam sayang," ucap seseoarng di seberang sambungan telepon yasinta hingga membuat wanita itu tersenyum begitu manis tanpa terlihat. "Hai Sayang ... Kamu kemana aja?" tanya Yasinta dengan nada manja. Tubuhnya di rebahkan di kasur sambil memainkan rambutnya. Dengan asyik, Yasinta terus mengobrol mesar dengan lelaki yang meneleponnya hingga sesekali tawa kecil dan desahan manja pun lolos dari bibir Yasinta untuk menggoda lelaki yang ada di sambungan telepon itu. "Sudah lama kit atidak bertemu Yas? Bagaimana dengan hubungan kita?" tanay lelaki itu mulai menekan. "Bukan kah kamu masih bisa menunggu? Aku sedang mencari cara yang elegan. Aku tidak mau di salahkan," ucap Yasinta manja. "Baiklah. Asal kau tidak lupa dnegan kewajibanmu kepadaku, Yas?" ucap lelaki itu lembut. "Mana bisa aku lupa. Kalau kamu memang yang terbaik dan selalu memuaskan aku," ucap Yasinta memuji kembali lelaki yang ada di seberang sambungan teleponnya. "Kau memang selalu bisa membuat aku puas, Yas. Kau terlalu pintar memainkan peranmu," ucap lelaki itu pun memuji. Keduanya pun semakin nyaman mengobrol hingga waktu yang lama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN