13. Berbagi kebahagiaan

1795 Kata
"Sumpah lo, Ki? Si Pak Taren nyemprot Pak Karnaka kayak begitu?" Putri bertanya dengan nada kaget. Kilara spontan mengangguk cepat, "Sumpah, Mbak. Mulutnya pedes banget udah kayak seblak pake cabe sepuluh kilo." Tawa anggota squad pembuat keajaiban pun meledak. Mereka berenam sedang melakukan kegiatan mingguan mereka yang dilakukan setiap hari jumat setelah jam pulang kantor berakhir. Keenam anggota squad pembuat keajaiban itu berkumpul bersama demi melepaskan segala hal yang sudah mereka simpan selama seminggu belakangan sekaligus berbagi kebahagiaan dengan membicarakan atasan mereka yang super duper antik itu. Di hari kerja mereka terlalu sibuk dengan deadline mereka masing-masing. Kalau pun ada waktu untuk istirahat mereka tidak sempat mengeluarkan semua yang ingin mereka ceritakan sehingga mereka memutuskan berkumpul setelah pulang kantor di hari jumat dan hari ini Kilara menjadi orang pertama yang mengawali cerita mereka hari itu. Bagas menghentikan tawanya dan menatap Kilara sambil menggelengkan kepalanya, "Tapi ya, analogi lu lebay banget, Ki. Ya, kali seblak pake cabe sepuluh kilo. Meledak langsung tenggorokan sama usus pas makan." Kilara terkekeh, "Beneran sepuluh kilo, Mas. Kalo cabe sepuluh doang kurang pedes itu mah, Mas Bagas. Lagian gue kaget aja ada ya orang kayak Si Demon itu. Mulutnya enggak kenal sodara apa bukan, dia semprot aja sama kalimat ketusnya. Untung Pak Karnaka orangnya sabar." "Pak Karnaka bukan sabar, Ki. Gue yakin dia udah kebal sama mulut pedesnya Yang Mulia," Bima menimpali ucapan Kilara dengan cepat. "Tapi ya Pak Karnaka sama bos kita itu kepribadiannya bertolak belakang banget. Udah kayak air dan minyak yang enggak bisa bersatu." Ivan yang sedari tadi hanya tertawa sambil sibuk mengunyah camilan yang pria itu pesan akhirnya angkat suara juga. Kilara dan teman-temannya yang lain spontan mengangguk membenarkan ucapan Ivan. "Terus pulangnya lo jadi gimana kemaren itu?" Putri kembali bertanya pada Kilara sambil memasang wajah penasaran. "Untungnya gue kemarin pergi naik mobil kantor, Mba. Gue balik sama Pak Tarendra balik ke kantor terus gue pamit pulang naik ojek kayak biasa. Gue enggak kebayang kalau pas kemarin pergi naik mobilnya Pak Tarendra, mungkin di dalam mobil gue squat kali. Gue enggak berani menempelkan bokoong gue di kursi jok mobil karena keinget cerita kalian." Kilara menjawab dengan nada antusias menceritakan isi kepalanya saat itu sambil membayangkannya. Tawa para anggota squad pembuat keajaiban kembali meledak. "Ngambang gitu, Ki?" Bimo bertanya sambil tertawa terbahak-bahak dengan mata yang sudah mengeluarkan air mata. Kilara spontan mengangguk, "Ngambang gue kali sampe naik mobil pribadinya Pak Tarendra. Gue takut kejadian Mas Ivan kembali keulang sama gue." Ivan yang namanya disebut Kilara pun spontan mengumpat. "Ivan! Jangan duduki jok mobil saya seperti itu! Nanti jok mobil saya rusak!" Ivan melakukan impesonate layaknya ia adalah Tarendra Demonio Bagaskara membuat teman-temannya semua spontan tertawa terpingkal-pikal bahkan Bagas sudah memeganggi perutnya yang terasa sakit karena terlalu banyak tertawa. Ivan mengumpat lagi mengingat kejadian di masa lalu, "Sumpah gue sampe insecure sama berat badan gue sendiri waktu itu. Gue sampe cek apa gue obesitas tapi gue ya masih batas normal berat gue. Terus gue mikir emang waktu itu gue duduk seheboh apa sih sampe gue ditegur bisa bikin rusak jok mobil dia. Anjriiittt emang-emang itu bos satu!" "Dia mau kasih tau ke elo kalo mobil BMWnya baru, Van. Elo grasak-grusuk kali masuk ke dalam mobilnya waktu itu. Wajar kalo yang punya marah." Bagas menanggapi menggoda Ivan membuat Ivan kembali mengumpat dan tawa para anggota squad pembuat keajaiban terus menggema mendengar umpatan dan ungkapan hati Ivan. Semenjak itu para anggota squad pembuat keajaiban ingat kalau mereka tidak akan menaiki mobil pribadi bos mereka karena mereka tidak ingin mengalami apa yang Ivan alami. Kilara tertawa terpingkal-pingkal hingga wanita itu merasa perut dan rahangnya sakit karena kebanyakan tertawa. Anehnya Kilara dan teman-temannya selalu memiliki stok cerita pengalaman ajaib mereka bersama dengan calon pewaris kerajaan Track itu. Hal ini yang membuat Kilara bertahan bekerja di Track walau memiliki bos yang memiliki temperatur suhu yang dingin dan pekerjaan yang menumpuk layaknya daftar belanjaan. Kilara merasa memiliki sebuah keluarga lain yang membuatnya merasa nyaman. Khavi membuatnya merasakan kasih sayang yang luar biasa namun para anggota squat pembuat keajaiban membuat Kilara merasa hidupnya yang monoton itu semakin berwarna. "Tapi ada lagi yang lebih epic sih, Mas." Kilara berucap dengan nada ragu membuat perhatian teman-teman satu ruangannya langsung tertuju kepadanya. "Ada yang lebih epic?" Bagas bertanya memastikan sambil menatap Kilara. Kilara mengangguk pelan. Kilara melayangkan ingatannya ke beberapa hari yang lalu di malam saat ia terjebak hujan dan Tarendra tiba-tiba muncul dihadapannya dan mereka berdua makan bersama. Tarendra menatap makanan Kilara dengan sebelah alisnya yang terangkat, "Makanan kamu tidak kamu habiskan?" Kilara menggelengkan kepalanya, "Udah kenyang, Pak." Kenyang ngadepin Bapak. Tarendra mengerutkan alisnya menatap Kilara namun tidak lama kemudian pria itu memilih berdiri, "Tunggu saya disini. Saya mau cuci tangan dulu sekalian ke toilet. Saya antar kamu pulang." Kilara mendadak panik. Ingatan Kilara mengenai apa yang Ivan alami di masa lalu saat menaiki mobil pribadi milik Tarendra membuatnya bergidik ngeri dan Kilara yakin saat ini Tarendra sedang menggunakan mobil pribadinya karena ini sudah jam pulang kerja. "Eh! Gak usah repot-repot, Pak. Saya bisa naik ojek kok." "Gak usah ngebantah. Saya ke toilet sekalian cuci tangan. Kamu tunggu saya disini." Tarendra berucap dengan nada tegas artinya pria itu tidak mau dibantah. Kilara semakin panik. Wanita itu sepenuhnya sadara bahwa ia bisa dalam masalah kalau ia sampai diantar Tarendra, Kilara pun dengan cepat membungkus makanannya dan pergi meninggalkan meja tempatnya duduk bersama dengan Tarendra tadi. Kilara berjalan dengan cepat namun saat hendak mendorong gagang pintu masuk restoran cepat saji, langkahnya terhenti. "KILARA! MAU KEMANA KAMU?! DASAR BADUNG! DISURUH NUNGGU MALAH KABUR!" Kilara membulatkan matanya dan wanita itu spontan menoleh dan wanita itu melihat bagaimana seramnya wajah bosnya saat ini. Kilara dengan cepat memutar tubuhnya dan berlari keluar menerjang hujan dan beruntung ada sebuah taksi berhenti dipinggir jalan dan penumpang dalam taksi itu turun. Kilara buru-buru naik karena takut Tarendra menangkapnya dan sebelum masuk Kilara menoleh ke belakang dan mendapati Tarendra sedang hendak membuka pintu restoran cepat saji dengan wajah kesal khas milik pria itu. Kilara tersenyum menyeringai dan wanita itu dengan berani memberikan jari tengah pada Tarendra membuat pria itu membulatkan matanya. Kilara masuk ke dalam mobil dan di dalam mobil Kilara tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah kaget bosnya tadi. "WAH! RUPANYA ELO PELAKUNYA!" Wilson yang sedari tadi diam kini angkat suara. Pria itu sudah memasang wajah kesal dan dengan cepat pria itu menarik telinga Kilara. "Aduh! Sakit Mas Wilson! Duh! Demen banget jewer telinga orang sih lo, Mas!" "Masa bodo! Gara-gara kelakuan elo seharian temperatur suhu di kantor minus. Elo malah pake acara kabur lagi ke lapangan. Sialan ni bocah ya!" Wilson mencak-mencak setelah mendengar cerita Kilara. Bagas, Bimo serta Ivan tertawa mendengar cerita Kilara sementara Putri menggelengkan kepalanya, "Lo sih beneran badung, Ki. Lo bisa dipecat karena sikap lo itu. Itu enggak sopan banget dan kayak manusia enggak punya adab aja lo" Kilara meringis mengusap telinganya yang ditarik Wilson. "Ya, gue spontan aja sih, Mba. Abis dia itu nyebelin banget. Udah diluar jam kantor dan di luar kantor juga masih aja nyebelin. Bossy banget nyuruh-nyuruh gue padahal kan gue punya hak nolak dan gue udah nolak." Putri menepuk dahinya spontan mendengar ucapan Kilara sementara Bagas masih sibuk meredakan tawanya, "Tapi keliatannya si Kilara aman. Yang Mulia kaga gencet dia sampe gepeng padahal udah kasih dia jari tengah. Gue yakin sebenernya mood dia lagi bagus atau Yang Mulia sepenuhnya sadar kalau si Kilara itu karyawannya yang paling Badung." Ucapan Bagas membuat yang lain terkekeh sementara Kilara meringis. Julukan karyawan badung yang tersemat pada Kilara adalah julukan yang diberikan oleh Tarendra. Tarendra menatap tajam Kilara. "Kamu ingat kalau saya tidak setuju dengan desain kamu itu?" Kilara mengangguk santai, "Ingat, Pak." Tarendra memejamkan matanya sesaat meredakan emosinya kemudian kembali menatap Kilara, "Kalau kamu ingat kenapa kamu masih pakai desain kamu itu?" Kilara mengerutkan alisnya, "Saya yakin dengan desain saya, Pak. Buktinya klien kita suka dan dia mau menggunakan desain saya." Tarendra menyentuh keningnya yang terasa berdenyut, "Tapi desain kamu itu beresiko–" "Dan saya sudah jelaskan resikonya bahwa diperlukan perawatan ekstra karena material yang digunakan." Sambung Kilara cepat. Tarendra mendengus, "Kamu ini badung banget jadi karyawan. Suka benget bantah saya dan selalu jawab kalau saya ngomong." Kilara dengan santai menggendikkan bahunya tanpa menjawab apapun. Toh keinginan klien sudah terpenuhi walau perlu perawatan ekstra tapi kliennya setuju. Masalah seharusnya sudah selesai. Kilara malah heran kenapa bosnya ini malah belingsatan begini. Tarendra menghela nafas perlahan. "Lain kali cari alternatif untuk desain kamu. Saya tidak keberatan dengan desain dengan perawatan mahal atau apapun tapi kita tidak bisa datang pada klien hanya dengan satu desain saja. Kenapa saya tidak setuju dengan desain kamu supaya kamu punya dua opsi. Jika tadi klien tidak setuju dengan desain kamu, kamu masih punya cadangan desain lain. Kalau kamu tidak punya cadangan maka pertemuan tadi akan berakhir sia-sia, Kilara." Kilara mengangguk namun dalam hatinya wanita itu menggerutu. Seharusnya bosnya itu bilang saja langsung padanya untuk menyiapkan desain lain sebagai opsi, kenapa harus muter-muter bilang tidak setuju dengan desain yang Kilara kerjakan. "Lain kali kalau saya perintahkan langsung kerjakan. Jangan membantah apa lagi tidak melakukannya. Jangan suka bertingkah aneh-aneh yang bikin saya sakit kepala punya karyawan badung kayak kamu." Dan dari situ julukan karyawan Badung dimulai. Ya, Bagi Tarendra, Kilara adalah karyawan badungnya. Namun bagi Kilara, Tarendra adalah manusia yang berasal dari planet lain dengan berbagai julukan yang wanita itu sematkan karena tingkah bosnya yang menurut Kilara sering diluar nurul. Kilara dan teman-temannya masih bercengkrama satu sama lain hingga bunyi ponsel Kilara membuat perhatian Kilara teralihkan dan beberapa temannya ikut memperhatikan Kilara. Bos Kulkas : Saya kirim proyek baru ke portal kamu. Kilara mendengus membaca pesan yang dikirim oleh bosnya dan Bimo yang memperhatikan Kilara pun angkat suara, "Lo kenapa?" Kilara menyodorkan ponselnya pada Bimo dan Bimo serta beberapa temannya melihat ke arah ponsel Kilara dan tidak lama kemudian mereka tertawa. "Fix gila kerja." Ivan berkomentar. "Dia sering begitu juga sama gue. Hari minggu pun dia bisa kirim chat itu. Gila kerja emang sih. No wonder dia bisa sukses. Otaknya mungkin enggak pernah berhenti dipake buat mikir. Gue jadi mikir, Apa dia menikmati hidup kalo begitu?" Putri berucap sambil mengitarkan pandangannya pada teman-temannya. Wilson yang lebih banyak diam kini angkat suara, "Justru dia menikmati hidup dengan melakukan pekerjaan, Mbak. Otak dia dipake mikir terus makannya terasah beda sama otak kita yang dipake cuma pas jam kerja aja." Kilara terkekeh. Ucapan Wilson memang benar. Mungkin Tarendra malah akan merasa aneh saat pria itu tidak mengurusi pekerjaan. Di saat Kilara sedang memperhatikan percakapan teman-temannya, sebuah pesan lain masuk dan Kilara membulatkan matanya menatap horor layar ponselnya sendiri. Bos Kulkas : Sudah puas kamu dan teman-teman kamu membicarakan saya? Kilara spontan berdiri dari posisi duduknya dan mengitarkan pandangannya ke sekeliling ruangan mencari keberadaan bosnya. Namun hasilnya nihil. Tidak ada sosok pria itu di cafe tempatnya berkumpul saat ini. Sial! Gimana dia bisa tau?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN