Bab 10. Perlu Konsultasi

1056 Kata
"Kamu ngomong begitu waktu saya nginep di kosan kamu, Rissa. Kamu benar-benar nggak ingat ya?" "Aduh kok saya nggak ingat ya, Pak? Saya ngomongnya dalam keadaan sadar atau nggak, Pak, waktu itu?" tanya Rissa yang benar-benar tidak ingat sudah mengatakan hal memalukan itu, minta dinikahi oleh Kevin, padahal cinta saja tidak. Kevin membuang napas berat dan kemudian ia mengangguk paham. "Ah iya, sepertinya kamu mengigau waktu ngomong begitu. Ya udah, jangan dipikirin ya. Lupain aja pertanyaan saya tadi," ucap Kevin yang kemudian memilih untuk mengalihkan pembicaraan mereka. "Oh ya, Rissa. Besok saya ada pertemuan dengan Pak Julian, nggak ada di jadwal saya sih, ini pertemuan di luar jadwal yang kamu kasih. Kamu bisa nggak temani saya ke Jakarta setelah meeting dengan perusahaan asuransi?" tanya Kevin karena Julian memintanya untuk datang dan berkolaborasi dengan perusahaan yang Julian pimpin di Jakarta. "Bisa, Pak." Rissa menjawab dengan cepat, walau perasaannya gugup karena pembicaraan mereka tadi. "Jadi saya pesan dua tiket kereta cepat whoosh tujuan Jakarta ya, Pak?" Wanita itu lanjut bertanya untuk memastikan. "Ya betul! Kita berangkat sebelum jam makan siang ya karena Pak Julian ajak kita makan siang bareng mereka di Jakarta." "Baik, Pak." Rissa dengan cekatan mengeluarkan tablet dari tas kerjanya. Ia memesan dua tiket kereta cepat untuk perjalanan besok menuju Jakarta. Setelah Rissa selesai memesan tiket, mobil yang Kevin kendarai pun tiba di restoran yang mereka tuju. "Yuk kita turun!" ajak Kevin yang kemudian diangguki oleh Rissa dan wanita itu bergegas turun dari mobil. Keduanya pun melangkah masuk bersama dan menuju meja yang sudah Rissa pesan sebelum datang ke restoran. Tak lama setelah mereka tiba, tim yang lainnya juga mulai berdatangan, melangkah bersama-sama, dan tidak lupa menyapa Kevin yang akan mentraktir mereka semua. "Terima kasih, Pak Kevin, sudah ajak kita semua makan siang bersama," ucap Rendi yang menjabat sebagai manajer penjualan dan langsung disahuti oleh yang lainnya. "Terima kasih, Pak Kevin!" ucap yang lainnya kompak di hadapan Kevin yang berdiri menyambut mereka. "Sama-sama. Mari kita rayakan bersama keberhasilan proyek kita. Ini semua berkat kerja keras kalian. Semoga kita bisa terus kompak dan makin sukses," balas Kevin dengan ramah. "Ayo kita duduk dan nikmati makan siang bersama!" lanjutnya yang kemudian mempersilakan semuanya untuk menempati kursi. Kini Rissa dan Kevin duduk di meja panjang bersama tim mereka di Sadrasa Kitchen & Bar, sebuah restoran elegan yang terletak di Pullman Bandung Grand Central. Suasana restoran yang hangat dan modern, dengan sentuhan tradisional Sunda, menciptakan suasana yang sempurna untuk merayakan keberhasilan proyek mereka. Meja sudah dipenuhi dengan hidangan lezat yang disajikan dengan indah, mulai dari masakan internasional hingga hidangan khas Indonesia. Aroma makanan yang menggugah selera memenuhi ruangan, membuat semua orang tidak sabar untuk mencicipi setiap hidangan. Rissa yang mengulas senyuman merekah mengangkat gelasnya ke atas untuk mengajak timnya bersulang. "Ayo kita bersulang untuk kerja keras dan dedikasi kita! Proyek ini tidak akan berhasil tanpa kontribusi dari kita semua!" ucap wanita berparas cantik itu dengan penuh semangat. Kevin yang duduk di sebelahnya, mengangguk setuju, dan ikut mengangkat gelasnya juga. Begitu juga dengan yang lainnya. Mereka mengangkat gelas untuk bersulang dengan senyum yang terpancar menghiasi wajah masing-masing. Suara gelas yang beradu dan tawa riang menciptakan suasana yang penuh kebahagiaan dan kebersamaan. Setelah menghabiskan satu gelas minuman, Kevin lalu mengajak semuanya untuk makan. Percakapan mengalir sepanjang makan siang, diselingi tawa, dan cerita-cerita lucu tentang tantangan yang mereka hadapi selama menangani beberapa proyek belakangan ini. Di tengah-tengah makan siang, pelayan datang membawa hidangan penutup yang menggoda, membuat semua orang bersorak gembira. "Makan siang kali ini harus jadi momen yang diabadikan. Ayo kita foto bersama!" ajak sang arsitek yang kemudian meminta tolong salah satu pelayan untuk mengambil beberapa foto mereka sebelum makan siang berakhir. Lalu ia pun memberikan ponselnya pada pelayan tersebut yang dengan senang hati dimintai tolong. Pelayan itu pun mengambil banyak foto dengan berbagai gaya yang mereka tunjukkan. Kevin dan Rissa sempat saling pandang, tak dapat dipungkiri terlihat kecanggungan di antara mereka. "Makasih ya, Mbak," ucap Denis, sang arsitek saat ponselnya dikembalikan oleh pelayan tersebut. "Sama-sama, Pak. Selamat menikmati hidangan penutupnya ya," jawab pelayan itu dan kemudian berlalu pergi untuk melanjutkan pekerjaannya. "Kirim dong foto-fotonya ke kita!" pinta Sherly yang terlihat puas melihat hasil foto-foto mereka. "Ok, saya kirim ke WA masing-masing ya," jawab Denis yang kemudian sibuk mengutak-atik ponselnya untuk mengirim hasil foto mereka. Setelah selesai makan siang yang meriah di Sadrasa Kitchen & Bar, Kevin dan Rissa kembali ke perusahaan dengan suasana hati yang berbeda. Jalanan yang ramai di Bandung menambah kecanggungan di antara mereka. Kevin merasa salah tingkah karena perkataan Rissa yang mengajaknya menikah ternyata hanya igauan dalam tidurnya. Ia merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bersikap. Di sisi lain, Rissa merasa malu dan bersalah. Ia khawatir telah memberi harapan palsu pada Kevin. Namun, pesan orang tuanya yang meminta Rissa untuk menerima perjodohan dengan Kevin terus terngiang di benaknya. Selama sebulan bekerja sebagai sekretaris Kevin, Rissa mulai menyadari bahwa Kevin adalah pria yang baik dan lembut. Meskipun begitu, hatinya belum merasakan cinta pada Kevin, dan ia berpikir Kevin mungkin merasakan hal yang sama. Selama perjalanan, keduanya lebih banyak diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sesekali, Kevin mencoba membuka percakapan ringan, tetapi suasana tetap terasa canggung. Rissa pun hanya menjawab singkat, masih bingung dengan perasaannya sendiri. "Oh ya, Rissa. Nanti sore kamu pulang bareng saya, kan?" "Makasih untuk tawarannya, Pak. Tapi saya pulang sama Mbak Sherly, tadi diajakin bareng karena kebetulan kita tinggal di apartemen yang sama. Nggak apa-apa kan, Pak?" "Oh nggak apa-apa kok, saya baru ingat Sherly juga tinggal di sana. Kalau gitu nanti saya duluan ya," ucap Kevin mengakhiri percakapannya dengan Rissa begitu ia memarkirkan kendaraannya di samping lobi. Mereka melangkah berdampingan sampai di lantai sembilan, lalu keduanya berpisah dengan senyum canggung saat Kevin masuk ke ruangannya, sementara Rissa pergi ke meja kerjanya, masing-masing membawa beban pikiran yang belum terselesaikan. Rissa merasa perlu mengambil keputusan, sementara Kevin berharap ada kejelasan dari situasi yang membingungkan itu. Ya, Kevin terus didesak oleh orang tuanya agar secepatnya menikah, bahkan ia diminta sang ibu untuk mendekati Rissa sampai wanita itu mau membuka hati. Namun, Kevin sadar jika cinta tidak bisa dipaksakan. Sebenarnya Kevin sangat siap jika harus menikahi Rissa karena kejadian malam itu, ia merasa perlu bertanggung jawab. "Kayaknya aku perlu konsultasi sama Mas Julian pas besok ketemu! Semoga Mas Julian bisa kasih jalan keluar gimana caranya bikin Rissa jatuh cinta!" gumam Kevin seraya menghempaskan tubuhnya untuk duduk di kursi kerja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN