Gia tertegun beberapa detik ketika mendengar suara. “Gia…” Tubuhnya refleks berbalik. Dan di sana —. Romy. Wajahnya tampak lelah, tapi matanya masih sama: hangat dan penuh penyesalan. Untuk sesaat, udara di sekitar mereka terasa membeku. “Kamu?” suara Gia nyaris bergetar, namun ia berusaha menegakkan bahunya. “Ada apa, Rom?” Romy menunduk sejenak sebelum menjawab, “Aku cuma… mau minta maaf, Gi. Aku pengecut.” Gia menatapnya lama — bukan dengan kemarahan, melainkan campuran iba dan kecewa yang begitu dalam. Lalu ia tersenyum tipis, meski matanya berkaca-kaca. “Sudahlah, Rom. Nggak perlu minta maaf lagi. Mungkin… memang kita bukan jodoh.” Suara Gia tenang tapi tegas. Namun sebelum Romy sempat menjawab, sebuah taksi berhenti tepat di depan toko. Pintu terbuka dan seorang wanita tur

