“Dari mana kamu? Sibuk main sendiri. Suami dan mertua dibiarkan di rumah. Tidak ada tanggung jawabnya sambil sekali sebagai istri,” ucap Hilda begitu melihat Kaila masuk. Kaila memutar matanya, enggan menjawab, dan terus pergi ke kamar. Wajah Hilda merah padam. Kaila ini sungguh tidak bisa diatur. Dia pikir memiliki menantu Kaila akan membuat hidupnya jauh lebih baik. Ternyata, dia bahkan lebih buruk dari Rosie. Memang, Kaila berhasil hamil -sesuatu yang sangat dia nantikan-, tapi melihat kelakuannya yang egois, Hilda merasa dadanya sesak. Ini bahkan masih beberapa minggu dan suasana di rumah sudah seperti neraka. “Diam di sana, Kaila! Di sini, semua sedang memikirkan cara. Kamu jangan seenaknya pergi dan bersenang-senang sendiri!” Kaila melirik sebentar tanpa menghentikan langkahnya.

