Aku muak dengan Kamelia, dengan tanpa perasaan mempermainkan pernikahan yang akan di laksanakan dua Minggu lagi. Bagaimana aku harus mengatakannya pada orangtuaku? Persiapan mereka bukan main-main, bahkan telah memanggil sanak saudara untuk membantu. Tentu saja mereka amat antusias mengingat aku anak satu-satunya. Hanya bisa menghela napas gusar, dan berjalan menuju teras rumah yang sepi. Menatap langit yang cerah penuh bintang. Pikirku Kamelia akan menerima pernikahan yang akan di percepat. Ku kira dia akan sangat bahagia mendapati kabar bahwa secepatnya aku akan menjadi seorang suami untuknya. Justru kebalikannya. Kamelia marah, karena aku salah bicara. Bagaimana tidak, aku terbawa emosi. Gadis itu tak pernah mengatakan yang sejujurnya mengenai pekerjaan yang selama ini di geluti. Da