17. Air Mata yang Ditumpahkan

1701 Kata
“Ta.. tapi eyang…” baik Elena dan Zack memberikan protes kepada eyang, kenapa bisa semudah itu eyang memberi perintah Zack untuk menceraikan Elena. Sebagai seorang perempuan yang lebih banyak berpikir memakai perasaan daripada logika, Elena masih bimbang dengan apa yang dia inginkan sesungguhnya dari Zack. Apakah tetap bertahan dalam biduk rumah tangga mereka atau ajukan gugatan cerai. Tapi, sungguh dia mencintai Zack dan jika suaminya itu berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya, mungkin mereka bisa sama-sama melupakan dan memberi maaf kan? Bukankah Allah sangat benci dengan sebuah perceraian walaupun Dia halalkan itu. “Eyang, aku tahu Zack berselingkuh tapi mungkin saja aku punya andil kesalahan hingga dia melakukan itu. Aku mohon eyang, beri kami waktu, beri Zack kesempatan sekali lagi untuk membuktikan dia memang layak menjadi seorang Bratajaya.” Pinta Elena, penuh harap pada eyang. Bagi Elena, Zack adalah cinta sejatinya dan berpikir kiranya masih bisa mempertahankan rumah tangga mereka. Katakanlah dia bodoh dan dibutakan cinta, tapi dia bukanlah orang yang pandai bergaul. Bersama Zack membuatnya nyaman dan itu cukup. Zack tidak mampu mengucapkan satu patah kata. Lidahnya kelu, otaknya buntu. Dia tahu eyang ada banyak alasan hingga memintanya menceraikan Elena tapi sekarang ini baru satu alasan yang terungkap. Masih ada alasan lainnya yang belum diungkapkan eyang. Masih ada satu amplop lagi yang lebih tebal di hadapan eyang. Mungkin itu alasan lebih kuat yang membuat eyang murka padanya. “Elena sayang, eyang tahu bahwa cinta akan membutakan logikamu. Tapi ada banyak kesalahan dan pengkhianatan yang dilakukan oleh suamimu ini. Tidak hanya dia, tapi juga keluarganya! Dia sungguh tidak pantas menginjakkan kaki di rumah ini apalagi menjadi bagian keluarga Bratajaya!” Suara eyang bergetar saat berkata itu, kedua tangannya mencengkeram erat tongkat, menjaga agar tidak terlepas emosi dan melemparkan peralatan makan ke muka cucu mantunya itu. “Maksud eyang apa?” Tanya Elena, semakin tidak paham. “Mohon maaf eyang, saya tidak paham dengan semua ini. Saya memang mengkhianati Elena, tapi sungguh saya menyesal dan saya berjanji tidak akan mengulangi lagi. Tapi papa dan mama saya tidak ada hubungannya dengan hal ini, eyang.” Jawab Zack, pelan tapi tegas. Maksudnya adalah papa dan mamanya tidak tahu bahwa dia menyelingkuhi Elena. Dia laki-laki, harus buktikan bahwa dia gentleman walau tentu saja hatinya ketakutan. Eyang bukanlah tipe orang yang grusa-grusu, beliau pasti punya perhitungan matang dalam setiap langkahnya. Jika eyang memintanya menceraikan Elena, pasti ada alasan sangat kuat di balik itu. “Lihatlah ini baik-baik. Sedikit banyak, kamu pasti tahu hal ini. Aku sama sekali tidak yakin jika kamu tidak tahu kelakuan papa mamamu yang mata duitan!” Eyang melemparkan satu map lagi tepat di depan Zack. Kali ini Elena dengan susah payah pindah tempat duduk di sebelah Zack untuk tahu apa isi amplop kedua ini. Jika lembaran foto di amplop pertama sudah bisa dia duga isinya, tapi di amplop kedua ini dia sama sekali tidak tahu. Amplop itu berisi lembaran kertas semacam laporan dan beberapa foto agak buram, tidak terlalu jelas. Baik Zack dan Elena sama-sama tidak paham dengan kertas dan foto-foto itu. Elena mengambil lembaran foto buram itu, matanya memicing untuk memastikan bahwa yang dia lihat adalah benar mama dan papa Zack, kedua mertuanya. Di lembar foto lain, terlihat Pratiwi dan Subari tampak serius diskusi dengan tiga orang lelaki, tapi hanya satu yang Elena tahu ada anak dari keluarga Kemal, dua lelaki yang lain dia tidak tahu. “Eyang, ini kan salah satu putra pengusaha Kemal? Yang menjadi pesaing bisnis kita?” Elena menunjuk ke salah satu lelaki. Dijawab anggukan oleh eyang, tanpa ada kata terucap karena eyang fokus menatap ke wajah Zack yang memucat membaca laporan itu. “I… ini, ini bohong kan?” Tanya Zack kepada eyang. Wajah tampannya memucat, melihat ke arah eyang dan lembaran laporan itu berkali-kali, coba memastikan. “Menurutmu?” Eyang malah balik bertanya, hanya satu kata tapi sangat geram. “Apa sih itu Zack? Aku mau baca juga dong.” Elena mengambil kertas yang dipegang Zack dengan paksa. “Jangan Elen, jangan baca!” Zack berusaha mengambil kertas itu tapi terlambat, karena Elena sudah mulai membacanya. “Eyang ini apa? Laporan apa ini? Kenapa ada nama Mama Pratiwi dan Papa Subari juga keluarga Kemal? Apakah ada sesuatu yang aku tidak tahu eyang?” Tanya Elena, nadanya bergetar, matanya masih membaca kalimat yang tertulis di laporan itu dengan sangat hati-hati agar tidak salah. “Elena, apakah kamu mau menghabiskan hidupmu dengan seorang lelaki yang papa mamanya turut serta menjadi kaki tangan pembunuh? Bahkan turut andil dalam suksesnya rencana jahat?” Tanya eyang, nada bicaranya dibuat selembut mungkin agar Elena yang masih sakit tidak syok saat tahu yang sebenarnya. “Tidak mau, eyang. Tapi siapa yang membunuh siapa? Maksud eyang apa?” Elena menuntut penjelasan eyang. “Kedua mertuamu, papa dan mamanya,” eyang menunjuk Zack dengan tongkatnya, “terlibat pada konspirasi kecelakaan pesawat yang menghabisi nyawa mama papamu juga kakak kembarmu, kakak iparmu dan keponakanmu yang masih balita!” Tangan Elena gemetar memegang kertas laporan itu, dia melihat ke arah eyang dan Zack bergantian, berkali-kali, seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Apa yang eyang ucapkan baru saja terdengar bagai petir di siang bolong untuknya. “Benarkah itu Zack?” Tanya Elena pada Zack, mata indahnya berkaca tapi juga menuntut penjelasan pada Zack. “A… aku tidak tahu Elen, sungguh! Sebentar. Eyang, tolong jelaskan pada kami yang sebenarnya, tolong jangan asal menuduh.” Kali ini Zack beranikan diri untuk bertanya pada eyang. “Aku tidak sembarangan menuduh! Asal kalian tahu bahwa polisi tetap lanjutkan penyelidikan pada kecelakaan pesawat yang menewaskan semua anak cucuku yang ada di pesawat itu. Hingga setahun lalu, mereka berikan konfirmasi bahwa ini adalah sabotase, kecelakaan yang disengaja. Karena lamanya proses penyelidikan dari polisi, aku menyewa jasa private investigator untuk lakukan itu dan dalam waktu tiga bulan tepat, laporan sudah selesai. Kertas yang kamu pegang adalah laporan dari tim itu.” Jawab eyang, membantah Zack. “Tapi eyang, mohon maaf, bisa jadi penyelidikan tim itu salah kan?” “Tidak mungkin salah karena semua bukti yang dikumpulkan valid dan polisi sudah mengkonfirmasinya. Aku yakin kamu juga tahu hal ini.” Kata eyang dengan tegas. “Sungguh, saya tidak tahu eyang. Saya baru tahu ini. Elen, percayalah, aku sama sekali tidak terlibat dalam hal ini.” Zack memegang tangan Elena, tapi ditepis. Elena sudah menangis, bulir air mata tanpa isakan sekarang mengalir deras di pipinya. Sama sekali tidak menyangka hal ini. Papa mama mertuanya ternyata juga mendalangi kecelakaan pesawat orang-orang yang dia cintai. “Mungkin kamu merasa tidak ada andil, tidak terlibat secara langsung Zack, tapi kamu terlibat dengan rencana jahat mama papamu, kamu berikan fasilitas-fasilitas mewah kepada mereka dengan uang Bratajaya. Kamu dekatkan mereka ke keluarga kami.” Eyang berkata dengan geram. Cukup sudah pengkhianatan yang dilakukan keluarga besannya itu. “Tapi eyang, apa untungnya papa mama saya melakukan itu semua?” Zack masih saja tidak percaya. “Karena mama papamu serakah! Dengan hilangnya semua penerus trah Bratajaya, hanya tinggal Elena dan keturunannya yang berhak menjadi penerusku. Kamu memang tidak punya darah Bratajaya, tapi kelak, anakmu dan Elen, akan menjadi penguasa semua usahaku. Dengan begitu, kamu dan keluargamu pasti akan mendapatkan manfaat kan? Adalagi rencana nantinya papa mamamu juga akan menghabisi Elena dan anaknya, yang adalah cucu buyutku, agar keluargamu bisa sepenuhnya menguasai kekayaan Bratajaya.” Tegas sekali eyang berkata hal ini. Reymond sudah memberi informasi yang sangat valid, rencana jahat papa mama Zack, membuatnya muak. “Benarkah itu Zack?” Tanya Elena dengan mata kabur karena air mata yang tertumpah, tidak percaya sama sekali dengan penjelasan eyang. Zack menggeleng, dia yakin itu tidak benar, “jika itu benar, apa buktinya eyang?” Zack sudah nekat. Tapi menurutnya, eyang harus mampu buktikan semua tuduhan itu. “Kamu butuh bukti Zack? Sebentar…,” eyang memberi isyarat pada simbok untuk mengambil ponselnya, “ini, lihatlah video ini. Laporan yang tadi kamu baca, sudah kami berikan ke polisi untuk ditindaklanjuti. Polisi sudah menangkap kedua orang tuamu dan sekarang digelandang ke penjara.” Zack melihat video yang diberikan eyang dengan gemetar, dia sama sekali tidak percaya bahwa papa mamanya tega lakukan itu padanya, pada Elena, yang sudah berikan semua fasilitas mewah pada mereka. “Elen…, tolong percayalah, aku sama sekali tidak terlibat dengan hal ini. Aku bahkan baru tahu.” Sekali lagi Zack memohon pada Elena untuk percaya padanya. Tapi jawaban Elena adalah dia malah menampar Zack sekeras yang dia bisa. Bunyi tamparan terdengar, tapi apalah arti tenaga Elena yang lemah yang sedang sakit. “b******n kamu, Zack! Kamu, mama dan papamu memang orang-orang yang tidak tahu diuntung! Pergi kamu, membusuklah kalian di penjara!” Teriak Elena. “Tidak Elen, tolong percayalah.” Pinta Zack, dia maju mendekati Elena yang berdiri menjauhinya. "Status keluargamu terangkat karena berbesan denganku Zack, tapi apa balasannya? Pembunuhan! Aku pastikan, kalian akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak akan tenang sebelum kalian semua membusuk di penjara!" Eyang berkata dengan terbata, matanya juga mulai berkaca. “Minah, persilakan tamu yang tadi untuk masuk dan membawa dia ke penjara bersama orang tuanya!” Titah eyang pada simbok. “Nggih eyang.” Tiba-tiba terdengar langkah kaki berderap membuat semua yang ada di ruangan itu menjadi fokus pada tamu yang datang. Ternyata itu adalah rombongan polisi berseragam yang kemudian menangkap Zack, memborgol kedua tangannya dan menggelandang lelaki muda tampan itu dibawa ke mobil polisi. Mereka berikan surat pada eyang untuk ditandatangani disaksikan Ketua RT yang ikut datang. Sebuah tangan polisi menekan kepala Zack dengan kasar agar segera masuk ke mobil, Zack tentu tidak mau pasrah saja. Dia menolak, menggelengkan kepalanya, tapi akibatnya kembali kepalanya ditekan lebih kasar lagi agar menurut. Baru kali ini dia hilang akal, bahkan sisi baik dan sisi buruknya sama sekali tidak muncul seperti biasanya. Saat mobil polisi melaju, Zack melihat melalui jendela mobil polisi ke arah Elena yang melihatnya dengan tatapan penuh kebencian. Sedetik kemudian, tubuh Elena meluruh. Dari dalam mobil polisi, Zack berteriak memanggil nama Elena, berusaha untuk keluar dari mobil itu dan memeluk Elena. Tapi tentu saja, itu hanyalah kesia-siaan belaka. Nasibnya sudah jelas! Pengadilan menantinya! Penjara menanti kedatangannya untuk kejahatan yang tidak dia lakukan. Tapi dia bisa apa? Semua karena papa mamanya yang serakah! Ya, kadang kala keserakahan membutakan hati nurani hingga mampu hilangkan nyawa manusia. “Elen…, maaf sayang, maafkan aku.” Bisiknya lirih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN