Bab 7. Tak Mau Rugi

1140 Kata
Seperkian detik kemudian, Rissa tersadar akan apa yang Alex lakukan, dan ia segera menepis kedua tangan pria itu agar berhenti menyentuhnya. "Nggak mau! Aku nggak mau kita ngelakuin hubungan itu sebelum nikah, apalagi sampai biarin aku hamil di luar nikah, bisa-bisa orang tuaku nanggung dosa dan nanggung malu seumur hidup mereka!" jawab Rissa yang sudah bulat dengan keputusannya. Ia tidak akan membiarkan dirinya terbuai karena bujuk rayu Alex, sekalipun Rissa mencintai pria itu. "Ya terus mau gimana lagi? Harus sampai kapan aku sabar, sedangkan orang tua kamu aja nggak pernah mau ngerestuin hubungan kita!" "Kita masih punya banyak waktu buat yakinin orang tuaku sampai mereka akhirnya kasih kita restu. Setelah itu kita baru nikah. Ok?" Alex terdengar menghela napas kasar, lalu menyugar rambutnya dengan perasaan kesal. "Sayang gini deh, coba kamu pikir baik-baik! Kita udah pacaran dua tahun dan kita nggak pernah ngapa-ngapain. Hambar banget tau nggak sih rasanya? Aku tuh kayak cinta sendirian, sementara kamu nggak benar-benar cinta sama aku." "Sayang kamu itu ngomong apaan sih! Kata siapa aku nggak benar-benar cinta sama kamu? Aku cinta sama kamu makanya kita bertahan selama dua tahun ini." "Tapi apa buktinya? Kita udah ngabisin waktu dua tahun tapi kamu nggak pernah buktiin apa-apa." "Aku harus kasih bukti apa biar kamu percaya kalau aku ini benar-benar cinta sama kamu, Sayang?" "Kasih aku keperawananmu sebagai bukti kalau kamu beneran serius cinta sama aku!" Rissa terkejut, lalu ia menggelengkan kepala. Air mata penyesalan seketika memenuhi pelupuk mata. Alex meminta keperawanannya? Sementara ia sudah tidak perawan lagi. Jadi apa yang bisa Rissa berikan untuk membuktikan cintanya yang teramat dalam pada Alex selama ini? Tetapi, sekalipun Rissa masih suci, ia tidak mungkin memberikan hal berharga itu pada Alex sebelum mereka menikah. "Kenapa? Kamu nggak mau, kan? Udah kutebak, kamu itu nggak pernah cinta sama aku!" kesal Alex saat Rissa hanya diam tanpa kata dan menggigit ujung kukunya. "Sayang, kalau itu yang kamu minta, aku nggak bisa kasih itu sama kamu," jawab Rissa lirih dan air mata mulai mengalir lambat dari sudut matanya. "Kenapa? Kamu takut? Kamu tenang aja, Sayang, aku pasti akan nikahin kamu. Justru dengan alasan itu kita bisa lebih mudah dapetin restu dari ayah dan bunda kamu." Alex kembali membujuk, memeluk pinggang sang kekasih, lalu membelai wajah wanita itu yang basah karena rintikan air mata. Rissa makin menundukkan wajahnya, tak lagi berani menatap mata Alex sejak pria itu membahas soal keperawanan. Rissa sudah kehilangan keperawanannya satu bulan lalu dan sampai detik ini ia tidak mengerti mengapa kejadian malam itu bisa terjadi. "Sayang, maaf ... a-aku udah nggak perawan lagi." Perkataan Rissa barusan membuat Alex tercengang, ia segera menjauhkan kedua tangannya dari Rissa, lalu tatapannya berubah tajam. "Apa maksud kamu?" Rissa pun memberanikan diri untuk kembali menoleh pada sang kekasih yang raut wajahnya tampak terkejut. "Aku udah nggak perawan lagi, Sayang." "Kok bisa?" "Kamu ingat pernah ajak aku ke bar, kamu suruh aku minum, akhirnya aku minum sampai mabuk, kan? Setelah itu aku nggak tau apa yang terjadi, aku nggak ingat apa-apa, tapi paginya aku bangun di kamar apartemen laki-laki yang nggak aku kenal, laki-laki itu yang udah merenggut keperawananku." Rissa akhirnya jujur juga, berharap Alex mau memaafkannya karena itu semua di luar kendali Rissa yang mabuk. Alex tampak syok mendengar penjelasan Rissa, ia kembali teringat dengan apa yang terjadi malam itu. Namun, ia kesal karena sang kekasih sudah lebih dulu diperawani oleh pria lain, bukan dirinya, padahal ia yang berusaha untuk meluluhkan Rissa agar mau menyerahkan keperawanannya. "Gila! Kenapa harus laki-laki lain yang nyentuh kamu? Aku yang udah nunggu dua tahun dapat apa?" umpat Alex seraya mengacak rambutnya dengan perasaan campur aduk. Ia benar-benar kesal kali ini dan merasa tidak terima. "Sayang, tolong maafin aku. Aku sendiri nggak ngerti kenapa itu bisa kejadian," jawab Rissa menjelaskan dengan suara bergetar. "Kamu selingkuh, Rissa!" tuduh Alex karena merasa tidak mungkin jika Rissa tidur dengan pria yang tidak dikenalnya sekalipun wanita itu terangsang karena pengaruh obat. "Nggak Sayang, aku berani bersumpah aku nggak selingkuh sama laki-laki itu!" "Siapa laki-laki itu?" tanya Alex dengan amarah yang kini meluap naik sampai ke ubun-ubun. Bibir Rissa bergetar, rasanya berat untuk berkata jujur jika yang terlibat malam panas dengannya adalah Kevin, atasannya saat ini. Ia pun akhirnya menggelengkan kepala, memilih untuk merahasiakan identitas Kevin. "Aku nggak tau dia siapa, aku nggak kenal sama dia." "Kita putus!" ucap Alex yang langsung bangkit dari duduknya. Raut wajahnya merah padam, menandakan ia benar-benar marah saat ini. "Apa? Kamu putusin aku?" Rissa pun menyusul bangkit dari duduknya, ia meraih lengan Alex, lalu menggenggam jemarinya erat-erat. "Lex, tolong maafin aku. Bukan aku yang pengen kejadian malam itu terjadi. Aku aja nggak tau kenapa aku bisa pergi ninggalin bar sama laki-laki itu, bukannya sama kamu. Aku juga stres sebulan ini dan selalu dihantui mimpi buruk gara-gara kejadian itu. Aku tau kamu akan marah dan kecewa kalau aku jujur soal ini, aku ... aku mungkin harus belajar ikhlas kalau kamu mau putusin aku." "Jelas aku akan putusin kamu, capek-capek aku nunggu dua tahun, endingnya kamu malah kasih keperawananmu bukan sama aku! Munafik banget kamu selama satu bulan ini, udah tau nggak perawan lagi, tapi tiap mau aku sentuh selalu nolak! Buat apa juga aku pertahanin hubungan kita, kamu udah rusak, dan kamu juga nggak pernah kasih yang aku mau selama ini!" Tubuh Rissa lemah, lututnya gemetar, dan lidahnya terasa kelu untuk menjawab kata-kata Alex yang sungguh melukai hatinya. Nyatanya pria itu menolak untuk menerima Rissa apa adanya. Ia pun berusaha menerima keputusan Alex karena memang dirinya bersalah dan pantas menerima konsekuensi atas apa yang terjadi. Namun, Alex yang sudah memutuskan hubungannya dengan Rissa langsung mencengkram kedua lengan wanita itu dengan kuat. Lalu Alex mencium Rissa dengan kasar. Rissa berontak, tetapi bibirnya malah digigit oleh Alex. Bahkan pria itu merobek kemeja yang dikenakannya hingga teronggok di permukaan lantai. Kemudian Alex mendorong tubuh Rissa hingga terjatuh di atas sofa, menindih tubuh wanita itu yang sudah tak lagi mengenakan kemeja. Lalu Alex melepas bra yang Rissa kenakan. Gerakannya sungguh kasar hingga tanpa sengaja membuat permukaan kulit Rissa yang putih mulus mulai tergores karena kuku Alex. "Lepas, sialan!" Rissa akhirnya berhasil melepaskan bibirnya dari pagutan Alex, ia mengumpat, dan memukuli pria itu dengan sekuat tenaga. Kakinya juga tak tinggal diam, ia menendang Alex demi membebaskan diri. "Nggak, Rissa. Aku nggak mau rugi putus dari kamu tapi aku nggak pernah pake kamu!" jawab Alex yang pikirannya sudah ditutupi awan gelap. "Sinting kamu! Lepas!" teriak Rissa sambil terus mendaratkan pukulan di permukaan d**a Alex yang sudah melepaskan baju dan jaketnya. "Tolong!!" Beruntung Serra sempat berteriak meminta tolong dengan sekuat tenaga sebelum akhirnya Alex kembali membungkam mulutnya. Tak lama kemudian, pintu kos pun didobrak dari luar oleh Kevin yang ternyata memutar balik tujuannya saat hampir sampai di apartemen karena perasaannya tidak tenang memikirkan sekretarisnya. "Lepasin dia, b******k!" ucap Kevin dengan suara beratnya penuh penekanan. Bahkan sorot matanya tampak gelap, begitupun dengan wajahnya yang merah menahan marah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN