"Eh, mas jeda? Gak dilanjut?" tanya Diara saat baru keluar kamar sambil membawa baby Ghiana di gendongannya.
"Tinggal sedikit lagi, kamu nggak mau lihat endingnya?" jawab Nick sambil terus menatap layar ponsel hitam di tangannya.
"Hehe, iya sih. Saya pikir mas nggak nungguin saya. Misi ya mas," Diara mengambil posisi duduk di atas sofa panjang yang sama dengan Nick sambil terus memegangi Ghiana yang matanya terbuka lebar.
Melihat itu Nick melanjutkan film yang tadi ia jeda dan tinggal sedikit lagi menuju ending. Cuma butuh waktu lima belas menit akhirnya film pun berakhir dan tanpa sadar mereka sama-sama menghela napas panjang.
"Bagus ya mas filmnya."
Nick mengangguk dan melirik Ghiana yang ada dalam gendongan Diara, bocah kecil itu memain-mainkan tangannya sambil menjangkau rambut Diara yang tergerai.
"Mas mau coba pegang?" tanya Diara melihat Nick yang diam-diam memperhatikan Ghiana.
Nick langsung menggeleng, "tidak usah."
"Tapi dia ngeliatin mas terus," Diara menawarkan lagi karena memang baby Ghiana mulai memperhatikan Nick.
Nick kembali menggeleng, "dengan kamu saja."
"Ya sudah."
"Mau nonton film yang lain?" tanya Nick sambil kini coba melihat rekomendasi film yang lain.
"Kartun aja mas." dengan cepat Diara menjawab.
"Kartun?" Nick melirik Diara dengan sudut matanya.
Wanita itu terkekeh malu, "hm.., itu karena sebelumnya kita nonton yang berat, jadi sekarang refreshing aja mas."
"Ouh saya pikir..."
"Pikir apa??" Diara merasa janggal dengan cara bicara Nick yang aneh.
"Takut suasananya seperti tadi waktu adegan panas."
Mata Diara langsung membelalak besar, ia tidak menyangka kalau Nick bisa seterang-terangan ini, ia padahal sudah susah-susah mencari alasan dan berlagak tidak terjadi apa-apa.
"Saya tahu, saya juga ngerasa tidak nyaman karena menonton bersama kamu." tambah Nick lagi dan kini layar televisi sudah menayangkan film kartun.
"Bukan gitu mas,"
"Wajah kamu itu sudah tampak jelas, bahkan kamu sampai menumpahkan minuman."
"Lagian juga mas sih.." Diara menarik napas dalam kehabisan kata-kata, "mas harusnya tidak se blak-blakan ini, membuat saya malu saja."
Nick tertawa melihat wajah malu Diara yang kini memilih memainkan rambut Ghiana untuk mengalihkan perhatian.
"Kamu tidak punya pacar?"
"Eh?" entah sudah keberapa kalinya Diara dibuat kaget dengan setiap kata yang keluar dari mulut Nick malam ini. Tidak seperti biasanya, malam ini Nick bicara agak lebih banyak dan semuanya membuat Diara terkejut-kejut.
"Iya, pasangan atau apalah itu."
Diara menggeleng, "enggak mas."
"Pantas saja."
"Pantas saja gimana maksudnya?"
Nick mengangkat alisnya, "kamu bekerja tanpa meminta ini itu seperti jadwal kosong dan lainnya."
"Bukankah itu bagus?"
Nick mengangguk, "ya bagus, kamu bisa fokus. Kapan terakhir kali kamu pacaran? Atau tidak pernah sama sekali?"
Diara memiringkan bibirnya dan matanya melihat ke atas untuk coba mengingat, "hm.., mungkin pas SMP, itupun saya ga ingat jelas karena cuma cinta-cinta monyet."
"Sudah lama sekali. Kenapa? Apa karena kamu jelek?"
Diara benar-benar tidak habis pikir dengan setiap kata yang keluar dari bibir Nick, entah kenapa ia lebih senang jika Nick irit bicara seperti sebelumnya. Tidak ada kata-kata tajam yang ia terima dari pria ini.
"Apa saya tampak sejelek itu mas?"
"Mana tahu, saya kan hanya bertanya."
Diara hanya bisa menghembuskan napas pasrah mendengar jawaban Nick, "ya karena ga sempat aja."
"Sok sibuk sekali."
Diara berusaha sabar sesabar mungkin menghadapi Nick. Menghadapi Nick yang berbicara ternyata butuh kesabaran lebih dibanding menghadapi Nick yang banyak diam seperti patung.
"Ya gitu mas, waktu saya udah kesita sama cara untuk bertahan hidup. Mas sih iya senang hidupnya. Mas mana ngerti kehidupan orang seperti saya." Diara bicara sambil terus memainkan rambut tipis baby Ghiana.
"Memangnya kamu ngapain?"
"Nyari duit biar bisa lunasin hutang ayah saya yang entah kemana. Bahkan saya nggak bisa selesain kuliah. Hm.., tapi setidaknya saya bisa bertahan sampai detik ini."
Cerita Diara sepertinya menarik perhatian Nick, pria itu mempersantai posisi duduknya sambil melihat Diara, "masih belum selesai hutangnya?"
"Udah kok mas, Pak Adrian yang bantu. Makanya saya bayar dengan kerja dengan papanya mas. Saya benar-benar merasa terbantu."
Nick mengangguk paham mendengar cerita Diara, karena ia tahu belakangan ini papanya sering membantu orang-orang sebisanya. Papanya pernah bicara kalau tidak ada rasanya hidup itu berguna kalau tidak bisa membantu orang lain, ia ingin melakukan berbagai kebaikan untuk orang lain hingga akhir hayatnya.
"Kamu tinggal sendirian? Keluarga kamu yang lain?"
"Saya cuma tinggal sama ibu, tapi ibu saya sudah meninggal beberapa waktu yang lalu karena sakit. Jadi saya sendirian sekarang."
"Ouh maaf." Nick merasa bersalah karena sudah bertanya.
Diara tersenyum lebar, "nggak papa kok mas, mas sendiri juga udah nggak punya ibu kan?"
Nick menarik ujung bibirnya kecil dan tidak bicara apa-apa lagi.
"Oh iya mas, besok rencana saya mau bawa baby Ghiana ke dokter." Diara membuka topik pembicaraan lain.
"Memangnya kenapa? Dia sakit?"
"Enggak mas, cuma mau periksa dan konsultasi tentang imunisasi. Lagian kita nggak tahu gimana keadaan baby Ghiana sebelumnya dan sekarang. Saya cuma mau pastiin dan dapat petunjuk yang baik agar bisa merawat baby Ghiana dengan lebih baik. Apa boleh mas?"
Nick memperhatikan bayi di pangkuan Diara yang matanya tampak mulai sayu, "terserah kamu, asal kamu bisa jaga identitasnya untuk sementara."
"Baik mas, saya akan selalu ingat pesan mas kok."
"Tapi kamu pergi dengan siapa?"
"Andri, tadi udah ngomong sih mas."
Nick diam sejenak mendengar jawaban Diara, "yaudah kalau gitu. Terserah kamu."
Diara tersenyum lebar namun ekspresinya mulai tampak aneh, "mas bisa pegang baby Ghi sebentar?"
"Memangnya kenapa?"
"Perut saya tiba-tiba mules mas, tadi dia kalau di letak langsung nangis. Tolong pegang ya mas?"
Nick menggeleng enggan, "tidak, saya lelah."
Diara yang sudah sangat sakit perut langsung berdiri dan membawa baby Ghiana ke dalam kamar dengan langkah nyaris berlari, namun baru saja sebentar sudah terdengar suara tangis dari baby Ghiana.
Nick yang mendengar itu coba untuk tidak peduli, namun suara tangis yang semakin keras mulai mengusik ketenangan Nick. Diam-diam ia berjalan untuk melihat Diara dan Ghiana. Ternyata sekarang Ghiana sudah mulai tenang karena kembali di gendong oleh Diara, tapi wajah gadis itu tampak sangat tersiksa menahan sakit perut.
"Ck, yang benar saja." Nick menyerah melihat itu dan akhirnya masuk ke dalam kamar itu, "yaudah sini anak itu."
Tanpa pikir panjang Diara langsung memberikan Ghiana pada Nick untuk di gendong, "titip bentar ya mas, sakit banget." dan Diara langsung berlari ke kamar mandi yang ada di kamar itu.
Nick memperhatikan Ghiana yang ada di gendongannya, wajah bocah kecil itu tampak santai melihat wajahnya.
"Kenapa kamu rewel sekali? Apa bedanya ada digendongan atau di atas ranjang?" Nick coba bergerak meletakkan baby Ghiana di atas ranjang, dan hanya beberapa detik bayi itu langsung menangis keras.
"Mas!!! Jangan ditarok dulu baby Ghi nya!" terdengar teriakan dari dalam kamar mandi.
Nick memutar bola matanya kesal dan menggendong baby Ghiana lagi dan benar saja, bayi kecil itu langsung diam, "ish kamu ini benar-benar menyebalkan! Bahkan karena anak ini saya di bisa di teriakin oleh wanita itu? Keterlaluan!"