Sekeluar dari kamar, Aska pergi keluar rumah, masuk ke mobilnya. Dia minta sopir mengantar ke kafe terdekat. Dihubunginya Haris dan Tian untuk menemani. Dia tidak punya teman. Orang terdekatnya hanya sang dokter dan sekretarisnya itu. Tidak berapa lama menunggu, Haris dan Tian tiba di waktu yang hampir bersamaan. Keduanya duduk berdekatan di hadapan Aska. “Ada apa dengan wajah Bapak?” tanya Tian, saat melihat wajah Aska yang bekas pukulan. Haris juga bertanya, “Kenapa tidak ke rumah sakit?” Aska diam saja. Kedua orang yang baru datang saling pandang, lalu mengedikkan bahu bersamaan. Tanpa membuka suara, mereka menunggu pria yang menghubungi itu untuk berbicara. Sekitar tiga puluh menit kemudian, Haris tidak tahan diam lagi. Perutnya pun sudah berbunyi. “Aku belum makan malam. Boleh