Alasan yang Ditutupi

1083 Kata
Anisa cukup terkejut melihat keberadaan Daniel— Sahabat yang pernah ia tolak cintanya dulu karena lebih memilih Andrean. Alasan itu pula yang Daniel berikan ketika anak itu mengatakan akan pindah ke luar negeri untuk melanjutkan study-nya— Penolakan yang dirinya beri. Anisa membalikan tubuh. Tak percaya dengan apa yang dirinya lihat sekarang. Wanita itu memekik lalu menghamburkan diri ke pelukan Daniel. “Daniel kok bisa di sini? Kapan pulang?!” tanya Anisa bingung. Pasalnya mereka bertemu bukan di Jakarta, melainkan di kota lain yang bukan merupakan asal usul keduanya. Mereka jelas-jelas di lahirkan di Ibu Kota. "Kaget ya?" Tanpa melepas pelukan Anisa, Daniel bertanya sambil membelai rambut Anisa. Sedangkan Anisa hanya mengangguk sebagai tanda jawaban atas pertanyaan Daniel. "Nggak lupa kan lo Nis, kalo orang tua gue, orang asli Semarang?" Astaga! Anisa hampir lupa. Jika Daniel memang berdarah Semarang dari orang tuanya. Ketika lebaran anak itu akan pulang ke rumah neneknya di Jawa Tengah. Dan itu tempat yang mereka pijaki sekarang. "Tadi waktu cari parkiran, gue liat lo di sini lagi nangis. Awalnya gue pikir gue cuman halusinasi aja. But, ternyata waktu gue samperin beneran lo Nis!" Kini Daniel melepaskan pelukan. Suaranya terdengar excited. “Gue pulang Anisa!” Tangannya menangkup kedua pipi Anisa yang mungil. Memfokuskan diri pada sosok pucat pasi yang terlihat baru saja menangis seorang diri. "Maaf, maafin gue yang nggak ada di samping lo Nis. Gue udah tahu semuanya dari Zidan. Please Nis. Please, kali ini biarin gue yang jagain lo." Pinta Daniel lalu memeluk Anisa kembali. Anisa terus mengangguk sambil terisak dalam dekapan hangat laki-laki yang mencintainya itu. Tanpa keduanya ketahui, Andrean yang baru saja keluar dari lift menuju basement parkir mengepalkan tangannya melihat interaksi Daniel dan Anisa. Emosi Andrean memuncak. Ia tak pernah sedendam, seperti saat ini ketika melihat Anisa berada di pelukan Zidan. Andrean memejamkan mata, mencoba memikirkan hal-hal positif dimana Anisa tak mungkin sudah melupakan cinta mereka dan berpaling pada Daniel. Sialan sekali! Kenapa takdir seolah mempermainkan mereka. Kenapa Anisa harus ada ditempat yang sama setelah ia memutuskan menerima perjodohan dengan Selina?! Ia berharap bisa melupakan Anisa, menggunakan Selina sebagai pelampiasan agar betah mengikuti kedua orang tuanya. Tapi apa? Takdir justru mempertemukan Anisa denganya. Mereka justru berapa pada kampus dan fakultas yang sama. Dan yang lebih membuat Andrean frustasi adalah sikap Anisa yang benar-benar kembali seperti seorang sahabat, seolah mereka tak pernah memiliki hubungan berarti di masa lalu. Merasa tak tahan dengan adegan dihadapannya, Andrean membalikan tubuh. Memutuskan untuk kembali masuk ke dalam lift. Ia akan kembali ke kedai kopi lagi. Melewati dalam mall agar Selina tak curiga karena ia tadi izin ke kamar mandi untuk melihat keadaan Anisa. "Loh, Nisanya mana? Tadi katanya mau nyamperin dia Ndre?" tanya Zidan, belum sempat Andrean menjawab. Sebuah suara sudah mendahului laki-laki itu. "Gue disini Dan.. Liat gue bawa siapa, Dan..” pekik Ansia antusias dengan kabar yang ia bawa. Sontak semua mata termasuk Andrean memandang ke arah asal suara. Mereka mendapati cengiran dan melambaian tangannya yang berada dalam genggaman Daniel. Membuat Andrean semakin terbakar amarah. "Niel, lo beneran ke sini, apa kabar Bro?" Ucap Zidan memeluk sahabatnya itu. Hal tersebut disusul oleh Andrean- ia mencoba menyembunyikan emosinya. "Ya Ampun Niel, kok bisa disini?! Gue pikir lo di Jakarta Bro, apa kabarnya lo?" Kali ini Andrean bertanya untuk sekedar basa-basi, lalu duduk kembali di samping Selina. "Baik, gue baik banget malah. Mau nyamperin pujaan hati gue aslinya. Jadi sekarang udah saatnya gue nemenin dia, kuliah gue udah kelar Bro..” "Bentar-bentar lo punya pacar Niel?" Daniel mengangguk dan tersenyum pada Andrean. “Siapa.. Siapa? Kok lo nggak pernah ngomong sih di grup kita?” Andrean cukup tersentak mengetahui Daniel tak lagi sendiri . Ia berdoa semoga firasatnya salah. Semoga bukan Anisa yang laki-laki itu maksud. "Pacar gue sama kalian deket kok. Sering barengan malah selama ini. Iya nggak Yang?!" Ucap Daniel jahil sembari menyenggol bahu Anisa. Anisa yang dipanggil Daniel dengan sebutan, ‘Yang,’ lantas tersenyum manis. Mencoba untuk senatural mungkin menyunginggkan sudut mulutnya. "Sekarang gue kenalin pacar gue ke kalian semua. Kenalin pacar gue, Anisa! Lengkapnya pasti udah pada tau kan?!” Seketika Andrean tertegun. Ia bak dihantam truk bermuatan baja. Hatinya sakit mendengar jika Anisa ternyata telah memiliki hubungan dengan laki-laki lain. Terlebih sosok itu adalah Daniel- Sahabat mereka sendiri. Andren tak bisa ikut bahagia. Hatinya hancur. Ia seperti tengah menenggak racun dari tangannya sendiri. Senyum Anisa yang biasanya menghangatkan hati Andrean kini terasa seperti duri tajam. Menusuk hingga menyebabkan ia berdarah-darah. Senyum itu bukan untuknya. Sampai di rumah, Andrean melemparkan diri ke atas ranjang. Tak terasa air mata laki-laki itu menetes. Selama ini hanya ada satu wanita yang mampu membuat Andrean menangis. Hanya satu, dan wanita itu adalah Anisa. Andrean kembali teringat pada angguka malu-malu Anisa. Wanita itu membenarkan hubungannya dengan Daniel yang telah terajut bahkan setengah tahun lamanya. Andrean tak akan mau percaya. Tak akan pernah disaat senyum dan binar kesedihan selalu Anisa tampakan padanya selama ini. Tanpa ragu Andrean mengambil ponsel,mengirimkan pesan untuk Anisa. Pada ponselnya nama Anisa tak pernah berganti. Selalu sama bahkan meski mereka telah berpisah. Ia masih menggunakan emot hati meski tak pernah mengirimkan pesan untuk sang pemilik hati. Andrean LO BENERAN PACARAN SAMA DANIEL? Anisa IYA NDRE. KENAPA? GAPAPAKAN? LO TAU KAN NDRE, DANIEL NEMBAK GUE MULU. DIA JUGA BAIK BANGET KAN ANAKNYA. SAHABATAN AMA KITA UDAH LAMA BANGET. GUE IJIN YA NDRE. BOLEHKAN? Andrean yang membacanya lantas tercengang. Ini tidak salah? Anisa meminta izin pada dirinya?! Meminta izinnya untuk pacaran dengan Daniel?! Seutas senyum lalu nampak diguratan lelah wajah Andrean. Dengan meminta izin bukannya Anisa masih menganggapnya ada?! Ia kembali mengirimkan pesan balasan. Nis, kalo gue ga bolehin, gimana? Hingga lima menit sudah Andrean menunggu Anisa membalas pesannya. Namun tidak ada tanda Anisa tengah mengetikan pesan— yang Andrean tahu Anisa sudah membaca pesan itu. Karena ada notifikasi jika pesan sudah dibaca. Anisa Loh kenapa Ndre? Emang Daniel ga pantes ya sama gue? Apa karena gue yang udah nggak itu. Jadi gue gak pantes buat Daniel? Gue pikir Daniel bukan orang kayak gitu Ndre.. Dia bilang mau nerima gue apa adanya. Andrean hanya bisa menelan ludah ketika membaca balasan pesan dari Anisa. Dia tahu apa yang dimaksud Anisa. Karena dialah orang yang telah mengambil hal berharga itu dari wanitanya. Adrean Bukan Nis.. Nggak kayak gitu maksud gue Menunggu lama Anisa tak kunjung membalas pesan terakhirnya. Andrean hanya bisa mengacak rambutnya frustasi. Menumpahkan segala kekesalan. Air matanya turun perlahan. Andrean memejamkan matanya dan berujar lirih, "Sorry Nis. Gue masih cinta sama lo itu alasannya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN