Pagi-pagi sekali Ursulla datang ke hotel dengan menenteng koper serta tas ransel yang terlihat begitu berat di punggung mungilnya. Ia menyapa satpam hotel kemudian dengan susah payah menyeret kopernya masuk.
"Selamat pagi." Sapa seorang karyawan dengan senyum santunnya.
Ursulla membalas senyum lalu bedecak, "Sudahlah Sora kau tak perlu menyambutku seperti itu."
Yang disebut namanya mendelik saat menyadari siapa orang yang telah ia sapa barusan, "Astaga... Ursulla. Hampir saja aku mengira kau pengunjung hotel ini."
Ursulla meringis, "Apa aku terlihat punya banyak uang untuk menginap di sini?"
Pertanyaan Ursulla membuat Sora terkekeh, lalu perlahan terhenti saat ia menelisik penampilan Ursulla dengan bawaan yang cukup banyak seperti hendak pindah rumah. "Apa kau mau tinggal di MES karyawan Sulla?" tanyanya.
Ursulla menggeleng lantas berkata, "Aku akan tinggal di tempat yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya, Hahaha." Ursulla tertawa sinting. Sejujurnya ia sendiri tak tahu harus senang atau khawatir dengan tinggal di kamar VVIP bersama tuan R. Yang jelas ia sangat beruntung sempat menikmati tidur di ruangan berkelas khusus kalangan elite itu.
Sora mengernyit penasaran lalu atensinya teralih ketika Gunia menyapa mereka.
"Bu manager." Ursulla maupun Sora menunduk hormat ketika Gunia menghampiri mereka.
Gunia memincing sebelah alis saat melihat penampilan temannya ini. Kalau Sora dia memang tinggal di MES jadi tak heran jika ia mendapat giliran jaga di pagi buta. Sedangkan Ursulla.... Melihat pakaian serta barang bawaan Ursulla membuat Gunia penasaran.
"Ahh... Aku belum memberitahumu ya?" Ursulla rupanya menangkap rasa heran di benak sahabatnya itu, "Begini Gunia, selama menjadi butler tuan R aku diharuskan tinggal bersamanya."
"APA?" Keduanya sontak terperangah tak percaya akan yang dikatakan Ursulla barusan.
Ursulla hanya meringis dan akhirnya menceritakan semua mengenai sebab akibat dirinya diharuskan tinggal di sana.
****
"Begitulah." Ursulla mengakhiri penjelasannya sembari menggidikkan bahu. "Aku tau kalian pasti kaget, aku sendiri juga tak percaya dengan semua ini."
"Waow... Kau sangat beruntung." Sora tak bisa menyembunyikan rasa irinya ia menyenggol pinggang Ursulla, "Aku sangat iri sekali padamu. Aku juga ingin tinggal di kamar VVIP." Ucapnya dengan mata berbinar penuh harap.
Sementara Gunia hanya terdiam memasang wajah datar sebelum akhirnya mengulas senyum, "Kau beruntung Sulla... Tapi kau harus hati-hati! Dan bekerjalah dengan baik Sulla. Semangat."
Ursulla menimpalinya dengan anggukan penuh semangat, "Sudah dulu ya... Aku mau ganti seragam." Ursulla pun melenggang pergi meninggalkan dua temannya yang masih berdiri menatapnya.
"Oww ya bu manager. Kenapa pagi-pagi sudah datang?" Atensi Sora beralih ke Gunia.
"Aku tak mau terjebak mancet." Jawab Gunia kemudian melangkah pergi.
****
Ursulla melangkah ke ruang VVIP. Sepi, mungkin tuan R masih tidur. Dengan hati-hati ia pun masuk menyiapkan segala keperluan tuan R di pagi hari mulai dari handuk bersih, sarapan serta jus wortel kesukaan tuan R. Itu informasi dari direktur Hito mengenai apa saja yang harus Ursulla lakukan. Sebagai pelayan pribadinya, Ursulla bebas keluar masuk kamar VVIP namun juga tidak boleh menyalahi aturan yang ada. Dia harus tetap menjaga kaidah-kaidah yang berlaku sebagai karyawan di hotel ini.
Ursulla melangkahkan kakinya dengan penuh kehati-hatian dan dibuat sebisa mungkin tak menimbulkan suara. Ia menata piring di meja makan lalu meletakkan sarapan serta jus di sana. Setelah selesai, tugas wajibnya ialah membangunkan tuan R dari tidurnya. Ursulla menelengkan kepala berpikir, bagaimana cara membangunkannya? Tidak mungkin bukan dirinya langsung nyelonong masuk begitu saja ke ruang tidur tuan R.
Perlahan Ursulla melangkah, tepat di pintu ruang tidur tuan R dengan ragu Ursulla hendak mengetuk pintu tersebut. Sampai sebuah suara menyentakknya, membuat ia berjingkat saking kagetnya.
"Sulla."
Ursulla menolehkan kepala lalu memutar pandangan mencari arah suara itu. Rupanya tuan R sudah terbangun dan berada di ruangan gym yang merupakan fasilitas bagi tamu VVIP, pria itu sedang berolahraga menggunakan treadmill. Menyadari Ursulla telah melihatnya, tuan R mematikan treadmill kemudian melangkah mendekati Ursulla.
Sejenak Ursulla terkesima dengan penampilan santai tuan R ini. Pria itu memakai kaos putih berlengan buntung dengan celana pendek se betis Tubuhnya dipenuhi keringat khas seseorang habis olahraga. Meski berpenampilan seperti itu, tuan R tetap luar biasa tampan dan juga penampilannya dengan pakaian tak resmi ini membuatnya terlihat mudah di dekati.
"Kau pasti akan membangunkanku ya?" Seru tuan R.
Ursulla mengerjap lalu menunduk, "Ya tuan.. Maaf saya pikir anda belum bangun."
Tuan R tersenyum samar lalu menyenderkan tubuhnya ke sisi pintu ruang gym. "Salah satu tugasmu memang harus membangunkanku setiap pagi nanti, tapi sayangnya aku selalu bangun pagi." Ucapnya.
Ursulla masih bergeming dan hanya menatap tuan R lalu mengangguk mengerti. Pantas saja tuan R punya badan bagus dan proporsional mungkin dibentuk dari hasil olahraganya setiap pagi. Batin Ursulla.
"Apa kau akan tetap terus berdiam di situ Sulla? " Gumam tuan R.
Ursulla tegelak menyadari bahwa dirinya harus memberikan handuk ini untuk tuan R. Sedikit takut Ursulla melangkah mendekati tuan R yang masih menyenderkan tubuhnya dengan pandangan menunggu. Menunggu gadis itu memberikan handuk.
"Ini tuan dan maaf atas keterlambatan saya." Ucap Ursulla tak berani menatap langsung ke arah netra tuan R yang dirasa penuh intimidasi.
Tuan R mengangkat sudut bibirnya memperhatikan sikap Ursulla yang begitu takut dengannya. Lalu menerima handuk tersebut tanpa kata-kata lantas mengelap keringatnya.
"Saya sudah siapkan jus serta sarapan untuk anda tuan." Ucap Ursulla.
Tuan R hanya mengangguk dan segera menuju ruang makan diikuti Ursulla di belakangnya. Sebagai butler yang baik, cepat-cepat Ursulla menarik kursi untuk tuannya itu duduk. Kemudian mengambilkan nasi beserta lauk pauknya di piring tuan R.
"Silahkan dinikmati tuan." Ursulla mengulas senyum, sedikit membungkuk hendak pergi. Tapi sayangnya sekali lagi tanpa diduga tuan R menghentikan langkahnya dengan sebuah pertanyaan.
"Kau sudah sarapan?"
Ursulla terkesiap, "Eh... Sudah tuan."
Tuan R mengangkat sebelah alis melirik jam, "Benarkah?"
"Ya tuan."
"Jam berapa kau bangun tadi?"
Ursulla mengernyit, kenapa tuan R menanyakan hal seperti itu. Tapi pertanyaannya hanya bisa ia simpan dalam hati.
"Jam empat tuan."
"Jam berapa kau berangkat dari rumah?" Tuan R masih bertanya tanpa melihat lawan bicaranya ia sibuk memotong apel.
"Hmm... Sekitar jam 5 tuan."
"Berarti kau membohongiku." Tuan R bergumam, lantas menghentikan kegiatannya mengiris apel dan meletakkan pisau ke atas meja. Kali ini ia menatap Ursulla yang dipenuhi kebingungan.
"Membohongi anda, maksudnya?" Tanya Ursulla.
Tuan R menatap Ursulla penuh perhitungan, "Jika bangunmu saja jam 4 dan berangkatmu dari rumah jam 5, berarti kau membutuhkan waktu untuk mandi serta berias paling tidak 30 menit lebih. Belum lagi harus menunggu angkot yang pasti akan memakan waktu, dan perjalanan dari rumahmu sampai ke hotel ini menempuh waktu sekitar 30 menit. Tak mungkin kau bisa sampai di sini kurang dari jam 6, itu berarti kau pasti melewatkan sarapanmu bukan?"
Ursulla meneguk ludah, kenapa tuan R bisa merincikan setepat itu? Ursulla memang tidak sempat membuat apalagi memakan sarapannya agar bisa sampai hotel sepagi mungkin. Mendadak wajah Ursulla memerah karena malu telah ketahuan berbohong.
Menyadari rona merah di wajah gadis itu, tuan R melembut, "Sarapanlah bersamaku!"
Ursulla seketika mendongak menatap tak percaya apa yang telah didengarnya tadi. Seorang pelanggan dengan baiknya mengajak pelayannya sarapan? Astaga benarkah?
"Terimakasih tuan, tapi ti... tidak usah tuan. Saya bisa sarapan di luar.
Tuan R mengerutkan kening tak suka, " Apa kau menolakku?"
Ursulla tergelak, "Bu... Bukan begitu tuan saya tak pantas ma-."
"Duduklah dan sarapan bersamaku. Ini perintah!" Tuan R langsung memotong perkataan Ursulla dengan ucapannya yang begitu memaksa.
Sekujur tubuh Ursulla meremang antara takut dan juga sungkan. Dengan ragu ia akhirnya duduk di depan tuan R.
Ekspresi tuan R yang sempat mengeras kembali melunak lega. "Sarapanlah dengan nyaman. Aku tak suka sarapan sendiri." Kali ini giliran tuan R yang meladeni Ursulla.
"Tidak usah repot tuan, biar saya sendiri." Cegah Ursulla.
Tapi tuan R yang keras kepala tetap menuangkan nasi serta potongan daging ke piring gadis itu. "Selamat sarapan."
Ursulla menjadi tidak enak dan mengangguk kikuk, "Selamat sarapan juga."
****
Ursulla hanya mengaduk-ngaduk makanan itu tanpa menyentuhnya. Tangannya gemetaran, Ursulla berpikir tuan R baik juga dengan mengajak seorang butler makan semeja bersamanya. Jarang sekali orang kaya melakukan hal itu. Tapi dirinya juga takut, sungkan, grogi sampai rasanya tak bisa menelan sarapan itu. Aura tuan R begitu mengintimidasi apalagi dirinya hanya seorang pelayan dan harus sadar diri tidak boleh lancang.
Lambat-lambat Ursulla mencuri pandang ke arah tuan R yang sibuk makan dengan tenang tanpa risih akan kehadiran dirinya.
"Apa kau akan terus mengaduk-aduk makanan itu?" tiba-tiba tuan R berseru membuat tubuh Ursulla menegang.
"Sa... Saya hanya merasa tak enak tuan."
Tuan R meletakkan sendoknya, menatap Ursulla dengan tajam, "Tak usah merasa tak enak. Hmmm... " Tuan R lalu bertopang dagu, "Apa kau perlu aku suapi?"
Seketika itu juga Ursulla menggeleng cepat dan segera menyantap sarapannya dengan rasa terpaksa.
Tuan R menyunggingkan senyum melihat ekspresi gadis itu. Ahh betapa menyenangkannya menggodanya.
****
Tuan R sudah mandi dan berpakaian rapi seperti biasa dengan setelan hitam membalut tubuhnya. Para pengawalnya juga telah datang, pertanda bahwa hendak menjemput tuan R keluar dari hotel.
"Sulla, kau bisa membawa barang-barang mu ke ruang tidur si sebelah kamar tidurku. Aku akan pergi dulu." Ucap tuan R.
Ursulla mengangguk mengerti. Lalu sepeninggal tuan R, Ursulla langsung membawa barang-barang nya ke tempat yang disebutkan tuan R tadi. Ia tak bisa menyembunyikan rasa takjubnya, lama ia mencermati seluruh area kamar VVIP ini. Mengagumi dengan seksama, luar biasa mewah dan indah. Kamar ini seperti masion elite, dengan tata ruang serta fasilitas yang begitu bagus. Ahh... Orang kaya memang selalu dipermudah.
Sejak dua hari kemarin menjadi butler tuan R, Ursulla belum sempat menikmati dengan jelas dan mengagumi keindahan yang tersaji di kamar ini karena terfokus pada tugasnya. Baru inilah dia menikmati dengan seksama.
Ursulla masuk ke dalam kamar tidur yang ditunjukkan tuan R tadi. Ursulla tak bisa berhenti untuk mengucap syukur. Bahkan ia hampir meloncat kegirangan, astaga mimpi apa dia bisa merasakan tinggal di kamar VVIP ini. Ia mencoba merebahkan diri di kasur yang elegen itu. Empuk sekali dan amat sangat nyaman.
Ursulla terkekeh geli, menyadari tingkah konyolnya. Ya ampun, betapa kampungannya dirinya. Padahal ia adalah karyawan hotel ini, namun ia sendiri seperti orang asing yang baru pertama menginjakan kaki di bumi ini.
Ya Tuhan terimakasih untuk semuanya. Batinnya penuh syukur.
****
"Gadis itu takut padaku."
Direktur Hito terkekeh geli mendengar keluhan tuannya itu.
"Mungkin dia hanya sungkan pada anda tuan, mengingat dia adalah pelayan anda." Ucap direktur.
"Tapi aku sudah mencoba bersikap ramah dengannya."
Direktur Hito tersenyum maklum, "Mungkin anda harus sedikit melembutkan hati... Mengingat aura anda yang begitu mengintimidasi...." Direktur Hito enggan melanjutkan kata-katanya saat tuan R menyimpitkan mata tajamnya. Kemudian ia berdehem, "Anda hanya perlu bersabar tuan."
Tuan R bersendekap, "Ya aku tahu." Lalu ia kembali melirik direktur Hito, "Dan apa kau yakin saat ini dia tidak dekat dengan siapapun?"
"Saya yakin tuan. Dia tidak pernah terlihat jalan dengan pria manapun."
Tuan R mengangkat sudut bibirnya senang, "Lalu apa dia tetap melakukan kencan bodohnya itu?"
"Tidak tuan, saya bisa memastikan itu."
Tuan R terlihat lega, "Bagus... Kau memang selalu bisa diandalkan direktur. Ahh seandainya kau masih terus menjadi ajudanku."
"Meski status saya sebagai direktur saya tetap akan selalu menjadi ajudan anda tuan. Saya akan selalu menjadi tangan kanan anda." Ucap direktur Hito.
Tuan R menggaguk, "Ya aku tahu." Ekspresinya berubah serius, "Dan saatnya aku bergerak dengan tujuanku sebenarnya. Menghancurkan hotel ini."
****