PART 7 – KEDATANGAN MARTIN.
Dengan bersungut-sungut Clarisa masuk ke dalam kamar.
"Dasar laki-laki ganjen! Sudah punya anak, masih saja godain orang!"
"Apa tadi dia bilang? Bunda?"
"Astaga! Kedua anaknya ada di depan mata, masih berani godain?Brengsekk!!"
Anggita yang semula lelap dalam tidur, bermimpi di kejar-kejar orang gila sambil ngoceh gak jelas. Begitu dia membuka matanya, ternyata suara omelan Clarisa yang nyaring terdengar.
Fix, ternyata dia tidak sedang bermimpi.
Anggita bangkit dan duduk di ranjang.
Ia mengucek kedua matanya. Sementara rambutnya berantakan gak karuan.
"Lo kenapa Ris?" tanyanya sambil bersandar di ranjang dan memeluk guling.
Clarisa yang mendengar suara di samping segera menoleh.
"Lo udah bangun?" tanyanya.
Dengan menggaruk kepalanya, Anggita menguap.
"Gimana gue gak bangun, lo ngoceh-ngoceh gak jelas gitu. Kenapa sih? Mirip nenek-nenek kehilangan sirih tahu gak."
Clarisa duduk di samping Anggita.
"Lo tahu si abang kambing itu? Dia godain gue tadi. Brengsekk!"
Mungkin alam bawah sadar belum sepenuhnya kembali, jadi ia masih mencerna apa perkataan sahabatnya itu.
"Maksud lo siapa sih?"
Clarisa berdecak.
"Lo tumben lola. Itu yang kemarin kambingnya nyeruduk gue di lapangan."
Otak Anggita langsung mencerna ucapan sahabatnya, dan sesaat mata Anggita bersinar.
"Oooo si abang bisep?" serunya.
Bahu Clarisa lunglai mendengar perkataan Anggita.
"Abang kambing, bisep apaan sih," tolak Clarisa jengah.
"Dia kenapa tadi? Godain lo?"
Kini Anggita menatap tak percaya. Perasaan itu abang bisep ramah kalau sama dia.
"Iya, anaknya kan manggil gue Tante. Lah emangnya kapan gue kawin sama Om mereka, sampai manggil gue Tante. Lah si abang kambing malah bilang gini. Gimana kalau dipanggil Bunda?"
"Bunda!" pekik Clarisa.
"b******k banget kan?"
"Ett, tunggu- tunggu!" Tangan Anggita terangkat demi menyela.
"Kok gue makin bingung ya, anak siapa sih yang lo maksud?"
"Ya anak si abang kambing itu lah. Masa anak gue!" ketus Clarisa.
Suara terkesiap terdengar dari mulut Anggita.
"Si abang bisep itu udah punya anak?"
Sorot mata Anggita menyalang.
"Kembar pula," jawab Clarisa anteng.
"Astaga!" Anggita menepuk keningnya.
"Lo kenapa?" tanya Clarisa heran.
"Hmmm, nasib-nasib!"
Anggita mengelus daddanya.
"Gue sekalinya suka ama cowok, laki orang."
Clarisa tergelak.
"Ya ampun Anggita Cahyani. Lo naksir ama si abang kambing?"tanya Clarisa tak percaya.
"Dia ganteng Ris," ucap Anggita pelan.
Mata Clarisa hampir lepas demi mendengar ucapan sahabatnya.
"Astaga Risa, apanya yang ganteng sih. Cowok model begitu doang juga. Selera lo rendah amat ya."
Anggita menoleh pelan.
"Paling gak selera gue, gak kaya si Martin," ketus Anggita.
Clarisa menggembungkan mulutnya.
"Sorry deh, bukan maksud gue hina si abang kambing sih. Tapi dia kan suami orang. Mending jangan menaruh suka sama dia ya." Clarisa menepuk pelan bahu Anggita.
"Ya iyalah, lagian juga gue nyadar diri, kalau gue bareng lo! Mana bisa orang lirik gue."
Helaan napas lelah keluar dari mulut Clarisa.
"Lo ngomong apa sih. Intinya lupakan si abang kambing, oke?"
Clarisa merengkuh bahu Anggita.
"Besok kita ke sungai yuk."
Mata Anggita mengerjap.
"Memang ada sungai di sekitar sini?"
"Ya ada dong, apa sih yang gak ada si sini."
"Terus kenapa lo gak ajak gue hari ini, malah malas-malasan di kamar."
Kekehan terdengar dari mulut Clarisa.
"Besok kita ke sungai, pasti."
**
Sementara di sebuah rumah kost-kostan.
"Martin, lo gak bisa kaya gini."
Seorang wanita teman sekantor Martin yang bernama Dona, seolah enggan melepaskan Martin.
"Dona, asal lo tahu. Kita gak punya hubungan apa-apa." Martin menghempaskan lengan Dona yang menggelayut mesra.
"Gak bisa gitu dong, setelah apa yang kita lalui bersama." Dona jelas tak terima pemutusan sepihak. Ia sudah mencintai lelaki ini, dan rela melakukan apapun keinginan Martin.
Martin menghentikan langkahnya.
"Kita sama-sama suka, gak ada paksaan. Jadi lo gak bisa nuduh gue macam-macam."
Dona menyeringai tak terima.
"Lo mau balik sama cewek lo yang primitif itu."
Martin emosi ketika ada orang yang menghina Clarisa.
"Lo jangan asal ngomong ya tentang Clarisa."
"Cih. Dengar ya Martin. Apa yang lo harapkan dari wanita primitif itu. Bisa lo pegang aja bagus. Yang ada lo gila punya pacar model kaya gituan."
Martin tersenyum masam.
"Clarisa spesial buat gue. Dia gak akan gue sentuh sebelum kami menikah resmi. Karena dia layak buat calon ibu anak-anak gue. Kandidat yang cocok untuk melahirkan Martin junior."
Lalu setelah bicara begitu Martin menyalakan motornya, meninggalkan Dona yang makin emosi.
"Martin sialannn! Giliran kesepian aja lo datang ke gue! Dasar cowok brengsekk!!"
Dona bahkan melemparkan kedua sepatunya ke arah Martin. Sayang hanya satu yang mengenai tubuh Martin.
Tapi lelaki itu tak peduli. Ia terus melarikan motornya ke tempat yang akan dituju. Apalagi jika bukan ke tempat dimana Clarisa berada kini.
**
Dan disinilah Martin sekarang. Di depan rumah orang tua Clarisa.
Nisa yang baru saja keluar dari dapur, keheranan mendapati seorang pemuda sedang memperhatikan rumahnya.
Nisa beranjak menghampiri.
"Maaf, cari siapa ya dek."
Martin yang sedang kebingungan, menoleh. Dan ia tersenyum mendapati sosok Clarisa dalam versi lebih berumur.
"Selamat siang Tante. Benar ini kediaman Clarisa?" tanya Martin dengan wajah seramah mungkin.
Nisa menatap dari atas hingga bawah.
Baru kali ini ia mendapati seorang pemuda mencari putrinya.
"Benar, saya ibunya. Adek siapa ya?"
Martin langsung mencium telapak tangan Nisa dengan khidmat. Membuat Nisa semakin heran.
"Perkenalkan Tante, saya Martin."
Ingatan Nisa kembali pada hari di mana Clarisa mengatakan jika ia memiliki kekasih bernama Martin. Tapi bukankah Clarisa mengaku jika ia berbohong.
"Clarisa-nya ada Tante?" Martin bertanya setelah mendapati sosok Ibu sang kekasih masih terdiam.
"Oh Clarisanya sedang ke sungai bersama Anggita. Mari silahkan masuk dulu nak Martin."
Nisa membuka pintu lebar-lebar.
Kalau sosok martin itu berwujud, kenapa putrinya mengaku berbohong?
Terkadang Nisa tak mengerti jalan pikiran Clarisa.
Nisa melihat suaminya keluar dari kamar.
"Yah, ada tamu."
Firman menolehkan kepalanya, ketika mendengar istrinya memanggil.
Keningnya terlipat.
"Siapa ya?" Firman juga tampak heran melihat tamunya ini.
"Saya Martin Om, perkenalkan." Martin kembali mencium telapak tangan Firman.
Firman menatap istrinya, namun Nisa hanya mengangkat bahu.
"Mari silahkan duduk."
Nisa menyuguhkan secangkir teh manis dan beberapa cemilan.
"Silahkan di minum nak Martin."
"Iya, terima kasih Tante."
Martin bahkan meneguk habis teh manis itu dalam sekejap. Ia memang haus sekali. Tapi tak mau mampir di tengah jalan, walau hanya membeli sebotol air mineral. Ia sudah merindukan kekasihnya.
"Mau saya tambah lagi airnya?" tanya Nisa ramah.
"Oh gak perlu Tante. Saya kemari sengaja ingin bertemu dengan Tante dan Om."
Nisa dan Firman saling memandang.
"Sebenarnya saya sudah lama menjalin hubungan dengan Clarisa, putri Tante dan Om."
Perkataan Martin membuat Nisa dan Firman kembali saling memandang. Lalu Firman mengangguk-angguk.
Jadi putrinya tidak bohong, ketika mengatakan sudah punya kekasih.
Firman berdehem.
"Beberapa waktu lalu, kami memang menunggu Clarisa membawa nak Martin menghadap," tutur Firman.
"Oh ya? Kapan Om? Kok Clarisa tidak mengatakan apa-apa ya?"
Martin memandang heran pada keduanya. Pasalnya ia memang ingin sekali berkenalan dengan kedua orang tua Clarisa.
Bahkan demi menunjukkan keseriusannya, Martin sudah pernah membawa Clarisa bertemu orang tuanya.
"Justru itu nak Martin, saya juga heran. Hari itu minggu pagi, Clarisa bilang akan membawa kekasihnya ke rumah. Tapi saya pikir dia bohong. Karena minggu itu dia pulang sendiri."
Otak Martin mencerna.
Minggu? Astaga, jangan-jangan saat dia datang ke tempat kost-kostan pagi itu? Sial! Martin lo benar-benar bego. Disaat Clarisa mau membawa lo menghadap orang tuanya, lo malah selingkuh. Padahal itu momen yang lo tunggu bertahun-tahun. Lo bener-bener kurang beruntung Martin.
Martin mengerjap. Jangan bilang Clarisa jujur pada orang tuanya, tentang dirinya yang membawa wanita ke dalam kamar. Bisa-bisa restu dari sang calon mertua tidak didapatkan.
"Hmmm waktu itu saya pergi Om, mendadak ada urusan," kilah Martin.
"Oooo." Nisa dan Firman menjawab serempak.
"Bahkan saya sudah sering membawa Clarisa menemui kedua orang tua saya."
Ucapan Martin kembali membuat Nisa dan Firman mengelus d**a.
Kenapa Clarisa harus menyembunyikan semua ini. Kalau memang mereka saling suka, Firman tak akan susah-susah mencarikan putrinya jodoh.
Firman menggeleng pelan, sementara Nisa menghela napas panjang.
"Memangnya Clarisa tidak pernah cerita tentang saya, Om. Tante."
Walau Martin berharap, bukan kisah selingkuhnya yang gadis cantik itu ceritakan pada kedua orang dihadapannya ini.
Bahu Martin lunglai ketika melihat gelengan dari calon mertuanya ini.
Firman membetulkan letak duduknya.
"Begini Nak Martin. Nanti kita tanya saja sama Clarisa langsung. Karena putri saya sama sekali tidak pernah bercerita apapun jika dia memiliki kekasih."
"Itu sebabnya kami berniat menjodohkan dia dengan salah satu putra dari sahabat saya."
Martin tersentak.
"Aduh, kalau bisa jangan dong Om. Tante. Saya cinta mati sama Clarisa. Kami sudah dua tahun dekat. Sia-sia dong selama ini cinta kami."
Martin berusaha memelas.
"Ya, itu sebabnya kita menunggu saja kedatangan putri saya."
Firman menoleh ke arah Nisa.
"Memang Clarisa kemana bu?"
"Dia pamitnya ke sungai mengajak Anggita."
Martin langsung berdiri. Membuat Firman dan Nisa menoleh ke arah Martin.
"Gak apa Om, Tante. Saya akan susul Clarisa. Kebetulan kami kemarin ada salah paham sedikit. Maklum namanya sebuah hubungan pasti kan penuh lika-liku. Yah, Om dan Tante mungkin lebih paham bagaimana sifat Clarisa."
Mendengar itu Firman kembali mengangguk, walau ia masih bimbang. Benarkah lelaki ini kekasih putrinya?
"Ng ... sungainya sebelah mana ya Tan?" tanya Martin.
Nisa bangkit dan berjalan mendekati Martin.
"Kamu ikuti jalan kampung ini. Terus saja ke arah barat. Nanti pasti ketemu sungai. Gak jauh kok," unjuk Nisa.
"Oke, kalau begitu saya ke sungai dulu. Permisi Tante."
Lalu Martin berlari-lari kecil. Ia tak sabar bertemu Clarisa. Ia akan berusaha mendekati dan meruntuhkan hati gadis itu.
Apalagi kedua orang tuanya sudah memberi lampu hijau.
Martin akan berusaha meluluhkan hati kekasihnya lagi.
Catt : Saya update seminggu dua kali ya.
Jangan lupa tekan LOVE UNGU dan FOLLOW AKUN.
Semoga suka ya.
Love Herni.
13 Juli 2021