Let's Love 4

1223 Kata
"Shadha?" Shadha menoleh saat suara lembut sang Bunda menyapa telinganya. "Kenapa, Bun?" "Kok Mbak kamu belum keluar kamar yah?" "Mungkin Mbak Shafa lagi istirahat, Bun." "Ini udah malem loh Sha, Mbak kamu juga belum makan." Shadha melihat wajah sang Bunda terlihat begitu cemas. Shadha melipat bibirnya. Apa dia ceritakan saja peristiwa tadi kepada sang Bunda? Shadha menggeleng, itu urusan Shafa dengan suaminya. Tapi, jika terjadi sesuatu pada Shafa bagaimana? Shadha serba salah. "Sha?" "Iya Bun?" "Mbak Shafa cerita nggak sama kamu tentang hubungan rumah tangganya sama Mas Zanet?" Shadha mengigit bibir bawahnya. Haduh, ini kenapa jadi ribet gua sih? Kenapa nggak tanya langsung sama mbak Shafa, Bunda keluh Shadha dalam hati. "Coba tanya sama Bunda deh, Shadha nggak mau ikut campur urusan rumah tangga Mbak Shafa." Shadha melihat Bunda semakin murung. Astaga! Shadha ingin sekali menggaruk rambutnya saat ini juga tapi dia dengan kuat menahannya. Kenapa harus seribet ini? Shadha mendekat ke arah Ibunya lalu duduk di sampingnya. "Sebenarnya apa ada sesuatu yang menganggu pikiran Bunda saat ini?" Bunda Arini menoleh. Dia meraih tangan Shadha lalu menggenggamnya dengan kuat. "Bunda lihat Mas kamu keluar dari hotel bareng perempuan." Mata Shadha membulat mendengarnya. Sejauh mana Bunda mengetahuinya? Sialan! Shadha mengumpat di dalam hatinya mengutuk Zanet dengan kasar. "Sekarang bisa kamu jujur sama Bunda, Sha? Apa Mbak kamu cerita sesuatu?" Bunda Arini menatap Putrinya dengan penuh harapan. Bunda Arini merasa ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Shadha dan Shafa padanya. Dia tahu jika Shafa lebih memilih bercerita pada Shadha di banding padanya. Jadi ada ke mungkinan Shadha tahu sesuatu tentang Shafa. Terutama beberapa hari yang lalu dia melihat menantunya keluar dari hotel bersama wanita cantik dengan pakaian yang lumayan terbuka. Ada rasa curiga di hatinya namun dia mencoba untuk tidak suudzon pada menantunya itu. Tidak mungkin Zanet berkelakuan seperti itu, orang tuanya pun menjamin jika Putranya tidak akan berani berbuat macam-macam di luar sana. Semoga apa yang Bunda Arini takutkan tidak terjadi. Shadha semakin di buat bimbang, apa dia akan mengatakan yang sebenarnya atau diam saja? Dia semakin menggerutu di dalam hatinya, Mbak Shafa kenapa Lo buat hidup gua penuh kebingungan gini sih teriak hatinya. "Sha, Bunda mohon?" Tatapan itu membuat Shadha benar-benar tidak bisa menolak. Shadha menarik nafas, lalu menghembuskan nya. "Shadha nggak tahu apapun tentang masalah rumah tangga Mbak Shafa sama Mas Zanet tapi tadi pagi ...." Shadha menghentikan ucapannya. Dia semakin bimbang, benarkah apa yang akan di katakan nya? Jika Shafa marah padanya bagaimana? Ini bukan haknya? Ini rumah tangga Shafa. Jika dia kembali ikut campur urusan rumah tangga mereka, itu tidak adil rasanya bagi Shafa. Tadi saja dia sudah salah karena terlalu ikut campur urusan rumah tangga keduanya. Tapi rasa kesal di rasakan olehnya, maka dari itu dia mengatakannya secara sadar. "Tadi pagi apa, Sha?" "I-itu ...." Shadha semakin kehilangan kata-kata. "Shadha jangan buat Bunda penasaran?" Bunda Arini semakin di buat khawatir. "Tadi pagi ad-" "Bunda?" Suara itu membuat Shadha dan Bunda Arini menolehkan kepalanya. "Mbak? Kamu baik-baik aja kan?" Bunda Arini bangkit lalu menghampiri Putri sulungnya. Shadha menghembuskan nafas dengan kasar. Dia mengusap wajahnya, untung saja Shafa datang, jika tidak habis sudah semuanya. Shafa dan Shadha saling bertatapan, Shafa memberikan senyum kecil padanya dan Shadha menganggukkan kepalanya. "Aku nggak apa-apa Bun cuman agak capek aja." "Bunda khawatir, takut mbak ada apa-apa. Mbak baik-baik aja kan sama Mas Zanet?" Shafa menatap Shadha saat Bunda mempertanyakan hubungannya bersama sang suami. Shadha menganggukkan kepalanya namun Shafa menggeleng pelan. Shadha menatap Shafa dengan pandangan memelas, ini waktunya Shafa memberi tahu sang Bunda. "Emm ... Bunda hari ini masak apa?" Bunda Arini menatap Shafa. Yeah, dia sangat yakin ada sesuatu yang di sembunyikan oleh anaknya. "Oseng tempe sama sayur bayam." Jawab Bunda. "Ya udah ayo kita kebawah, aku laper banget rasanya." "Tapi ...." "Ayo Bunda." Shafa menarik Bunda keluar dari kamar adiknya. Shafa memberikan isyarat pada Shadha dengan tangan dan Shadha menganggukkan kepalanya mengerti. Pintu kamar di tutup dari luar, Shadha menjatuhkan tubuhnya dengan kasar. Akhirnya, untung Shafa cepat datang jika tidak entah apa yang akan terjadi nanti. Shadha memejamkan matanya, sekarang dia sedang mencari tahu dimana orang tua kandungnya namun tidak ada satu pun yang di dapatkan olehnya. Shadha mengeluh, sudah bertahun lamanya mencari namun tetap tidak menemukan hasil. Suara pesan masuk dari ponsel miliknya membuat Shadha menoleh. Dia bangkit duduk lalu berdiri dan melangkah ke arah meja riasnya. Dia meraih benda pipih itu lalu menyentuh layarnya dua kali, kedua sudut bibirnya melengkung indah. Dengan cepat tangannya bergerak lincah menekan angka password di ponselnya. Membuka aplikasi w******p lalu masuk ke chat room. +62 889 9876 6789 Assalamualaikum, sayang. Me Wa'alaikumsallam Ada apa? Tumben nge-chat? +62 889 9876 6789 Emangnya nggak boleh? Me Bukan nggak boleh ih, cuman yah tumben aja gitu elo nge-chat gua. +62 8899 9876 6789 Ya udah kalau aku nggak boleh nge-chat kamu, aku pergi yah. Shadha membulatkan matanya saat melihat pesan yang Haidar kirim padanya. "Pergi? Mau pergi kemana dia?" Shadha menggembungkan pipinya. Me Mau pergi kemana? Shadha melihat pesannya sudah ber-centang biru namun Haidar tidak membalasnya. Shadha menghentakkan kakinya, dia kembali mengetik pesan. Me Haidar, mau kemana Lo? Kembali pesannya langsung ber-centang biru. Me Bagus ya cuman di read aja. Oke, pay! Shadha langsung memblok nomor Haidar. Dia melempar ponselnya dengan kesal lalu menarik kursi riasnya. Pergi? Haidar mau pergi kemana? Tumben banget dia mau pergi? Shadha menatap ponselnya lalu memalingkan wajahnya. Dia tidak boleh melihat ponselnya, biarkan saja di sana Haidar kesal padanya. Namun baru beberapa menit Shadha sudah meraih ponselnya, dia menatapnya lama namun sama sekali tidak ada balasan. Shadha kesal, dia akan membanting ponselnya namun ketukan di pintu membuatnya mengurungkan niat. Shadha menarik nafas lalu menghembuskan nya perlahan, dia memasukan ponselnya ke dalam laci meja rias miliknya. "Yeah masuk." Pintu terbuka menampilkan Shafa berdiri di sana. Shadha tersenyum lalu melambaikan tangan menyuruh sang Kakak masuk ke dalam. Shadha berjalan ke arah ranjang, duduk di ujung tempat tidur miliknya, menunggu langkah Shafa yang mendekat ke arahnya. Saat Shafa sudah duduk, Shadha menatapnya. "Udah makannya Mbak?" Tanya Shadha. "Udah." "Kok cepet?" "Mbak nggak selera buat makan, Sha." "Mbak masih mikirin perempuan tadi?" Shafa memandang Shadha lalu mengangguk pelan. "Gimana Mbak ke pikiran, Sha. Mas Zanet cinta banget sama dia dan Mbak nggak bisa lakuin apapun." Curhat Shafa. "Kata siapa Mbak nggak bisa lakuin apapun?" Shafa memandang Shadha. "Mbak itu istri Mas Zanet, Mbak yang berhak atas Mas Zanet jadi yang mesti Mbak pikirkan sekarang bagaimana supaya Mas Zanet berubah mencintai Mbak." "A-apa Mas Zanet bisa mencintai Mbak, Sha?" Tanya Shafa. Dia merasa ragu dengan pertanyaan nya sendiri? "Nggak ada yang nggak mungkin Mbak, aku yakin semuanya akan ada waktunya Mbak bahagia bersama Mas Zanet." Shadha tersenyum. Walaupun dalam hatinya dia merasa enggan mengatakan hal menggelikan ini namun dia merasa kasihan. Shadha malah berharap supaya Shafa bercerai dengan Zanet saja, harapan yang bahkan menurutnya gila. Shafa tidak akan mungkin menerima masukan darinya untuk bercerai dan lagi sepertinya Shafa sudah mencintai Zanet. Shafa memang tidak begitu banyak mengenal sosok pria, mengingat dia lebih banyak hidup di dalam pesantren. Berbeda dengannya, walaupun dia hidup di lingkungan agama yang begitu kental tapi Shadha memiliki kehidupan lainnya. Shadha pun tidak tahu sampai kapan dia akan seperti ini? Dan kapan dia akan berhenti memberontak? Yang pasti untuk sekarang Shadha lebih mengutamakan, bagaimana caranya mencari sosok orang tua kandungnya. Selagi menunggu kabar baik dari Haidar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN