Kaila terbangun saat dia merasa hawa panas mengenai tubuhnya. Perlahan, dia membuka mata dan menyadari jika matahari sudah terik. Dia menoleh dan mendapati sudah jam tujuh lebih. Dengan malas, dia menggeliat, berharap masih bisa melanjutkan mimpi yang tertunda. Namun, cacing-cacing di perutnya meronta. Kaila bergumam samar. Sejak hamil, dia selalu merasa lapar. Dia ingin mengurangi jam makannya, tapi selalu gagal. Berat badannya sudah naik tujuh kilo padahal usia janinnya baru empat bulan. Dia mengalah; bangun dari tempat tidur, pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat gigi, lalu turun ke dapur. Namun, langkahnya berhenti karena ucapan Hilda. “Hmm, enak sekali hidup ini. Hanya tidur, makan, tidur lagi. Tidak ada keinginan untuk menjadi orang yang berguna. Tidak ikut memikir

