Rumah Keluarga

1288 Kata
Jadi, sekarang balik ke lomba kemarin. Ada apa, Opa, memanggilku soal itu?" tanya Denis melanjutkan percakapan mereka. "Ini, lihat dulu rancangan Kanaya. Katamu, kamu itu YouTuber lifestyle, pasti ngerti kan soal keindahan sebuah desain?" kata Opa Deni sambil menyodorkan beberapa gambar. "Ya, ngerti dong. Opa subscribe channel YouTube-ku, deh, biar tahu apa yang aku kerjakan," kata Denis sambil tersenyum. "Iya, nanti Opa subscribe. Emang, apa sih yang kamu buat di YouTube-mu?" tanya Opa penasaran. "Semua tentang gaya hidup, Opa. Gaya pakaian yang lagi tren di kalangan anak muda, tips menjaga pola makan sehat, ulasan restoran yang lagi happening, dan juga cara merawat diri biar tetap fresh di segala situasi. Pokoknya semuanya ada di channel-ku. Makanya, subscribe dong, biar Opa tahu bagaimana aku bisa dapat duit dari YouTube dan media sosial lainnya," jawab Denis dengan percaya diri sambil mulai melihat gambar-gambar rancangan pemenang lomba. Dia membandingkan karya juara satu, dua, dan tiga dengan cermat. Tiba-tiba Denis berkomentar dengan nada kagum. "Mama, sungguh gila. Mama itu buta, ya? Rancangan sebagus ini cuma jadi juara tiga hanya karena lulusan dalam negeri. Aku nggak ngerti deh, sama mamaku," gumam Denis, tak percaya. " Alasan mamamu ada benarnya. Dia memikirkan citra perusahaan kita yang memproduksi kain eksklusif. Pemenang pertama dari lomba ini akan menjadi wajah baru yang merepresentasikan kain brokat Prancis kita, yang akan segera diekspor ke Asia. Media nasional maupun internasional tentu akan tertarik untuk meliput, jadi penting bagi pemenang untuk bisa membawa dan mempromosikan brand kita dengan baik. Kalau pemenangnya tidak punya pengalaman internasional atau latar belakang yang mendukung untuk mengangkat citra global kita, tentu akan sulit bagi kita untuk memenangkan persaingan di pasar luar negeri. Sebagai seorang pebisnis, Opa paham betul bahwa reputasi dan kemampuan untuk bersaing di pasar global sangatlah penting," kata Opa Deni dengan nada serius, menjelaskan logika di balik keputusan tersebut. "Jadi, kenapa nggak disebutkan di awal lomba kalau peserta harus lulusan luar negeri? Biar orang-orang seperti Kanaya nggak perlu repot mendaftar," kata Denis dengan nada sinis. "Nggak mungkin dong kita bikin syarat lomba seperti itu. Bisa-bisa kita di demo. Perusahaan nasional kok mewajibkan peserta lomba tamatan sekolah luar negeri," jawab Opa sambil menghela napas. "Nah, justru untuk memperbaiki hal itu, supaya Kanaya juga bisa berkembang dan citra perusahaan tetap terjaga, Opa ingin memberikan hadiah tambahan. Opa akan membiayai ketiga pemenang ini mengikuti summer course di Milan dari dana pribadi Opa. Selain meningkatkan kemampuan mereka, langkah ini juga akan mendongkrak reputasi perusahaan. " "Di tempat kuliahku dulu, Scuola di Moda Milano?" tanya Denis. Dia memang lulusan Fashion Design, Business, and Management dari sekolah itu. "Ya, makanya Opa mau kamu yang bertanggung jawab terhadap ketiga pemenang ini. Mulai dari pendaftaran hingga mengantar mereka ke sana. Opa akan biayai semuanya," kata Opa Deni. "Okay, itu keputusan yang bagus, Opa. Dengan cara ini, kita bisa menebus kesalahan kita kepada Kanaya sekaligus memberikan keuntungan bagi dua pemenang lainnya. Kan nggak mungkin kita hanya memberangkatkan Kanaya sendirian ke Italia karena dia juara tiga. Jadi, mau nggak mau, juara satu dan dua juga harus ikut. Seharusnya mereka berdua berterima kasih pada Kanaya, karena berkat dia, mereka ikut kecipratan kesempatan belajar di luar negeri. Mereka semua dapat kesempatan belajar di sekolah mode terbaik di Milan. Tenang saja, aku yang akan mengurus mereka dari keberangkatan sampai mereka pulang. Tapi aku punya satu permintaan, Opa. Selama tiga bulan di sana, aku tidak melulu babysit mereka, tapi aku boleh memasukkan kontent-kontent tentang kegiatanku bersama peserta lomba , tapi yang sesuai aja untuk channelku , bukan semuanya, misalnya saat mereka sudah menghasilkan karya dan mengadakan pameran busana, aku dapat hak eksklusif untuk menayangkannya di channel ku. " tanya Denis Opa berpikir sejenak, lalu bertanya, "Channel-mu udah berapa subscriber?" "300.000," jawab Denis dengan bangga. "Oke, Opa setuju. Sekalian branding perusahaan kita juga," kata Opa dengan pandangan bisnis yang jitu. "Tapi tidak boleh ada yang terlibat, ya. Baik