Malam itu, setelah Zio pulang dari restoran dan memastikan semua pekerjaan beres, ia naik ke lantai dua dengan langkah pelan sambil membawa satu piring besar berisi buah potong: alpukat, pir, pepaya, dan sedikit apel hijau—semua buah yang disarankan dokter untuk memperkuat nutrisi Gia. Lampu kamar tidak terlalu terang, hanya lampu tidur yang menyala lembut. Gia sudah duduk bersandar di kepala ranjang sambil membaca buku kecil tentang kehamilan. Begitu pintu terbuka, Gia menoleh. “Mas?” Zio tersenyum lembut. Senyum yang terasa berbeda—lebih hangat, lebih penuh sayang… dan sedikit emosional, karena pikirannya masih dipenuhi kenyataan bahwa istrinya sedang mengandung tiga bayi. “Aku bawain buah aku potong sendiri,” katanya sambil mendekat. Gia memperhatikan piring besar itu. “Wah… banya

