“Cepat naik. Saya gendong kamu ke mobil.” Alih-alih mengiyakan, aku justru langsung beringsut mundur. Aku juga menggeleng keras. “Saya enggak mau, Dok. Saya bisa jalan sendiri—” “Jalan sendiri? Gimana caranya? Berdiri saja kamu enggak bisa.” “Bisa. Barusan terlalu kaget aja, makanya jatuh.” Dokter Arga balik badan, lalu kembali meraih tanganku. Dia baru berhasil menarikku sebentar ketika aku sudah meringis dan kembali duduk. “Begitu yang katanya bisa jalan sendiri?” “Dokter kenapa tiba-tiba ada di sini? Bukannya rumah Dokter masih jauh, ya?” Aku tidak menghitung sudah berapa kali Dokter Arga berada di dekatku secara kebetulan. Sejak di Pantai Gunungkidul sampai detik ini, kurasa lima kali sudah lebih. Aku pun sangat heran. Bisa-bisanya dia lagi, dia lagi. “Kalau kamu penasaran soa