“Siapa yang telpon?” tanya Wendy begitu Rea kembali duduk di kursi kafe langganan di dekat kampus. “Mas Jouvan” jawab Rea santai. “Demi apa? Serius?” tanya Wendy tidak percaya. “...” Rea mengangguk dengan wajah merona merah. “Kalian udah jadian?” cecar Wendy. “...” Rea menggeleng. “Terus kenapa dia telpon lo? Pakai acara ngejauh dari gue lagi pas terima telpon” Wendy menatap curiga pada Rea. “Emang kalau temenan nggak boleh telpon gitu?” tanya Rea sengit. “Ya kali lo temenan sama duda macam mas Jouvan nggak pakai perasaan gue nggak mungkin curiga. Nah ini, jelas-jelas lo suka pakai banget ya wajar dong gue curiga” “Iya pada kenyataannya kita emang temenan, Wendy. Kalau gue ada hubungan lebih sama dia juga pasti cerita sama lo” jelas Rea dengan gemas. “Iyaiya, gue percay