Mama, Papa, maupun Opa, dalam keputusan apa pun yang aku ambil soal hadiah tambahan ini. Semua aku yang in-charge. Hanya Om Edwin yang boleh terlibat karena dia adalah Direktur Operasional di pabrik tekstil kita. Semua hal hanya akan aku bicarakan dengan Om Edwin, bukan dengan Mama, Papa, ataupun Opa," tegas Denis. "Baik, deal," kata Opa sambil menjulurkan tangannya, dan Denis menerima jabatan tangan Opa dengan mantap. "Oh ya, dua minggu lagi konferensi pers untuk ini akan dilakukan. Opa mau kamu yang handle juga. Bisakah?" tanya Opa. "Bisa dong. Apa sih yang aku nggak bisa? Tenang aja, Opa. Pokoknya kesalahan kita kepada Kanaya akan tuntas saat mereka kembali ke Indonesia. Nanti Kanaya sudah bisa menghadapi orang-orang seperti Mama yang terlalu luar negeri-minded dan sangat mementingkan kesetaraan status sosial." kata Denis dengan percaya diri. "Iya, mamamu itu memang begitu. Kamu nanti bakalan susah cari pacar, Den, kalau sifat mamamu kayak gitu. Kamu pasti nggak akan diizinkan punya pacar atau istri kalau bukan dari keluarga yang setara dengan kita. Tadi pagi, mamamu membuat Emma menangis karena bilang Tante Ida bunuh diri karena tidak bisa berbaur di keluarga kita, karena tante berasal dari keluarga sederhana," kata Opa sambil menghela napas. "Mama itu benar-benar gila deh,kenapa dia bisa mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan seperti itu.Itulah Opa kenapa juga sih Opa punya pemikiran seluruh keluarga harus tinggal bersama, mungkin kalau sudah berkeluarga dan tinggal terpisah, tragedi Tante Ida tidak akan terjadi." kata Denis "Itu memang prinsip Opa . Opa tidak akan mengizinkan anak cucu Opa pindah dari rumah keluarga kita. Makanya Opa beli tanah luas dan bangun rumah tempat kita semua tinggal. Opa bekerja keras agar mimpi Opa bisa terwujud yaitu tinggal serumah dengan anak cucu, agar kita semua bisa berkumpul dan saling menyayangi sebagai keluarga besar," jawab Opa dengan tegas. "Tapi kan nggak semua wanita itu kuat, Opa. Hidup di satu rumah dalam keluarga besar seperti kita. Mungkin itu juga sebabnya Om Edwin nggak mau menikah lagi sampai sekarang," kata Denis sambil bergidik. Opa terdiam sejenak, menghela napas, lalu berkata pelan, "Jadi, kamu setuju dengan pemikiran mamamu soal Tante Ida yang tidak kuat tinggal bersama kita karena tidak bisa berbaur?" "Dulu itu , aku kan masih kecil, Opa. Aku nggak tahu gimana sifat Tante Ida. Tapi mungkin aja karena hal itu, mentalnya nggak kuat harus tinggal serumah dengan mertua, kakak ipar yang terlalu luar negeri-minded, dan mungkin hal-hal lain yang terjadi. Kita nggak bisa tanya lagi kepadanya. Jadi, menurutku lebih baik kalau sudah menikah, tinggal sendiri-sendiri aja, nggak usah tinggal bareng. Biar hubungan keluarga tetap harmonis. Mertua dan menantu jarang bisa akur, apalagi kalau ada ipar," kata Denis dengan serius. " Untuk cucu perempuan, Opa izinkan tinggal di luar, ikut suaminya, tapi kamu kan cucu lelaki pertama Keluarga Perkasa yang akan mewarisi perusahaan dan prinsip-prinsip yang Opa yakini. Jadi, selamanya kamu harus tinggal di rumah kita bersama istrimu. tugasmu menjaga warisan Opa sampai beberapa generasi." Kata Opa, lalu setelah terdiam beberapa saat, Opa melanjutkan " Kalau begitu, kamu harus cari istri yang mentalnya kuat, atau kamu latih istrimu supaya mentalnya kuat. Atau kamu pilih wanita yang benar-benar mencintaimu sehingga dia akan melakukan apapun untuk tetap ada di sisimu tanpa mental breakdown," kata Opa dengan nada tegas, menunjukkan aura diktatornya. "Yah, udahlah, urusan pacar atau istri masih jauh buatku. Sekarang fokus kita ke summer course di Milan dulu. Aku akan mulai mengurusnya bersama Om Edwin. Opa, tenang aja," kata Denis sambil mengibaskan tangannya. Lalu dia melanjutkan, "Aku pulang dulu ya, Opa. Mau syuting iklan jas pengantin dari brand lokal." "Hebat ya, cucu Opa ternyata," kata Opa dengan bangga. "Ya, hebat dong. Percuma wajahku ganteng dan tubuhku bagus kalau nggak kumanfaatkan, Opa," kata Denis sambil mengangkat-angkat kerah kemejanya, menandakan dia memiliki wajah ganteng. "Tapi kamu bisa ganteng karena gen turunan dari Opa loh," kata Opa Deni sambil ikut mengangkat kerah kemejanya. "Hahaha. Iya, iya. Terima kasih, Opa, sudah menurunkan gen kegantengan kepadaku," kata Denis sambil tertawa dan menunjukkan jempolnya. .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN