Bab 10. Anak Nakal

1464 Kata
Rania terbangun dengan kepala yang terasa berat karena ia menangis cukup lama hingga akhirnya ketiduran. Hal pertama yang Rania lihat adalah tempat yang masih cukup asing tetapi ia sadar saat ini tinggal di Apartemen majikannya yang telah berpindah status menjadi suami. Bibir Rania berdecak begitu ingat hal yang terjadi sebelum ia akhirnya terbawa emosi dan meluapkannya pada Najwa. Mengingat anak itu Rania tersentak bergegas untuk bangun. Baru saja Rania menurunkan kaki ia mendengar suara tawa dari arah kamar mandi. Ia mengenalinya, itu suara Najwa akan tetapi ada suara lain yang membuat jantungnya berdegup sangat kencang. “Najwa." Entah apa yang Rania pikirkan, ia berlari ke arah kamar mandi untuk melihat apa yang terjadi. Kedua matanya terbelalak melihat Najwa yang tengah dibantu Shaka untuk mandi di dalam Bath up. Rania mengabaikan dirinya yang tidak menggunakan jilbab, ia melangkah lebar-lebar lalu mengambil Najwa dari tangan Shaka. “Mama?" Najwa masih tertawa senang. Rania menatap nyalang pada Shaka yang terheran-heran, pria itu mengerutkan bibir tak mengerti kenapa Rania terlihat sangat marah. “Gitu banget lihatnya, kamu mikir apa, Rania?" Shaka tersenyum sinis begitu memahami tatapan mata Rania. “Tadi Najwa habis makan, mau tidur badannya gerah minta mandi. Aku cuma bantuin," jelasnya tanpa diminta. “Tenang aja, aku emang b******k tapi aku bukan p*****l," ucap Shaka pelan, terkesan lembut malahan. “Kamu mandiin gih, sekalian kamu juga. Jangan curigaan terus." Tanpa peringatan Shaka mendekat lalu mencubit hidung Rania. "Najwa Papa pergi dulu, mandi sama Mama ya." Shaka akhirnya berlalu begitu saja setelah mendapatkan balasan dari Najwa yang mengatakan "Oke Papa!" Rania berdiri mematung dengan tangan yang mendadak lemas, hidungnya yang dipegang tapi otaknya yang ngeblank. Rania buru-buru menyadarkan dirinya, ia tak mau terlena! Pandangan Rania teralihkan pada Najwa yang masih memandang kepergian Papanya. “Najwa bilang sama Mama, tadi diapain aja sama pria itu?" tanya Rania mendesak. Banyak kasus viral yang sering manyalahi aturan norma, Rania takut jika hal itu terjadi pada Najwa kecil. “Papa ada megang-megang bagian yang sering Mama bilang nggak boleh dipegang selain Mama sama Najwa nggak?" Najwa berpikir sejenak sebelum akhirnya menggeleng. “Najwa habis makan, terus mandi. Ngantuk." “Papa beneran nggak ada megang ini?" Rania menunjuk bagian d**a dan dibalas gelengan oleh Najwa. “Yang ini?" Bagian bawah juga Rania tunjuk lagi-lagi mendapatkan jawaban yang sama. Rania bernapas lega, ternyata kecurigaannya tidak terbukti. Syukurlah jika Shaka memang tidak macam-macam. Ia hanya terlalu takut karena melihat gaya hidup Shaka yang dinilai terlalu menyebalkan. Entah bagaimana caranya Rania bisa membuat pria itu berhenti, selagi Shaka masih tidak menganggunya ia tidak akan berkomentar apa pun. *** Hari sudah gelap ketika Shaka mengajak Rania dan Najwa ke rumah utama yang berada di daerah Garden. Meski sedikit ogah-ogahan Shaka tetap menuruti perintah Papanya karena sudah lama mengulur-ulur waktu. Untungnya ia sempat memesan pakaian untuk Rania dan Najwa agar tidak terlalu memalukan. Ayolah Shaka sangat suka kerapian, mana mungkin mau mengajak Rania dan Najwa pergi ke hadapan Mamanya dengan pakaian gembel. Untuk wajah Shaka rasa tak perlu dipoles juga Rania sudah cantik, apalagi Najwa yang pastinya akan memikat hati orang yang melihat karena parasnya yang menawan. “Ehm, nanti aku harus ngomong apa sama Mamanya Mas?" Rania bertanya, terlihat sekali wanita itu gugup. “Ngomong apa? Kalau ditanya ya jawab aja sesuai yang kamu tahu." Rania mengerutkan kening sambil melirik ke arah Shaka lagi. Malam itu entah pengelihatannya bermasalah atau bagaimana Shaka terlihat tampan sekali. Selain itu ia masih berhutang terima kasih karena Shaka tadi mengurus Najwa saat dirinya tertidur tetapi ia belum mengatakan karena masih terlalu malu. “Mamanya Mas pasti bakalan tanya-tanya tentang Najwa." Kepala Rania menunduk memandang Najwa yang sejak tadi asyik bernyanyi lagu anak-anak. “Ya udah jawab aja seadanya. Nggak usah ada yang ditutupin deh, nanti ujung-ujungnya juga ketahuan. Bilang ke Mama Najwa anak kamu dan kita udah nikah karena emang udah lama kenal," tutur Shaka acuh tak acuh, tak terlalu mengesankan pertemuan kali ini. “Najwa itu sebenarnya—" “Sebentar." Shaka menghentikan ucapan Rania ketika merasa ada getaran halus di sakunya. Ia mengambil ponsel dan melihat nama Papanya di sana. Bibir Shaka bercerai. sebelum mengangkat panggilan itu. “Sebentar lagi sampai udah Papa nggak usah telepon nanti aku dan istriku kecelakaan yang ada," omel Shaka mematikan panggilan itu sebelum Papanya menyahut atau mengatakan apa pun. “Astaghfirullah, Mas Shaka kok ngomong gitu?" Rania tidak tahan untuk menegur. “Ucapan itu doa, kenapa Mas ngomong yang nggak baik?" “Siap salah, besok nggak ngomong gitu. Maaf ya," sahut Shaka lembut, dengan sengaja mengusap hidung Rania lagi seperti tadi sore. Rania membesarkan mata meski tak terlalu kentara, jika seperti ini mana mungkin ia bisa marah. Buru-buru ia memandang ke arah luar sambil memeluk Najwa cukup erat. Kaget bercampur bingung akan sikap Shaka yang berubah drastis ini. Jangan terlena, jangan terlena Rania! Shaka mengulas senyum simpul, pastinya tahu jika sikapnya sedikit demi sedikit akan menarik hati Rania. Kini ia semakin semangat saja menaklukkan istrinya yang galak itu. “Wokay, gua tekadin ngejar janda satu ini. Kalau gagal coba lagi sampai berhasil," batin Shaka dengan semangat yang membara. Jiwa pemburu dalam dirinya kembali hadir melihat sikap Rania yang dinilai unik dan sangat menarik hasratnya. Begitu sampai di rumah utama kedua orang tua Shaka ternyata sudah menyambut. Arya sudah memberitahu Betty sang istri jika Shaka telah menikah dan berulang kali wanita itu mendesak ingin segera bertemu dengan menantunya. Arya juga sudah menceritakan sedikit kisah tentang Rania kepada istrinya. Meski terjadi perdebatan Betty tak lagi berkomentar karena Arya meyakinkan dengan dalih “Biar Shaka nggak nakal lagi, nanti diurus istrinya." Betty yang sudah pusing menghadapi anaknya yang super bandel itu akhirnya membiarkan saja meski anaknya telah menikah dengan janda satu anak. “Pa, yang itu istrinya Shaka?" bisik Betty begitu melihat Rania turun dari mobil bersama Najwa. “Iya itu Rania, cantik 'kan?" Betty terdiam tanpa menjawab, menunggu putra kesayangannya itu mendekat beserta keluarga barunya. Seperti biasa Shaka memasang wajah ogah-ogahan yang membuat Mamanya jengkel. “Kamu ini tiap pulang manyun terus, nggak seneng ketemu Mama?" omel Betty. Shaka melebarkan senyum manis tanpa mengucapkan apa pun. Lebih memilih mengulurkan tangan menarik pinggang Rania untuk berdiri di sampingnya. “Aku pulang bawa istri, Mama jaga image aku dong didepan istriku," kata Shaka santai. Rania mengulum bibirnya mendengar hal itu, dengan penuh kesopanan ia mengulurkan tangan kepada Betty sebagai bentuk salam. Cukup lama Betty memandang menantunya serta anak yang ada di gendongan wanita tersebut. “Halo, Nenek. Aku Najwa." Merasa terus dipandang Najwa ikut mengulurkan tangan. Betty masih diam saja, terlihat bingung karena tiba-tiba dipanggil nenek oleh anak yang sama sekali tidak dikenalnya. Ia menarik kesimpulan jika saat ini anak itu adalah anak putranya juga? “Ma, malah bengong. Itu Najwa minta salim," tegur Arya mengejutkan sang istri. Betty tersentak lalu tersenyum manis. “Halo Najwa, selamat datang ya." Betty menyambut uluran tangan Najwa sebelum akhirnya memandang Rania lembut. “Yang ini pasti namanya Rania, wah cantik sekali mantu Mama. Ayo masuk," ajak wanita itu begitu luwes menggandeng tangan Rania untuk diajak masuk. Shaka membuka mulut dengan tatapan tak percaya. “Ma? Mama nggak nyambut aku? Hello Ma? Aku yang anak Mama," ucap Shaka kaget, pasalnya setiap datang Mamanya akan menyambutnya dengan penuh suka cinta. “Ya kamu ngapain disitu, buruan masuk!" Betty hanya melirik putranya sekilas lalu fokus pada menantunya lagi. “Anak nakal itu, semoga kamu nggak bosen marahi dia ya, Rania," ucapnya pada sang menantu. Rania hanya tersenyum simpul sebagai tanggapan, ia sendiri kaget dengan respon orang tua Shaka yang menerimanya dengan baik. Ia sudah berpikir jika Betty akan memaki-maki dirinya karena kesenjangan sosial antara ia dan Shaka. Ditambah ia membawa seorang anak, kebanyakan orang tua yang anaknya dekat dengan dirinya akan mudur teratur karena tak ingin anak mereka menghidupi anak tidak jelas yang bukan darah dagingnya. Shaka memanyunkan bibir sebal, ia melangkah dengan malas namun bahunya ditahan oleh Papanya. Shaka mengernyit seolah bertanya ada apa lagi? “Jangan kira Papa nggak tahu apa yang kamu lakukan ya anak nakal. Kalau kamu kayak gitu terus semua warisan keluarga Papa kasih ke istri kamu," ucap Arya berbalut ancaman tegas. “Hah? Apaan sih, Pa?" Shaka kaget dong, kenapa tiba-tiba seperti itu? “Apa? Udah punya istri juga masih kelayapan nggak jelas. Besok kamu harus siap masuk ke perusahaan," desis Arya. “Pa—" "Kalau kamu nolak siap-siap aja jadi gembel kamu." Tanpa menunggu persetujuan atau bantahan Arya segera masuk ke dalam meninggalkan putranya yang berwajah masam. “Kenapa malah aku yang jadi kayak anak tiri?" gerutu Shaka. * Betty mengangkat panggilan video dari putri pertamanya dengan cepat. Sesekali melirik ke arah ruang tengah di mana banyak suami dan anaknya mengobrol. Beberapa saat kemudian telepon itu tersambung. “Halo Kanaya, kapan kamu pulang? Mama udah ketemu sama istrinya Shaka." Betty menunggu sejenak ucapan putrinya diseberang sana sebelum akhirnya mengangguk. “Mama tunggu kamu." Bersambung~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN