1. Hih! Sakit kali ini orang!

965 Kata
“Kamu ini adiknya Khavindra Agung, kan?” Suara bariton itu menyapa pendengaran Kilara. Kilara sedikit mengerutkan alisnya mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut pria itu namun perlahan Kilara mengangguki pertanyaan itu. Memang benar ia adalah adik dari Khavindra Agung. Kilara ingat bahwa pria diseberangnya kini adalah teman dari kakaknya. Walau pria itu nampak berbeda dengan teman kakaknya yang ia ingat karena penampilannya berubah dari anak SMA menjadi seorang pria dengan pakaian seorang eksekutif muda namun Kilara masih bisa mengingat wajah itu. Walau demikian Kilara tidak ingat nama teman kakaknya itu. Dulu kakaknya memang cukup sering membawa teman-temannya ke rumah dan pria dihadapannya ini termasuk yang sering datang ke rumah sehingga Kilara sering berpapasan dengan pria ini. Sejujurnya Kilara bingung dengan arti tatapan pria yang dihadapannya itu namun Kilara tetap diam tidak ingin salah bicara yang mengakibatkan dirinya sendiri rugi. “Apa motivasi kamu melamar pekerjaan di perusahaan ini?” Kilara diam beberapa saat. ‘Oh... mungkin ini adalah sesi lanjutan dari serangkaian interview yang harus gue jalanin ini... Baikkkk,’ ucap Kilara dalam batinnya. Kilara kembali memasang wajah serius layaknya tadi saat masih dalam sesi interview tadi. “Motivasi saya masuk ke perusahaan ini karena perusahaan ini adalah perusahaan besar yang sesuai dengan kemampuan yang saya miliki. Saya ingin belajar sesuatu yang baru melalui posisi yang saya lamar di perusahaan ini dan mencari penghasilan yang lebih dari yang saya dapat sekarang.” Kilara menjawab singkat. Bagi seorang pekerja, berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya yang memiliki penawaran dan jenjang karir yang menggiurkan bukanlah sebuah hal yang aneh. Hal ini dilakukan selain untuk mencari pendapatan yang lebih besar. Berpindah ke sebuah perusahaan ke perusahaan lainnya adalah upaya untuk mencari tantangan baru atau suasana baru dalam bekerja agar si pekerja tidak bosan dan juga memiliki jenjang karir yang jelas bisa membuat nilai CV mereka lebih baik dimata HRD perusahaan. Namun senyum sinis malah terbit di wajah teman kakak Kilara yang sampai saat ini Kilara tidak ingat siapa namanya itu dan pria itu pun tidak menyebutkan siapa namanya juga. Senyum sinis itu jelas terlihat membuat Kilara kebingungan dengan arti senyuman itu namun wanita itu berusaha menjaga ekspresinya. Kilara Daniella, seorang wanita berusia dua puluh lima tahun lulusan fakultas arsitektur itu sudah empat tahun bertahan menjadi seorang staf desain dan kini wanita itu tengah mencoba peruntungannya untuk naik menjadi seorang supervisor dengan mencoba sebuah lowongan pekerjaan pada sebuah perusahaan besar bernama Track Construction. Kilara mendengar lowongan pekerjaan itu dari salah satu temannya, Eka yang bekerja di Track namun berada di divisi keuangan. Kilara pun mencoba peruntungannya dengan memasukan lamaran kerjanya dan wanita dengan rambut panjang dengan tinggi seratus enam puluh sentimeter itu berhasil mendapatkan panggilan dan baru saja selesai melakukan serangkaian sesi interview pada perusahaan tersebut. Namun alih-alih pulang setelah melalui serangkaian sesi interview yang barusan ia jalani, Kilara kini malah duduk berhadapan dengan seorang pria yang sedari tadi pun sudah ia lihat sejak sesi tanya jawab interview antara calon karyawan dengan pihak Track Construction. Kilara duduk di kursinya berusaha bersikap setenang mungkin disaat pria yang duduk di seberangnya malah menatapnya dengan tatapan tajam. “Kamu masih ingat saya?” tanya pria itu lagi. Kilara mengangguk, “Teman sekolah kakak saya dulu, kan?” Walau Kilara tidak ingat namanya. Pria ini bertanya mengenai kakaknya jelas kalau dia ini mengenal kakaknya dan mungkin teman sekolah kakaknya. Pria itu menatap Kilara semakin tajam, “Kamu sengaja masuk perusahaan ini?” Kilara mengangguk lagi, jelas ia sengaja karena Track adalah sebuah perusahaan besar yang jelas bisa membuatnya memiliki penghasilan dan riwayat CV yang baik nantinya. Sebuah dengusan kesal dari pria itu membuat Kilara semakin kebingungan namun Kilara masih mencoba menjaga ekspresinya. ‘Ini orang kenapa, deh? Ada masalah sama Kak Khavi apa bagaimana, deh?’ Pria itu masih menatap Kilara dengan tatapan tajam dan tiba-tiba pria itu buka suara, “Saya tegaskan sama kamu walau kamu adiknya Khavi tapi saya tidak akan memberikan perlakukan khusus sama kamu supaya kamu lolos.” Kilara mengerutkan alisnya, “Maaf?” Pria itu mendengus kesal. “Saya yakin kamu ingat sama saya karena kamu tersenyum santai sama saya saat kita awal bertemu disaat calon karyawan lain menatap saya dengan pandangan segan.” Kilara mengerutkan alisnya semakin dalam, “Bapak–“ “Saya tidak akan meloloskan kamu bekerja di Track walau kamu adalah adik Khavi. Kamu harus masuk ke Track dengan kemampuan kamu sendiri. Jangan senyum-senyum sama saya karena senyum kamu enggak mempan buat saya!” Pria itu dengan tidak sopannya memotong ucapan Kilara sambil memasang ekspresi menyebalkan dengan menaikkan sedikit dagunya dan bersedekap menatap sinis Kilara. Kilara membulatkan matanya tertegun karena kaget mendengar ucapan pria dihadapannya itu dan kehilangan kata-katanya hingga pria itu pergi meninggalkan ruangan tanpa mengucapkan apapun lagi membuat Kilara spontan menolehkan kepalanya ke arah pintu keluar. ‘Kampret! Hih! Sakit kali ini orang! Gue senyum bukan mau sok deket sama elo bangkhe! Gue lagi interview ya gue mesti senyum masa gue kudu nangis darah!’ Sementara itu di sisi lain Tarendra Demonio Bagaskara, pria yang tadi duduk dihadapan Kilara tersenyum sinis dan berdiri melihat keterdiaman wanita dihadapannya. Tarendra sudah sering bertemu dengan manusia-manusia minim kemampuan tapi berharap berada di posisi tinggi dengan mudah melalui jalur koneksi. Tarendra muak dengan manusia-manusia seperti itu sehingga Tarendra memutuskan memperingatkan wanita itu lebih dulu. Tarendra harus memberi peringatan di awal walau mereka saling mengenal Tarendra harus memberi batas karena Tarendra tidak ingin merekrut seorang karyawan yang tidak memiliki kemampuan. Ia tidak mau rugi membayar gaji seorang karyawan yang mengandalkan koneksi bukannya kemampuannya sendiri. Selain itu Tarendra merasa harus berjaga-jaga kalau sampai adik dari teman SMAnya itu memang berhasil diterima di Track agar wanita itu tidak bersikap menyebalkan dikantor dan membuatnya sakit kepala nantinya. Tarendra pun berdiri dari posisi duduk pria itu meninggalkan adik dari teman SMAnya itu seorang diri di dalam ruangan. Urusannya sudah selesai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN