4. PENCARIAN REZA

1069 Kata
Reza menyandarkan tubuh di kursi kebesarannya menghadap jendela besar yang ada di belakang meja kerja. Mata Reza terpejam dengan dahi yang berkerut menandakan kalau dia sedang berpikir keras. Sejak kemarin, perkataan Ady terus terngiang di kepalanya hingga membuat Reza sulit berkonsentrasi dalam bekerja. Reza tahu Ady hanya asal bicara saat mengatakan kalau dia telah menghamili seorang wanita. Namun, hal itu justru membuat Reza terus memikirkan kejadian yang telah terjadi beberapa bulan yang lalu. Reza ingat dengan jelas kalau dia tidak memakai pengaman saat berhubungan dengan Rani. Dan Reza tidak hanya sekali melakukan hal itu dengan Rani. Walau kecil kemungkinannya, tapi bisa saja Rani hamil karena kejadian malam itu. Reza tidak tahu kabar Rani sekarang. Setelah mentransfer uang yang diminta oleh Rani, dia langsung pergi dari hotel dan tidak pernah bertemu dengannya lagi hingga saat ini. Reza menghela napas panjang. Dia harus bertemu dengan Rani untuk memastikan kecurigaannya ini tidak benar. Namun, Reza tidak tahu harus mencari Rani di mana. Dia tidak yakin Ibu Rani masih di rawat di rumah sakit setelah melakukan operasi beberapa bulan yang lalu. Reza membuka kedua matanya. Cahaya matahari yang bersinar terang dari jendela kantor di hadapanya terasa menyilaukan mata. Reza mengerjapkan mata berulang kali untuk menyesuaikan pandangan matanya. Reza bangkit berdiri, lalu menyambar handphone yang ada di atas meja. Dia tidak bisa diam saja di sini. Reza harus melakukan sesuatu untuk menemukan Rani dan memastikan kecurigaanya. Reza berjalan keluar ruangan, memberi pesan kepada Selfi kalau dia akan keluar kantor, kemudian berjalan meninggalkan lantai teratas gedung Wijaya Corp. oOo Reza melangkah keluar dari rumah sakit degan langkah gontai. Dia baru saja mendatangi resepsionis rumakit untuk menanyakan keberadaan ibu Rani yang dirawat di sini beberapa bulan yang lalu. Dari informasi yang Reza dapatkan, ibu Rani telah keluar dari rumah sakit satu minggu setelah melakukan operasi. Reza menanyakan alamat rumah ibu Rani dengan alasan ingin menjenguknya. Namun, pihak rumah sakit tidak mau memberi tahu data prbadi pasien kepada dirinya. Reza hanya bisa pasrah dan mengucapkan terima kasih sebelum meninggalkan resepsionis rumah sakit. Reza berjalan menuju ke tempat mobilnya terparkir. Dia membuka pintu mobil, lalu masuk ke dalam. Reza duduk di balik pintu kemudi. Dia menghela napas panjang sambil memijit pelipisnya yang terasa pening. Reza menemui jalan buntu sekarang. Dia tidak mengetahui identitas Rani kecuali nama lengkapnya saja. Rea tidak menanyakan asal usul Rani saat mereka bertemu malam itu. Kini, Reza kebingungan untuk mencari keberadaan Rani karenaa tidak memiliki informasi apa pun tentangnya. Reza sepertinya harus meminta bantuan seseorang. Tapi, dia tidak bisa meminta bantuan Ady. Sang sahabat pasti akan semakin mengejeknya jika Reza memberi tahu kecurigaan yang ia rasakan saat ini. Reza mengambil handphone di saku celana panjangnya. Dia mencari kontak nama seseorang yang bisa membantunya mencari keberadaan Rani. Reza menekan tanda telepon saat menemukan nama kontak yang ia cari. Reza kemudian menempelkan handphone ke telinga kirinya. “Halo, Gus,” sapa Reza, ketika panggilan teleponnya diangkat oleh seseorang yang bernama Bagus. “Tolong cari informasi wanita yang bernama Rani Anggraini. Usianya kira-kira di awal dua puluhan. Orangnya tinggi, kulit sawo matang dengan rambut panjang sebahu,” pinta Reza, tanpa basa-basi. “Dua bulan yang lalu Ibunya dirawat di rumah sakit Medika Utama. Tolong kamu cari tahu alamat rumahnya, lalu segera beri tahu kepada saya.” Reza terdiam selama beberapa saat untuk mendengarkan jawaban dari Bagus. “Apa saya perlu menemui wanita itu dan mengatakan kalau Bapak mencarinya?” tanya Bagus, dari seberang telepon. “Nggak perlu. Saya sendiri yang akan menemui wanita itu, Gus. Kamu cukup mecari alamat rumahnya saja,” jawab Reza. “Baik, Pak. Saya akan segera memberi tahu Bapak setelah mendapatkan alamat wanita itu,” ucap Bagus, menyanggupi. “Iya. Terima kasih,” sahut Reza, sebelum memutuskan sambungan telepon mereka. Reza menghembuskan napas lega. Sekarang dia tidak perlu pusing lagi mencari keberadaan Rani. Reza hanya tinggal menunggu informasi dari Bagus mengenai alamat rumahnya. oOo Bagus akhirnya menghubungi Reza dua hari kemudian. Dia memberikan alamat rumah Rani yang berhasil ia dapatkan. Bagus belum mengecek keberadaan Rani di rumah itu karena Reza hanya memintanya mencarikan alamat rumah Rani. Reza mengatakan akan mengecek sendiri ke rumah itu. Dia mengucapkan terima kasih kepada Bagus dan segera meninggalkan kantor menuju ke alamat rumah yang diberikan olehnya. Reza ingin segera menuntaskan rasa kecurigaannya agar dia tidak dihantui rasa penasaran yang akut. Reza menghentikan laju kendaraannya di depan sebuah rumah sederhana yang ada di pinggir kota Jakarta. Dia memastikan sekali lagi alamat rumah yang diberikan oleh Bagus, sebelum turun dari mobil. Reza memperhatikan rumah di hadapannya yang tampak sepi dari luar. Keadaan di sekitar rumah ini juga tampak sepi tanpa ada seorang pun yang berada di luar rumah. Reza memutuskan berjalan ke arah pintu rumah, lalu mengetuknya. Dia menunggu selama beberapa menit hingga pintu di hadapannya terbuka. Namun, pintu itu tetap tidak terbuka meskipun Reza telah mengetuknya berulang kali. “Maaf, Bapak mencari siapa?” suara seseorang terdengar dari arah belakang tubuh Reza. Reza menoleh. Dia melihat seorang wanita paruh baya berdiri di pinggir jalan sambil menatap ke arah dirinya. Reza segera menghampiri wanita paruh baya itu. “Saya mencari Rani, Bu. Apa benar dia tinggal di rumah ini?” jawab dan tanya Reza. “Iya, benar, Pak. Tapi sepertinya Rani dan Ibunya sudah tidak tinggal di sini lagi. Tadi pagi mereka pergi sambil membawa tas besar,” ujar wanita paruh baya itu, memberi tahu. Reza terkejut. “Mereka pindah rumah, Bu?” tanyanya memastikan. Wanita paruh baya itu mengangguk “Iya, Pak.” “Apa Ibu tahu mereka pindah ke mana?” tanya Reza, ingin tahu. “Saya tidak tahu, Pak. Mereka tidak mengatakan apa pun,” jawab sang wanita paruh baya. Reza menghela napas panjang. Sepertinya dia terlambat datang ke rumah ini. “Baiklah. Terima kasih, Bu,” ucap Reza kepada wanita paruh baya di hadapannya. “Sama-sama, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu,” pamit wanita paruh baya itu. Reza mengangguk. Dia memandang kepergian wanita paruh baya itu hingga menghilang di tikungan jalan. Reza kemudian memandang rumah sederhana yang sebelumnya ditempati oleh Rani dan Ibunya. Sekarang dia tidak tahu harus mencari Rani ke mana lagi. Reza tidak menduga kalau Rani dan Ibunya akan pindah rumah. Reza mengusap wajahnya, frustrasi. Mungkin dia harus meminta bantuan dari Bagus lagi untuk mencari tahu keberadaan Rani dan Ibunya sekarang. Atau Reza harus mengubur kecurigaan yang menghantui dirinya selama beberapa hari ini. Mungkin kecurigaan Reza tidak benar karena jika Rani benar-benar hamil pasti dia sudah mencari Reza untuk meminta pertanggungjawaban darinya. oOo
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN