"Pokoknya Papa ingin kamu menikah dengan pria pilihan Papa. "Ujar Arya dengan penuh ketegasan, membuat gadis 21 tahun itu terlonjak karena kaget. Aurora, anak angkat Arya dan Elis, namun mereka sangat menyayangi Aura seperti anak kandung sendiri, bahkan Aura sudah dinyatakan sebagai ahli waris satu-satunya dari Arya. Aura yang mendengar keputusan sang Papa langsung berdiri karena terkejut Dan ingin menyatakan ketidaksetujuan pada sang Papa.
Tak hanya Aura, tapi Shen, adik dari Arya juga tidak setuju dengan keputusan Arya yang akan menikahkan Aura.
"Kak, Aura masih kecil. Masih belum pantas untuk menikah. Aura masih harus fokus dengan kuliahnya. "Ujar Shen mengutarakan ketidaksetujuannya pada sang Kakak, saat keponakan satu-satunya dipaksa menikah oleh Kakaknya. Aura sedikit bernafas lega karena Shen dapat mewakili ketidaksetujuannya.
"Kakak tidak peduli. Kakak hanya ingin keluarga Mahendra segera mendapat penerus. "Ujar Arya yang membuat Aura langsung meneteskan air matanya.
" Papa, apa yang dikatakan Paman Shen itu benar, belum saatnya aku menikah. "Ujar Aura dengan air mata yang sudah membanjiri seluruh wajah cantiknya.
" Aura, Papa tidak memintamu untuk berhenti kuliah. Kamu tetap melanjutkan kuliahmu. Papa hanya ingin mengubah statusmu menjadi sebagai seorang istri. Itu saja. "Ujar Arya yang tidak ingin keputusannya dibantah.
Elis sendiri sebenarnya merasa tidak tega melihat kesedihan yang dirasakan oleh Aura, tapi Elis juga tidak bisa berbuat apa-apa, atau mencoba untuk menghalangi keputusan sang suami karena keputusan sang suami menurut Elis memang sudah tepat, hanya saja Menurut Elis terlalu cepat.
"Pokoknya aku tidak mau menikah cepat. "Ujar Aura yang langsung pergi begitu saja, meninggalkan ruang tamu yang masih ada Shen, Arya dan juga Elis.
Ketiga orang itu Saling pandang, namun mereka sama-sama tidak ada yang mengejar Aura.
Shen yang mengkhawatirkan Aura langsung berdiri dan berpamitan pada Kakak dan kakak iparnya.
"Aku harus pergi. Katakan kalau ada pertemuan untuk membicarakan hal penting, karena malam ini mungkin aku tidak pulang." Ujar Shen sebelum pergi.
Shen pun pergi dan Arya langsung menghela nafasnya kasar setelah diruang tamu itu hanya ada dirinya dan sang istri.
"Mas, apa kita tidak keterlaluan sama Aura? "tanya Elis yang mulai kepikiran pada Aura.
" Elis, aku juga tidak mau melakukan semua ini sama Aura, tapi kalau kita tidak segera bertindak, dan tidak segera menikahkan Aura, aku takut Aura akan pergi meninggalkan kita, dan kita gagal mendapatkan keturunan dari Aura untuk menjadi penerus keluarga kita nantinya. "Ujar Arya yang sebenarnya Arya juga tidak mau melakukan hal tersebut, Tapi karena menurut Arya keputusan kali ini sudah sangat tepat, akhirnya Arya memutuskan untuk tetap melanjutkan niatnya untuk menikahkan Aura, sekalipun Arya juga merasa tidak tega pada Aura, tapi Arya akan tetap menikahkan Aura.
"Mintalah Shen untuk membujuk Aura, karena aku yakin, Shen pasti bisa membujuk Aura. Kamu kan tahu, Aura sangat manja sama Shen." Ujar Elis yang mempercayakan Aura pada Shen.
"Tidak semudah itu, Elis. Shen memiliki perusahaan sendiri, dan memiliki tanggung jawab yang besar juga sama sepertiku, tidak mungkin Shen akan mengurus masalah keluarga kita, terlebih Shen juga sudah mengatakan kalau Shen tidak setuju dengan keputusanku. Jadi tidak mungkin Shen akan membantu kita untuk membujuk Aura. Cobalah kamu yang membujuk Aura dengan pelan, karena selama ini yang lebih dekat sama Aura itu kamu." Ujar Arya yang memang merasa tidak mungkin kalau Shen akan mau membujuk Aura, karena Arya sendiri juga sudah mendengar kata ketidaksetujuan Shen tadi.
Elis yang mendengar ucapan sang suami, yang meminta agar dirinya yang membujuk Aura, mencoba untuk menganggukan kepalanya meski sebenarnya Elis juga tidak merasa yakin dirinya akan mampu untuk membujuk Aura.
"Akan kucoba." Ujar Elis Yang hanya ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Arya.
Shen sendiri sebenarnya tidak benar-benar ke kantornya, melainkan menyusul Aura. Shen benar-benar begitu sangat mengkhawatirkan Aura, saat Shen melihat mobil Aura melaju dengan kecepatan begitu sangat tinggi.
Shen berusaha untuk menghalangi mobil Aura, karena Shen tidak ingin terjadi sesuatu dengan Aura.
Shen menambah kecepatan mobilnya hingga melewati batas rata-rata, dan Shen berhasil menghadang mobil Aura.
Hampir saja mobil Aura menabrak mobil Shen, tapi Aura berhasil mengendalikan mobilnya dan berhenti tanpa menyentuh mobil Shen. Aura menjatuhkan kepalanya pada setir mobil, dan menangis sesenggukan . Shen yang berhasil menghadang mobil Aura dengan cepat turun dari mobilnya dan mendekati mobil Aura, lalu membuka pintu mobil Aura tepat di samping Aura. Shen langsung menarik pergelangan tangan Aura, lalu membawanya ke mobilnya.
Setelah Shen dan Aura sudah berada di mobil Shen, Shen langsung memegang pundak Aura, dan ternyata sangat jelas Aura sejak tadi menangis karena melihat mata sembab Aura.
"Apa dengan mencelakai diri sendiri dapat menyelesaikan masalah? "tanya Shen dengan nada dinginnya.
" Paman, Kenapa Paman menghadang jalanku? Kalau Paman menghadang jalanku hanya untuk membujukku agar menikah dengan pria yang sudah disiapkan oleh Papa, lebih baik Paman pergi. Selama ini kalian pura-pura sayang sama aku, tapi pada akhirnya kalian tidak benar-benar menyayangiku! "Ujar Aura yang menangis sesenggukan, bahkan sampai tidak sadar mengeluarkan kata-kata kerasnya pada Shen.
"Pulang. Paman antar. Paman yakin, setelah kamu bisa berpikir jernih, kamu juga bisa memberi keputusan pada Papa kamu." Ujar Shen dengan penuh ketegasan.
Aura langsung mendorong tubuh Shen, dan keluar dari mobil Shen, lalu beralih ke mobilnya.
"Tenanglah, Paman, aku bisa pulang sendiri!" teriak Aura yang sebenarnya semakin membuat Shen sangat khawatir, tapi Shen membiarkan Aura pulang sendiri.
Setelah Shen melihat mobil Aura sudah pergi, Shen kembali menyalakan mobilnya dan kembali ke kantor.
Sesampainya di kantor, Shen mulai menyibukkan diri dengan pekerjaannya, karena Shen juga berniat untuk lembur.
Shen juga berpesan pada Sisi, asistennya, agar tidak menerima tamu terlebih dahulu sampai Shen menyelesaikan pekerjaannya.
Sisi benar-benar tidak mengganggu pekerjaan Shen, hingga jam 07.00 malam, Sisi terpaksa mengetuk pintu ruangan atasannya, untuk menyampaikan kabar buruk pada Shen.
Tok tok tok
"Masuk!" teriak Shen dari dalam, membuat Sisi langsung masuk meski sebenarnya masih ada ragu.
"Apa ada yang ingin bertemu?" tanya Shen dingin, dengan mata yang masih menatap pada tumpukkan kertas, serta tangan yang masih menari dengan ditemani oleh pulpen mahalnya di atas tumpukan kertas tersebut.
"Tidak ada, Tuan." Jawab Sisi yang disertai dengan gelengan cepat.
"Lalu?" tanya Shen yang merasa begitu tidak memiliki waktu banyak, untuk meladeni Sisi.
"Nona Aura, Tuan…." Ujar Sisi yang menjeda kalimatnya, membuat Shen yang mendengarnya langsung menghentikan gerakan tangannya, dan mendongak untuk menatap Sisi.
"Apa yang terjadi pada Aura?" tanya Shen dengan raut wajah yang terlihat panik.