Langit malam masih gelap ketika Sebastian menghentikan mobilnya di depan sebuah apartemen cukup mewah di pusat kota. Lampu di lantai tiga masih menyala, pertanda Ardian belum tidur. Dengan langkah berat, Sebastian naik dan menekan bel. Tidak butuh lama sampai pintu terbuka, memperlihatkan Ardian yang hanya mengenakan kaus longgar dan celana pendek. “Bos? Jam segini?” serunya terkejut. Sebastian hanya tersenyum hambar. “Aku butuh tempat untuk mengeluh.” Ardian langsung mempersilakan masuk tanpa banyak tanya. “Masuk. Tapi jangan harap ada kopi enak. Yang tersisa cuma sisa semalam.” Sebastian duduk di sofa, menatap kosong ke lantai. Tatapannya kosong, bahunya merosot seperti kehilangan tenaga. Ardian menatapnya lekat-lekat, lalu duduk di seberang dengan ekspresi serius. “Baiklah, keluar

