PART 4 - KEJADIAN MEMALUKAN

2087 Kata
PART 4 – KEJADIAN MEMALUKAN. Libur akhir tahun sudah tiba. Dan itu berarti kantor tempat Clarisa dan Anggita memperbolehkan karyawannya mengambil cuti. Satu minggu tanpa tugas kantor, membuat kedua gadis ini berteriak histeris. "YESS! LIBURAN!!" Mereka tos berdua. Anggita akhirnya ikut liburan ke rumah baru Clarisa di Banten. Perjalanan mereka memakan waktu empat jam perjalanan. Sementara kedua orang tua Clarisa sudah berangkat duluan ke Banten. Ternyata kemacetan tidak hanya terjadi di kota besar. Kota Banten saja sudah macet parah. Untung mereka terbiasa dengan kemacetan. Jadi selama macet, keduanya sibuk di dunia maya. Hingga taxi online yang mereka sewa membawa mereka menuju perkampungan yang masih terhampar sawah dan ladang. "Wuih hijau sekali Ris, seger banget dah mata," puji Anggita. Anggita melihat sekeliling pedesaan. Segar sekali matanya menatap alam desa nan alami ini. Masih asri pula. Kapan lagi ia bisa menatap begini. Biasanya Anggita dan keluarga selalu ke puncak, tapi berhubung tahun ini Abangnya sibuk, dan ayahnya juga tak bisa libur, ia memilih ikut bersama Clarisa. "Nama kampungnya apa, yang bakal kita datangi?" "Cibebek," jawab Clarisa sambil terus menggulir ponselnya. "Cibe ... apa?" Anggita menoleh cepat. Barangkali dia salah dengar. Clarisa mengangkat wajahnya dari kegiatannya berselancar ke dunia maya. "Cibebek." Dahi Anggita terlipat. "Apa kampung itu penghasil bebek terbanyak se-Indonesia Raya?" Kini Clarisa yang melongo. Sesaat dia tersadar. Dan terkekeh. "Emang ada yang lucu?" Anggita merasa tak terima di tertawakan. Clarisa mengangkat bahu. "Kaga sih, tapi mengenai bebek se-Indonesia itu ...." Clarisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Nanti lo tanya aja bokap gue, gue kaga ngerti." Anggita mengangguk. Saat sudah memasuki desa, Anggita melihat umbul-umbul di sepanjang jalan memasuki desa. "Lomba layangan, berhadiah kambing. Seriusan Risa?" Clarisa ikutan membaca. Oh ternyata ada lomba di desa ini. "Iya ya. Ih, aneh-aneh aja. Hari gini lomba kok hadiahnya kambing. Orang mah ponsel kek, tablet kek. Lah kok ini kambing." Clarisa justru tidak memperhatikan wajah Anggita yang mengulum senyum. Saat mereka sampai di depan rumah Clarisa, Nisa dan Firman menyambutnya. Bahkan sejak tadi Nisa tak sabar menanti kedatangan putrinya ini. Pasalnya baru kali ini Clarisa pulang kampung sendiri. Padahal baru tiga kali Clarisa ke tempat ini. Firman memang sengaja membeli rumah untuk masa tuanya bersama sang istri. Hingga ia mendapat daerah ini dari salah satu teman kantornya. Tidak begitu jauh dari Jakarta, pun pemandangannya masih asri dan segar. Ketika membuka pintu, terdapat pemandangan gunung karang. Sungguh tempat terindah untuk menghabiskan masa tuanya nanti. Itu sebabnya ia ingin segera menikahkan putrinya, supaya ketika ia pensiun, Clarisa sudah ada yang menjaga. Biar Clarisa dan suaminya nanti mengisi rumah mereka yang ada di Jakarta. "Tante, rumahnya nyaman sekali," puji Anggita yang sudah berkeliling rumah. Rumah seluas lima belas kali dua puluh meter itu, memiliki empat kamar tidur. Yang membuat rumah itu terlihat asri, karena dikelilingi berbagai macam pohon mangga dan jambu. Mulut Anggita komat kamit. "Lo ngapain?" tanya Clarisa. "Gue lagi hitung berapa banyak pohon di sekeliling rumah ini." Clarisa melongo. "Pohon jambu tiga, pohon mangga dua, pohon delima, pohon ceremai, pohon belimbing, ini seriusan yang punya rumah lama rajin menanam pohon ya Tante?" tanya Anggita takjub. "Menurut mereka, pohon ini sengaja ditanam supaya kalau keturunan mereka ada acara tujuh bulanan gak perlu belanja ke