Raut lelah itu tampak nyata terukir di wajah suaminya. Mas Renjana yang biasanya bangun lebih awal dari Sera, bahkan sebelum subuh biasanya sudah terbangun, kini justru lelap dengan deru napas yang masih teratur, bahkan terlihat sangat pulas. Dan adzan subuh sudah berkumandang sejak empat puluh menit yang lalu. Sera beranjak duduk, mengecup pipi suaminya lalu berbisik di telinga masnya. “Mas, sudah subuh. Bangun dulu.” Sera gigit cuping telinganya karena tiba-tiba merasa gemas. Pria itu hanya menggeliat kecil, dan Sera makin gemas sehinga memberikan ciuman bertubi-tubi di seluruh pipi hingga rahang suaminya. “Mas Renjana … Bangun dulu. Istrinya butuh imam,” Sera kembali berbisik, lalu meniup-niup telinga pria itu. Renjana perlahan terjaga, merasa geli di telinga, apalagi sete

