"Wah, kamu balik lagi Ndri?" ujar Diara kaget mendapati Andri kembali datang ke apartemen Nick. Setelah tadi ia selesai belanja sesuai dengan apa yang Diara minta, Andri bilang dia harus pergi karena ada keperluan, tapi malam ini dia kembali kesini.
"Aku sudah selesai dengan urusanku." ucap Andri sambil mengikuti Diara untuk masuk ke dalam.
"Tapi kan ini udah malam, kamu nggak pulang? Kenapa malah kesini? Mas Nick yang suruh?"
"Enggak, cuma pengen balik aja. Lagian kerjaanku juga untuk bantu kamu kan?" Andri tersenyum lebar sambil terus mengikuti Diara yang menuju ruang makan.
"Bener juga, tapi aku lagi ga butuh apapun kok."
"Dimana baby Ghiana? Apa dia tidur?"
"Dia baru saja tidur."
"Mas Nick juga belum pulang?"
Mendengar pertanyaan Andri, Diara yang sedang menyusun makanan di meja makan menatap jam dinding, "Mas Nick biasanya sore udah pulang. Mungkin dia ada urusan dan pulang agak telat. Semoga saja dia sudah di jalan pulang."
Andri mengangguk cuek dan menunjukkan kantong plastik yang sedari tadi ia pegang kehadapan Diara, "lihat! Aku bawakan dessert box yang aku bilang itu."
Mata Diara membuka lebar dengan wajah sangat senang, "kamu bela-belain beli? Kan katanya antriannya panjang?"
Andri menunjukkan wajah sombong, "i want it, i got it! Lagian kamu pasti jarang banget beli sesuatu untuk diri kamu sendiri karena sibuk urus keperluan Mas Nick dan baby Ghiana terutama. Dan, Mas Nick pasti tidak perhatian padamu bukan?"
"Hei, kata-katamu malah membuatku sedih!"
Pria itu terkekeh sambil melepaskan jaketnya agar merasa lebih leluasa, "mau dimakan sekarang atau nanti?"
"Nanti aja deh Ndri, kita tungguin Mas Nick sebentar dan makan malam dulu. Kamu belum makan kan?"
"Okey, aku letakkan di kulkas kalau gitu ya?"
"Iya." Diara mengiyakan dan berjalan menuju ruang tengah untuk duduk di depan televisi yang menyala.
"Selama kamu pindah ke apartemen Mas Nickolas, kamu bebas akses semua fasilitas di apartemen ini olehnya?" tanya Andri ikut duduk di atas karpet bersamaan dengan Diara.
"Hm.., sepertinya begitu. Tapi aku cuma pakai fasilitas penting saja dan untuk keperluan baby Ghiana. Bahkan aku masih sering bolak-balik ke apartemenku sendiri kadang. Sebenarnya aku masih tidak enak tinggal disini."
"Kenapa?"
"Ya karena harus barengan dengan Mas Nick, aku sempat bilang kalau bbay Ghiana dibawa ke apartemenku saja. Tapi dia tidak mengijinkan."
Andri angguk-angguk saja mendengar cerita dari wanita disebelahnya ini, "kamu pasti juga gugup kan?"
"Eh?" Diara langsung menoleh menatap Andri dengan wajah bingung.
Andri terbahak, "hampir semua wanita yang bertemu dengan Mas Nick akan tertarik dengan dia. Mas Nickolas itu punya badan yang bagus dan wajah dengan ketampanan di atas rata-rata. Berada satu apartemen dengan hot guy seperti Mas Nick, pasti kamu deg-degan sekali kan?"
Mendengar itu langsung saja membuat Diara terkekeh, "wah Andri, kamu paham selera dan jiwa wanita dengan sangat baik."
"Tentu saja!" Andri tampaknya bangga dengan pujian dari Diara.
"Mas Nick itu secara fisik memang nyaris sempurna, siapapun tidak boleh memungkiri itu. Tapi sikapnya itu terlalu kaku dan kadang menyebalkan. Ya jujur saja waktu pertama kali bertemu aku terus ingin memperhatikan wajahnya karena seperti memandang salah satu keajaiban dunia." Diara bicara sambil terkekeh dan menarik lututnya ke d**a untuk bisa dipeluk.
"Sekarang??"
"Aku tidak begitu fokus lagi pada Mas Nick. Fokusku sudah tercuri semuanya oleh baby Ghiana. Bukankah memandang anak bayi seimut baby Ghi membuat hati menjadi sangat tenang?"
"Baby Ghiana menyelamatkanmu dari perasaan canggung?" Andri coba menyimpulkan.
Diara mengangguk, "baby Ghiana menyelamatkan semuanya. Menyelamatkanku dari ancaman di pecat dari pekerjaan ini, menyelamatkanku dari perasaan canggung pada Mas Nick, walaupun sedikit. Kamu tahu Ndri? Aku selalu bingung kalau harus berhadapan dan bicara pada Mas Nick. Dia orang yang sulit ditebak. Sifatnya benar-benar jauh berbeda dari Pak Adrian yang sangat ramah."
Andri ikut meniru gaya Diara untuk memeluk lutut dan bersandar pada sofa yang ada di belakang mereka, "mereka seperti air dan api bukan? Tapi seiring berjalannya waktu kamu akan bisa lihat kalau mereka itu sebenarnya sama saja."
"Benarkah?"
Andri mengangguk, "aku awalnya juga berpikiran seperti kamu, tapi belakangan ini aku menyadari hal demikian. Mereka memang benar-benar ayah dan anak kandung yang jiwanya kembar identik."
Diara terbahak mendengar istilah yang digunakan Andri untuk Nick dan Pak Adrian, "ngomong-ngomong kerjaan kamu sebagai orang kepercayaan Mas Nick itu ngapain aja sih?"
Pria itu mengetuk-ngetukkan jarinya di lutut memikirkan apa saja yang telah ia lakukan selama ini, "entahlah. Pekerjaanku tergantung mood Mas Nick, kadang aku sibuk sekali dan kadang aku seperti pengangguran."
"Oh ya?"
"Ya kadang aku harus lakukan banyak hal sampai menjadi mata-mata dan berbagai penyamaran lain karena berbagai problema bisnis besar seperti milik keluarga Pak Adrian, tapi kadang aku hanya bertugas membelikan kopi untuk Mas Nick saja." Andri menjelaskan sambil menarik ujung bibirnya naik turun.
"Bukankah itu pekerjaan yang penuh warna dan tantangan? Kamu hebat Ndri, dibalik orang hebat pasti ada kaki tangan yang luar biasa bukan?"
"Wah kamu benar-benar pandai dalam memuji Diara, aku terharu." Andri memegang dadanya sendiri dengan wajah bangga.
Diara tertawa melihat Andri yang begitu ekspresif disetiap cara bicaranya sehingga membuat orang-orang yang ada disekitarnya pasti merasa sangat nyaman dan terhibur.
Obrolan mereka terus berlanjut dengan pembahasan-pembahasan ringan diiringi gelak tawa, sampai-sampai mereka tidak sadar kalau pintu apartemen terbuka dan Nick sudah masuk ke dalam.
Nick yang mendengar gelak tawa memperhatikan sejenak Diara dan Andri yang tampak sudah begitu akrab satu sama lain, entah kenapa ia merasa tidak begitu nyaman melihat itu, "mereka akrab sekali."
Nick langsung berjalan tanpa suara menuju kamarnya, namun kehadirannya disadari oleh Diara.
"Eh, mas sudah pulang? Saya sudah siapkan makan malam mas." Diara langsung menyapa dan berdiri.
Nick hanya menoleh sekilas dan langsung masuk tanpa menjawab Diara dengan sepatah katapun.
Andri yang masih duduk, melihat interaksi Nick dan Diara untuk pertama kalinya coba menahan tawa. Sedangkan Diara kembali duduk disamping Andri dengan wajah datar.
"Dia selalu seperti itu padaku. Apakah tidak ada kemungkinan dia akan bersikap lebih baik padaku?" tanya Diara pada Andri.
Andri menarik ujung bibirnya berpikir, "sikapnya memang begitu. Kamu cuma butuh pembiasaan dan menyesuaikan diri saja."
"Rasanya terlalu sulit mengakrabkan diri dengannya."
"Mas Nickolas itu sebenarnya sederhana saja. Bersikap apa adanya saja, dia tidak nyaman dengan orang yang bertingkah dibuat-buat."
"Benarkah?"
Andri mengangguk, "kamu tahu kenapa aku bisa jadi orang kepercayaannya? Itu hanya karena aku bertingkah memang seperti aku apa adanya dan selalu terus terang dan mendengarkan apa yang ia katakan. Lihatkan tadi? Bahkan aku tidak menyapanya, karena saling menyapa di antara kami memang terasa aneh, intinya sebenarnya Mas Nick itu orang yang santai."
Diara bertopang dagu mendengarkan nasehat Andri sambil berpikir.
"Tapi menurutku kamu sudah bisa menyesuaikan diri dengan baik pada Mas Nick. Buktinya dia membiarkanmu bekerja disini dan mempercayakan Ghiana yang saat ini adalah rahasia terbesarnya. Setiap orang memang punya cara masing-masing untuk memperlihatkan respek, benar kan?" lanjut Andri memberi pendapat.
Diara menjawab dengan mengangkat alisnya, "jujur aku tidak ingin dekat, aku cuma butuh untuk merasa tidak canggung dan takut saja pada dia."
"Kamu akan terbiasa, santai saja."
"Okey."