pasar. Mereka menanam biji-bijian asal gitu, dan tumbuh deh." Nisa tersenyum melihat wajah sahabat putrinya. "Wow keren." "Ayo kita lihat kamarnya buat kalian." Nisa mengajak dua gadis itu ke kamar untuk beristirahat. Malamnya kembali Anggita bersama Clarisa duduk diteras sambil kembali menggulir ponselnya. "Sepi banget ya, malam gini di perkampungan." Clarisa mondar-mandir di teras. Sejauh mata memandang gelap di hadapannya. Karena rumah mereka memang menghadap sawah. "Hmmm." Risa hanya menjawab asal. "Eh ris, disini ada cogan gak?" Clarisa hanya mengangkat bahu, tidak peduli. "Lo tanya aja noh sama sawah yang bergoyang." ** Pagi sudah menjelang, sesuai janji Clarisa akan jogging bersama Anggita. Walau sahabatnya ini susah sekali untuk bangun tidur, hingga Clarisa harus mencipratkan air ke wajah Anggita, baru dia bangun. Dengan wajah terkantuk Anggita akhirnya bisa bangun dari selimut tebalnya. Clarisa sudah siap dengan pakaian jogingnya. Celana ketat sampai betis, dipadupadankan dengan sepatu kets warna putih. Kaos lengan pendek yang sedikit membentuk tubuh indahnya, membuat Anggita berdecak. Anggita saja memakai celana training dan kaos longgarnya. Ini Clarisa mau olahraga apa selfie sambil jogging? Rambut panjangnya yang melewati bahu, sengaja Clarisa ikat, hingga menampilkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. "Ayo, tunggu apa lagi. Nanti keburu siang." Anggita menguap. "Ngantuk Ris," ucapnya sambil bersandar di dinding rumah. Matanya terpejam. "Kalau gak mau ikut, bilang kek dari tadi! Sudah sana tidur lagi. Biar aku joging sendiri aja." Clarisa segera beranjak. "Eh bentar Ris. Ih gitu aja ngambek." Anggita langsung berlari menyusul sahabatnya. Mereka mulai lari-lari kecil di sepanjang jalan desa, yang kanan kirinya terhampar hijaunya sawah dan kebon. Mereka menghirup dalam-dalam aroma kesejukan alami ini. Kapan lagi mendapat udara seperti ini. Sungguh udara sesegar ini, sangat langka di daerah perkotaan yang biasa Clarisa dan Anggita tinggali. Clarisa bersyukur, orang tuanya memilih desa ini untuk menikmati masa tua mereka. Hingga mereka sampai di lapangan, yang sudah mulai ramai karena suatu acara. "Ris, tunggu sebentar." Anggita menarik ujung kaos sahabatnya. "Apa?" tanya Clarisa dengan napas terengah. "Lihat itu yuk." Pandangan Clarisa mengikuti telunjuk Anggita. Lomba layangan? Kening gadis cantik itu mengeryit. Apa bagusnya sih? "Ayuk Ris," ajak Anggita sambil menyeret lengan Clarisa. Memang beberapa orang sudah mulai berkumpul. Bahkan ada penjual makanan dan minuman. Sepertinya memang bakal ramai acara di tempat ini. Lapangan itu bahkan sudah dipagari pita berwarna kuning. Beberapa orang tampak sudah bersiap-siap mendekor layangannya. Ada yang berbentuk pesawat, bentuk ular, bahkan bentuk ikan hiu. Lucu-lucu semuanya. "Ris, ada kambing," tunjuk Anggita. Clarisa bergidik, jangan sampai dia diminta sahabatnya mendekati binatang itu. Dan tampaknya kali ini Clarisa harus melotot karena mendengar ucapan Anggita. "Ih, kambingnya unyu-unyu banget sih. Suka aku." Clarisa kembali dibuat melongo. Apanya yang unyu-unyu? Kambing kan memang begitu. Ini Anggita kurang puas kayanya waktu kecil, pas main ke kebun binatang. "Ris, lihat dari dekat yuk." Clarisa menggeleng. "Ogah, lo aja sono gih yang lihat," tolaknya. "Ris, ayuk dong. Kapan lagi gue bebas lihat kambing. Lo tahu gue liat tuh binatang aja pas hari raya kurban doangan, itupun gak boleh dekat-dekat ama abang gue." "Ya karena abang lo gak mau lo ketuker ama tuh kambing. Kan susah bedain lo ama tuh hewan." "Gak, gue gak mau. Jijik gue, bau." Anggita merengut, persis seperti mak-mak yang gak dapat jatah uang belanja dari lakinya. "Lo mah, gue kan jarang banget minta tolong, Ris. Pelit amat sih." Clarisa menoleh. Lah bukannya sedari tadi, ia sudah mengiyakan ajakan Anggita? "Ya udah, ayo. Tapi gue gak mau dekat-dekat ya." Sudut bibir Anggita tertarik ke samping. Yes, tinggal pasang muka melas. Pasti Clarisa luluh. Mereka berjalan menyusuri pita, dan sampailah di dekat dua ekor kambing yang memang di ikat di dekat balok kayu. Anggita mendekat. "Ih, lucu banget sih kalian." Anggita mengelus sayang kepala kambing yang berwarna putih. Clarisa bergidik. Dibayar mahal pun ia tak akan sudi menyentuh hewan menjijikan itu, yang ia yakini tak mandi dua kali sehari. Mengingat baunya yang sangat amat menyengat. Clarisa lebih memilih menikmati indahnya pemandangan asri di depannya. Lalu Anggita beralih ke kambing yang lebih besar, yang berwarna hitam. Ia kembali mengelus. Ia pikir kambing yang hitam akan sama seperti kambing yang putih. Diam dan memejamkan mata saat mendapat elusan dari wanita cantik yang memiliki rasa perikebinatangan. Jika begini, besok-besok Anggita akan memelihara banyak kambing saja di rumah, itupun jika di izinkan sang kakak. Tapi Anggita salah. Kambing hitam yang sedang duduk itu langsung bangun, dan bergerak. "Mbeeekkk" Anggita yang terkejut segera menghindar. Matanya membola, ketika kambing itu berlari ke arah Clarisa yang termenung membelakanginya. Clarisa yang semula mengagumi keindahan alam sekitar, mendadak terkejut. Pasalnya seekor kambing berlari mendekat dan memutari tubuhnya. Belum cukup kesadarannya Clarisa, tiba-tiba kakinya serasa disentuh benda asing. Saat ia melihat kebawah, saat itulah tubuhnya terpelanting jatuh. "Auww!" teriaknya. Rupanya tali yang mengikat kambing itu memutari tubuh Clarisa dan membuat tubuhnya jatuh tak terkendali. Bahkan kambing itu makin berontak, melihat tubuh seseorang terjatuh disampingnya, kambing itu makin mengeluarkan suaranya dengan kencang. "Mbeeekkkkkk." Clarisa menutup kepalanya dengan kedua tangannya, khawatir kaki kambing itu mengenai kepalanya. Ia terus berdoa semoga kambing itu tidak menginjak-injak tubuhnya. "Tolong! Tolong!" Anggita berteriak, hingga beberapa orang datang menghampiri dan membantu menarik kambing yang sepertinya kaget dan bergerak tanpa arah. Anggita segera membangunkan Clarisa. "Ya Tuhan Risa." Clarisa yang tersadar, segera mengangkat wajahnya. Dia kini berdiri dengan dikelilingi oleh beberapa orang yang tadi membantunya. Saat terbaring di tanah tadi Clarisa merasakan seseorang melepaskan ikatan kakinya yang terbelit tambang. Entah yang mana orang yang membantunya itu. Namun, saat ini ia melihat banyak orang yang menontonnya. Menonton kebodohan atau mungkin kegilaan seorang gadis karena ulah seekor kambing. Dan Clarisa sudah melayangkan pandangan emosi pada Anggita. Mimpi apa dia semalam. Pagi ini dia ditabrak dan diserang kambing, dan berakhir mencium lumpur. Astaga. "Anggitaaaaaaaa!" Anggita bahkan menutup kupingnya. Ia yakin Clarisa akan mengeluarkan suaranya melebihi toa masjid jika sedang marah maximal. Clarisa mengusap wajahnya yang penuh lumpur. Ingin rasanya ia mengoleskan semua lumpur yang ada di wajahnya ke wajah Anggita yang kini sudah meringis. Andai kepala Clarisa bisa mengeluarkan asap, mungkin sudah aneka warna asap yang keluar dari kepalanya. Karena wajah putih Clarisa bahkan sudah memerah. Antara marah bercampur malu. "Maaf." Anggita mendekat dan mengusap wajah sahabatnya bermaksud membersihkan. Namun apa yang ia lakukan justru membuat lumpur itu makin mengotori wajah Clarisa. Clarisa menepis tangan Anggita dengan kesal. "Siapa pemilik kambing ini!" teriaknya. Clarisa bahkan sudah memandang horror ke seluruh orang yang kini tengah menontonnya. Peduli setan mereka tidak terima, Clarisa hanya ingin marah dan meluapkan emosi. "Maaf, mbaknya gak apa-apa kan?" Seorang lelaki dengan postur tubuh tinggi tegap berdiri di hadapan Clarisa. Ia adalah panitia pelaksana acara hari ini. Lomba layangan dalam rangka memperingati akhir tahun. Ia sudah melihat kedatangan dua gadis ini sejak awal. Hanya tak mengira kambing yang ia ikat sebagai hadiah akan membuat salah satu dari gadis ini terpelanting dan mencium lumpur. Tatapan Clarisa mengunus tajam. "Eh abang kambing dengar ya, lain kali tolong ajarin kambingnya supaya gak main seruduk orang sembarangan." Lelaki di hadapan Clarisa mengulum senyum. Walau gadis ini terlihat emosi dan wajahnya bercampur lumpur, tapi kecantikannya masih tetap terlihat. "Maaf Mbak, bisa beritahu saya bagaimana caranya memberi pelajaran pada hewan?" Clarisa terperangah. "Mak-maksudnya?" "Bukankah Mbaknya tadi bilang, supaya saya mengajari kambing? Setahu saya yang berhak dapat pelajaran hanya manusia. Dan saya gak tahu bagaimana mengajari seekor kambing, mungkin mbak bisa bantu barangkali," pintanya dengan wajah jenaka. Tertawaan terdengar di sekeliling Clarisa, membuat gadis itu melirik ke sekeliling. Astaga, dia benar-benar jadi tontonan dan tertawaan. "Kamu itu ya ...." Clarisa menoleh pada sahabatnya yang tadi ikutan tertawa kini mendadak terdiam, demi melihat raut wajah Clarisa sekarang. "Anggita kita pulang!" bentaknya. Clarisa lalu melangkah pergi. Anggita tersenyum pada lelaki yang tadi menggoda sahabatnya. "Pak, eh mas, eh bang, maaf ya. Saya tadi gak ngapa-ngapain kambingnya kok. Cuma elus-elus dikit, beneran deh." Lelaki itu kembali tersenyum, membuat wajah Anggita terpana. Astaga gantengnya. Clarisa kok gak pernah bilang di kampung sini ada cowok seganteng ini. "Gak apa kok Mbak, mungkin kambing saya hanya terkejut mendapat elusan dari gadis cantik seperti mbak." Wajah Anggita langsung merona. Gadis cantik? Ini maksudnya aku kan yang dia bilang? Clarisa yang menunggu sahabatnya makin kesal, karena Anggita malah asyik berbincang. "Anggitaaaaa! Pulang sekarang!" Kenapa dia malah sok akrab sama si abang kambing sih. Gerutu Clarisa. "Sekali lagi maaf ya bang,"ucap Anggita dengan raut wajah tak enak hati. "Anggita Cahyaniiiiiiii." Kembali Clarisa berteriak. "Iya iyaaaa." Lalu Anggita berbalik dan berlari ke tempat Clarisa. "Kenapa lama amat!" bentak Clarisa tak suka. Hilang sudah mood dia joging hari ini. "Maaf, aduh muka lo kok kotor gini, sini gue bersihin." Anggita mengangkat kedua tangannya bermaksud membersihkan wajah Clarisa, namun segera di tepis. "Tangan lo bau kambing. Jangan sentuh-sentuh!" Anggita mengerjap. Dia beneran mencium kedua tangannya. Lalu terkekeh. "Iya ya, harum kambing." "Bau, bukan harum!" protes Clarisa. "Iya iya bau, gue salah ucap." Fix deh lama-lama Clarisa naik tensi dibuat Anggita. "Cepetan pulang, dan jangan dekat-dekat gue selama lo belum cuci tangan." Mereka pun melangkah. Anggita dengan wajah tak enak hati, sementara Clarisa dongkol setengah mati. "Ris lo liat cowok yang tadi kaga?" tanya Anggita baik-baik. Ia tahu sahabatnya masih naik tensi. "Kaga!" Tuh kan jawabannya aja ketus. "Masa gak lihat, itu lho yang ototnya bisep." Clarisa memicingkan matanya. "Yang gue liat bisep kambing yang hampir nginjek muka gue! Dan itu semua gara-gara lo!" Judul : Benang Cinta Sang Duda. Romance 18+ Pen Name : Herni Rafael. https://m.dreame.com/novel/tOaXZ4PBN2yegw4OowaHVA==.html Semoga suka ya. Love Herni 1 Juli 2021. Saya up seminggu sekali ya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN