Aska berdiri, lalu memunguti bantal dan guling yang telah dibuang sang istri. Kemudian dia bawa keduanya ke sofa. “Sepertinya perasaan Bapak tidak sepenuhnya ditolak,” bisik Sabila. Aska melirik gadis yang sudah berhenti berpura-pura itu. "Entahlah. Aku tidak yakin." “Nyonya mungkin tidak menyadari perasaannya untuk Bapak, atau, dia tidak mau mengakui perasaannya karena beberapa hal yang menjadi pertimbangan.” “Apa menurutmu begitu?” Sabila mengangguk. “Kalau Nyonya benar-benar tidak peduli, Nyonya tidak akan membuang bantal dan guling Bapak.” Sejak kapan membuang bantal dna guling menjadi standar ada atau tidaknya perasaan seseorang? “Ternyata Nyonya bisa bertingkah kekanakan juga ketika marah. Bukankah dia sangat menggemaskan?” “Memang.” “Lalu apa lagi yang Bapak khawatirkan?”