Pagi ini, suasana ruang kerja Sebastian tampak lebih tegang dari biasanya. Di balik kaca besar yang menghadap ke pusat kota, Sebastian duduk di kursinya dengan wajah pucat. Di meja, secangkir kopi yang biasanya langsung ia habiskan, kini hanya disentuh sekali lalu ditinggalkan begitu saja. Ardian yang sejak tadi memperhatikan akhirnya tidak tahan juga melihat keadaan bosnya itu.. “Tuan, dari tadi wajah Anda pucat sekali. Sudah dua kali saya lihat Anda menutup mulut karena mau muntah,” katanya cemas. “Mau saya panggil dokter perusahaan saja?” Sebastian akhirnya menyerah dan mengangguk pelan, tidak sanggup menjawab panjang. Tubuhnya terasa lemas, dan setiap kali aroma kopi atau parfum pengharum ruangan tercium, perutnya langsung bergejolak. Beberapa menit kemudian, dokter perusahaan data

