Zio menggeleng samar. “Nggak apa-apa. Aku cuma merasa... mungkin, aku harus ada di situ—untuk mengenalnya lebih jauh.” Mobil itu terus melaju menembus jalanan malam yang lengang, sementara di rumah, Gia masih berdiri di depan pintu, menatap pendar lampu mobil yang perlahan menjauh—dan untuk alasan yang belum ia pahami, hatinya terasa bergetar lembut malam itu. Setelah Zio dan Razka pamit, suasana rumah kembali tenang. Hanya suara jam dinding yang berdetak pelan menemani malam itu. Gia baru saja menutup pintu ketika Farid memanggilnya lembut dari ruang tamu. “Gi, sini dulu nak. Ayah mau bicara sebentar.” Gia menoleh, lalu berjalan mendekat. Ia duduk di sofa berseberangan dengan ayahnya. Wajah Farid terlihat tenang, tapi dari sorot matanya jelas sekali ia sedang memikirkan sesuatu yang s

