9. Bos kenapa?

1375 Kata
"Bukannya tipe lo si Putri kenapa jadi deketin si Kilara?" tanya Tarendra dengan nada bingung. Karnaka terkekeh, "Putri emang tipe gue tapi dia kan udah mau nikah, Ren. Menurut lo aja masa gue deketin calon bini orang. Ngerusak hubungan orang dong gue. Karma masih ada kali, Ren. Sebelok-belonya otak gue, gue masih sadar dan masih takut karma." Tarendra mendengus, "Suka-suka lo deh. Paling pinter emang kalo ngomong lo sih. Mau deketin siapa itu urusan elo, yang penting jangan bikin rusuh di divisi gue. Gue acak-acak hidup lo kalo sampe divisi gue berantakan." Karnaka mendengus, "Anceman lo tuh." Tarendra Demonio Bagaskara adalah putra kandung Harun Bagaskara dan Citra. Tarendra memiliki dua adik, Anastasya Angely Bagaskara dan Gavriel Deo Bagaskara. Harun Bagaskara adalah putra sulung Salim Bagaskara pemilik sekaligus pendiri Track. Sementara itu, Karnaka adalah putra tiri dari Riyadi Bagaskara dan Rosi. Riyadi Bagaskara adalah adik Harun Bagaskara, Riyadi divonis tidak bisa memiliki keturunan dan Riyadi menikah dengan Rosi yang saat itu sudah memiliki Karnaka dan Riyadi memberikan nama Bagaskara pada Karnaka. Asal usul Karnaka ini hanya diketahui oleh keluarga inti Bagaskara dan Karnaka sendiri mengetahui jati dirinya saat ia beranjak remaja dari mamanya. Tarendra memandang datar Karnaka lalu pria itu memberi kode isyarat melalui tangannya agar Karnaka keluar dari ruangannya. Meladeni Karnaka tidak akan ada habisnya. Tarendra dan Karnaka memiliki hubungan baik tapi kedekatan mereka tidak bisa dikategorikan sebagai kedekatan yang intens karena ada batas yang tidak terlihat diantara keduanya dan batasan itu awalnya dibuat oleh orang tua mereka dan tanpa sadar keduanya terbiasa dengan hal itu. Karnaka menghela nafas panjang melihat isyarat yang Tarendra berikan padanya, "Gue serius soal keputusan Opa Salim, Ren. Lo harus bicara sama Opa. Gue bukan orang yang tepat buat pegang Track. Gue enggak mau nanti kedepannya kita bermasalah karena hal ini. Cukup orang tua kita aja yang enggak akur, kita jangan ikut-ikutan." "Gue enggak tertarik sama Track. Gue punya ambisi gue sendiri. Case closed." sambung Tarendra cepat. Karnaka mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Tarendra dan kekeraskepalaan khas Bagaskara membuatnya sakit kepala. Karnaka pun berdiri dari kursi yang ia duduki, "Terserah lo, deh. Intinya gue menolak dan gue kasih tau elo supaya elo siap-siap." Karnaka memutar tubuhnya hendak meninggalkan ruangan Tarendra namun pria itu menghentikan langkahnya dan kembali menghadap Tarendra, "Sebentar lagi jam makan siang. Gue pinjem staf lo ya. Gue mau pendekatan dulu. Siapa tau jodoh gue, Ren." Karnaka mengedipkan sebelah matanya pada Tarendra yang kini sudah memandang Karnaka dengan pandangan datar. Karnaka melambaikan tangannya pada Tarendra dengan santai melenggang keluar dari ruangan sepupunya itu dan pria itu mendapati Kilara dan Putri duduk di kubikel mereka. Kilara sedang fokus pada laptopnya sementara Putri sedang menghubungi seseorang melalui ponselnya sambil memandangi laptopnya. Karnaka mengenal Kilara sudah hampir dua tahun belakangan. Karnaka awalnya tidak berinteraksi langsung dengan Kilara namun suatu hari Karnaka akhirnya berinteraksi dengan Kilara dan Kilara berhasil membuat Karnaka takjub dengan wanita bertubuh mungil namun memiliki ketegasan dan pengetahuan yang tidak bisa diremehkan. Kilara dengan tegas mempertahankan desainnya dan pada akhirnya memang betul perhitungan Kilara dan dengan berbesar hati Karnaka harus mengakui kalau stafnya yang salah. Semenjak kejadian itu Karnaka mulai memperhatikan Kilara dan harus diakui Kilara memiliki pesona yang tidak bisa ia abaikan. "Hai, Kilara." Karnaka berdiri di depan kubikel Kilara dan tersenyum pada wanita itu. Kilara dengan sopan satunnya seperti biasa menjawab sapaan Karnaka. "Sudah selesai, Pak?" Karnaka mengangguk, "Cowok-cowok pada kemana? Kalian berdua aja?" Karnaka menunjuk Kilara dan Putri menggunakan telunjuk tangannya, "Jam makan siang sebentar lagi nih, kamu mau makan dimana? Saya ikutan dong." Kilara menoleh menatap Putri yang berada di sebelahnya, wanita itu masih sibuk dengan ponselnya dan wanita itu memberi isyarat Kilara untuk makan siang lebih dulu. Kilara pun kembali menatap Karnaka. "Mas Bagas sama yang lain pada liat medan proyek baru, Pak..." Kilara melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, "Loh, iya sudah deket jam makan siang, ya... Saya biasa sih makan di tenda pinggiran di gang belakang, Pak. Bapak mau ikutan?" Kilara ragu dengan ide Karnaka ikut makan dengannya karena ia tidak pernah melihat Karnaka makan di tenda pinggiran yang ada di gang belakang gedung kantor mereka sama sekali. "Yah, elah. Ki. Saya di proyek juga makan di warung proyek. Makan di warung tenda mah bedanya apa?" Kilara meringis, "Iya juga ya, Pak. Boleh tunggu sebentar saya simpan desain saya dulu, Pak?" Karnaka dengan cepat mengangguk, "Boleh. Saya tungguin." Kilara menyimpan pekerjaannya dan dengan cepat berdiri setelah pamit dengan Putri yang masih sibuk dengan ponselnya. Kilara berjalan bersama dengan Karnaka dan keduanya pun makan bersama di warung tenda belakang gedung kantor mereka. Kilara memesan mie ayam sementara Karnaka memesan nasi rames. "Kamu sering makan disini?" Karnaka bertanya kemudian mulai menyuap nasi rames yang menjadi menu makan siangnya hari ini. Kilara mengangguk, "Sering, Pak. Saya kesini kadang sendiri kadang sama anak-anak desain. Di sini enak, harganya terjangkau dompet saya dan yang pasti bikin kenyang." Karnaka tertawa mendengar ucapan jujur Kilara. "Kamu enggak suka makan di resto depan? Resto depan juga enggak mahal-mahal banget kan, Ki." Kilara memasang ekspresi bergidik ngeri. "Resto depan itu bahaya buat dompet saya, Pak. Dompet saya bisa sakit. Sekali makan di resto depan saya bisa makan disini tiga hari. Mending saya makan disini." Karnaka kembali tertawa mendengar jawaban Kilara yang lagi-lagi tidak terduga. "Kamu emang selalu ceplas ceplos jujur begini ya?" Kilara menggendikkan bahunya. Kilara sejujurnya bingung harus menjawab apa dan wanita itu memilih fokus pada mie ayamnya. Keduanya makan siang bersama dan saat makan siang mereka selesai Karnaka mengajak Kilara untuk mampir ke kedai kopi sejenak dan Kilara tidak keberatan sama sekali karena Kilara sendiri membutuhkan asupan kafein. Siang hari akan selalu menjadi ujian berat karena rasa kantuk mendadak bisa menyerangnya. Kilara dan Karnaka kembali ke kantor dan keduanya berpisah di lift. Keduanya turun di lantai tempat divisi mereka masing-masing. Kilara turun di lantai divisinya dan tiba-tiba wanita itu merasa hembusan angin dingin yang membuat bulu kuduknya seakan mendadak berdiri. Kilara melihat teman-temannya semua memasang wajah tegang dan dari posisinya Putri memberi kode pada Kilara melalui lirikan matanya agar Kilara cepat duduk. Kilara spontan mengerutkan alisnya dan wanita itu duduk dengan wajah bingung. Apa sesuatu sudah terjadi? Kilara pun dengan cepat melihat jam tangannya dan alis Kilara mengerut semakin dalam. Jam makan siang belum berakhir tapi kenapa suasana begitu mencekam seperti ini? Kilara menoleh pada Putri dan lagi-lagi Putri memberi kode melalui lirikan matanya. Putri menunjuk ponsel Kilara. Kilara tadi memang sengaja meninggalkan ponselnya dan ketika menatap ponselnya Kilara melotot. Sudah ada notifikasi sembilan pulu sembilan plus pada grup squad pembuat keajaiban dan yang paling penting ada sepuluh panggilan tidak terjawab dari Bos Kulkas. Kilara spontan meringis dan saat ingin membuka ruang chat squad pembuat keajaiban ponsel Kilara berubah tampilan. Nama Bos Kulkas muncul membuat Kilara spontan menarik nafas dalam-dalam sebelum mengangkat panggilan dari alam lain itu. "Udah selesai makan siang sama Karnaka?" Buset, dah! Bukannya asalamualaikum, malah ngegas aja ini orang. Beneran beda alam ini. Kilara jelas terkejut sambil menatap Putri yang kini juga sendang menatapnya, "Udah, Pak. Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Tarendra di ujung sana mendengus. "Saya teleponin kamu dari tadi." Kilara meringis, "Maaf, Pak. Saya enggak bawa ponsel. Jam makan siang, Pak. Ada apa ya, Pak?" Kilara masih berusaha sabar. "Desain kamu salah nih. Gambarnya kebalik." Tarendra berucap dengan nada sewot. Kilara mendadak merasa jantungnya berpacu cepat. Gambar terbalik? Kok terdengar fatal. Eh tapi yang terbalik apanya nih? Kilara spontan mengigit bibirnya takut. "Gambar yang mana ya, Pak?" "Makanya jangan pacaran aja terus sampe gambar aja sampe kebalik! Ke ruangan saya! SEKARANG!" Panggilan diputus sepihak oleh Tarendra dan jangan ditanya bagaimana perasaan Kilara saat ini. Kilara sudah takut setengah mati. Tarendra marah besar dan gelegar teriakan Tarendra bahkan terdengar hingga ke ruangan Kilara karena pintu ruangan pria itu tidak tertutup sempurna dan efeknya? Jelas satu ruangan mendadak ketakutan. Kilara berdiri dari tempatnya sambil memasang wajah memelas menatap teman-teman satu ruangannya satu per satu dengan tatapan seakan-akan bertanya, 'Bos kenapa siihhhh?' dan teman-teman Kilara hanya bisa menggendikkan bahu mereka dan memberi kode pada Kilara melalui lirikan mata mereka untuk segera masuk ke dalam ruangan Sang Demon. Menjadi anak buah Tarendra membuat para anak buahnya spontan memiliki kemampuan baru. Mereka bisa berbicara hanya melalui lirikan mata mereka dan kini semua lirikan mata seakan menyuruh Kilara untuk segera masuk ke dalam ruangan bos mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN