bc

PLUTO

book_age16+
97
FOLLOW
1K
READ
goodgirl
powerful
twisted
mystery
icy
detective
crime
selfish
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Alya Damayanti dan Ario, dua detektif dengan kepribadian yang berbeda tengah menyelidiki kasus Maya yang merupakan korban tabrak lari dan tengah mengalami mati otak, dan di dalam dompetnya tidak ada kartu identitas hanya ada kartu donor organ. Rencananya organ tubuh Maya hendak disumbangkan pada para pasien yang membutuhkan. Namun sebelum itu terjadi, Alya diminta atasannya untuk menyelidiki latar belakang Maya dan menemukan keluarga Maya. Satu persatu masa lalu Maya yang menyedihkan pun terkuak, di samping itu tiba-tiba ditemukan mayat laki-laki bernama Toto Maris yang ternyata memiliki kaitan dengan Maya. Lalu bertemunya kedua detektif itu dengan kakak tiri Maya yang bernama Danya yang menjadi tersangka pembunuhan suaminya. Kebencian, kebingungan, dendam dan keputusasaan hadir dalam masing-masing orang terdekat Maya. Semakin dalam kedua detektif itu menggali masa lalu Maya, semakin membuat Alya merasa mirip dengan sosok Maya.

chap-preview
Free preview
Sebuah Awal
             Aku meraba-raba jam weker yang berbunyi di sisi kiri tempat tidurku, aku berusaha memicingkan mataku yang seolah berat untuk dibuka, jam menunjukan angka tujuh lewat seperempat, kurentangkan kedua tangan sambil menguap dan mencoba untuk membuka mata lebar-lebar agar nyawaku bisa terkumpul. Kuambil smartphone yang berada di bawah bantal, terlihat belasan panggilan tak terjawab dari atasanku yang bernama Bagas dan pesan chat dari orang yang sama yang berisi kata-kata makian agar aku segera datang ke kantor. Aku menuju kamar mandi dengan malas, karena buru-buru aku hanya mencuci muka, menggosok gigi dan mengganti pembalut. Aku membuka kulkas untuk mencari roti dan susu sebagai sarapan. Setelah selesai aku segera mengambil id card dengan nama Alya Damayanti dan kukalungkan di leherku, aku juga mengambil smaprtphone dan dompet yang kusimpan di saku celana jeansku. Sebelum pergi aku mengoleskan lip balm di bibirku dan sedikit sunscreen di wajahku yang hitam manis. Tanpa membereskan kamarku dan bekas makan, aku langsung berangkat menuju kantor polisi.             “Hei, kau terlambat lagi!” Seru Arnold yang tengah membagikan kopi kaleng pada para petugas polisi yang lain, aku tidak mempedulikan seruan Arnold dan hanya mengambil kopi kaleng darinya lalu bergegas ke meja kerjaku. Tumpukkan kertas di meja membuatku menghela nafas panjang. Bagas berdiri di meja kerjaku sambil memberikan sehelai kertas yang berisi kasus yang harus kutangani.             “Kenapa harus aku yang menyelesaikannya?” Tanyaku setelah aku membaca berkas berisi kasus yang disodorkan Bagas padaku.             “Karena hanya kamu satu-satunya yang mampu menangani kasus ini.” Jawab Bagas sambil mengambil kursi dari sampingnya dan duduk menghadap ke arahku. Aku menggeser tempat dudukku agak menjauh, jantungku sedikit berdegup kencang ketika laki-laki berusia 35 tahun itu menatap mataku, wajahnya yang seperti aktor Jepang Takashi Kaneshiro membuatku sedikit gugup ketika bersitatap dengannya.             “Kau tahu aku tidak menangani kasus sepele? Itu bisa diselesaikan oleh Arnold atau yang lainnya.” Sergahku ketus.             “Dengar, ini bukan kasus sepele yang kamu bayangkan, tidak ada kasus sepele dalam dunia kepolisian, mereka para korban mengalami rasa sakit atas kejadian yang menimpa mereka, dan kau mengatakan ini kasus sepele? Kau tahu korban tabrak lari ini? Dia sekarang mengalami koma dan dia terdaftar sebagai pendonor organ, kau tahu betapa mulianya orang itu? Aku ingin kau menelusuri latar belakangnya dan mencari keluarganya. Aku yakin dengan kemampuanmu, kau bisa menyelesaikan kasus ini dengan cepat.” “Kenapa harus aku? Kau tahu aku sangat benci dengan segala hal yang berurusan dengan rasa. Mungkin jika hanya mencari pelaku tabrak larinya saja aku bisa, tapi menelusuri masa lalu orang lain? Benar-benar gila!” Aku melempar kertas yang disodorkan Bagas ke meja kerja. “Alya, selama delapan tahun aku bekerja denganmu, aku sangat tahu kemampuanmu, kau itu memang dingin, keras kepala, dan sangat susah diatur, tapi aku percaya padamu, hanya kau yang bisa menyelesaikan kasus ini dengan tuntas.” Bagas memegang kedua pundakku sambil menatap bola mataku tajam. Aku yang risih dengan sikapnya yang berlebihan itu segera menepis tangannya dari pundakku. “Selama ini kau tidak pernah tuntas dalam menangani kasus sebelumnya, ini adalah kesempatan buatmu untuk bisa segera menunjukan kinerjamu, dan juga mungkin kau akan segera dipromosikan.” Lanjut Bagas terus membujukku. Aku terdiam dan mengingat kasus pembunuhan yang tidak bisa aku selesaikan karena tidak menemukan pelakunya. Baru setelah kasus itu diberikan pada detektif Fajar, pelakunya bisa ditangkap. Setelah kegagalan itu, aku tidak lagi mendapatkan kasus-kasus penting lainnya karena dianggap tidak layak, semenjak itu aku hanya mendapat kasus penjambretan, kehilangan barang, dan kasus sepele lainnya. Aku menatap mata Bagas dan memikirkan apa yang dia katakan. Mungkin dengan mengambil kasus ini, aku bisa kembali mendapatkan kepercayaan untuk menangani kasus-kasus penting lainnya.             “Baiklah, aku akan menerima kasus ini,” putusku akhirnya, hal itu membuat Bagas tersenyum lebar. Bagas segera mengambil pena dan menyuruhku menandatangani kertas tersebut.             “Oke, kamu tidak akan bekerja sendiri, nanti kamu akan ditemani oleh Ario, hari ini dia baru saja dipindahtugaskan kemari. Nah, itu orangnya!” Bagas menunjuk seorang laki-laki yang baru saja keluar dari toilet sambil memegang perutnya. Alya segera menatap Bagas lekat.             “Yang benar saja? Masa orang baru yang akan jadi partner kerjaku? Dia masih belum berpengalaman!” Protesku, namun Bagas segera berlalu dari mejaku sambil mengambil kertas yang sudah kutandatangani, dia tak mempedulikan apa yang kukatakan. Aku menghempaskan tubuhku ke kursi menahan marah karena merasa ditipu. Aku melirik laki-laki yang berada dua meja dari meja kerjaku, dirinya tengah menelan pil sakit perut sambil memegang perutnya yang sakit. Aku melempar berkas kasus itu dan mengumpat Bagas yang telah melemparku ke dalam masalah. **             “Ehm, selamat siang, perkenalkan nama saya Ario, anda detektif Alya kan?” Ujar Ario sambil berdiri di depan meja kerjaku. Aku menatapnya sekilas, lalu kembali mengerjakan pekerjaanku.             “Siang, benar saya Alya, selamat bergabung di timku, ini berkas kasusnya, baca dengan teliti dan cari alamat rumah sakit tempat korban dirawat, lalu serahkan padaku.” Sergahku agak ketus, aku terpaksa menerima Ario karena tidak ada pilihan lain, lagipula batas kasusnya adalah dua bulan, aku tidak  punya waktu lagi untuk sekedar mengeluh selain segera meneyelesaikan tugas sialan ini.             “Ehm, maaf bagaimana aku harus memanggilmu?” Tanya Ario ketika kami sedang dalam perjalanan ke rumah sakit tempat korban berada. Aku melirik laki-laki yang tengah menyetir mobil itu dengan seksama, wajahnya tidak terlalu jelek tapi juga tidak tampan, dia mengingatkanku dengan mantan pacarku yang sangat kubenci, apakah dia saudaranya? Aku larut dalam pikiran kalutku.             “Panggil nama saja, meskipun aku tahu kau pasti lebih muda dariku, tapi demi profesionalitas kerja jadi tidak apa-apa,” jawabku sambil mengalihkan mataku ke arah jalan.             “Baiklah, ehm Alya, kamu juga bisa memanggilku dengan sebutan nama.” Ujarnya sambil tersenyum, aku memutar bola mataku, aku benar-benar malas menghadapi kasus ini dengannya, apakah dia menyadari keketusanku yang sangat kentara ini?             Kami berdua tiba di sebuah rumah sakit, setelah mencari tahu bangsal tujuan kami, aku dan detektif baru itu segera masuk ke bangsal rumah sakit itu. Terlihat seorang wanita muda terbaring tak berdaya di tempat tidur dengan selang di sekujur tubuhnya. Ario mendekati wanita itu, tangannya memegang mulutnya, seperti hendak menahan tangis. Aku meringis melihat tindakan detektif baru itu, sebagai seorang polisi hal-hal seperti ini merupakan hal yang sangat biasa. Aku jadi ingat dengan kasus pertamaku, aku langsung berurusan dengan mayat korban pembunuhan dan selama tiga hari aku berkubang rasa sedih.             “Wanita ini bernama Maya, 25 tahun, dia merupakan korban tabrak lari, kemarin malam dia ditemukan di persimpangan jalan, dan kini dia mengalami mati otak. Beberapa orang polisi sempat kemari namun tidak lama mereka segera berlalu,” Ujar seorang suster rumah sakit kepada kami. Aku hanya terdiam mendengar penuturan suster yang merawat Maya.             “Apakah pelaku tabrak larinya sudah tertangkap?” Tanya suster itu sambil menatap ke arahku, aku tidak bisa menjelaskan tatapannya namun yang kutangkap adalah raut kesedihan yang teramat dalam.             “Belum, kami baru saja akan menuju lokasi TKP,” kataku tanpa melihat ke arah suster itu.             “Apa ada barang atau tasnya?” Tanya Ario pada suster itu.             “Ada, dan di dalam tasnya hanya ada dompet dan sebuah buku catatan yang digembok,”             “Bisa, anda bawakan semua barang-barang korban?” Pintaku, suster tersebut segera pergi dari bangsal mengambil barang-barang milik korban. Aku mendekati wanita yang terbaring tak berdaya itu, usianya masih muda namun harus mengalami kejadian yang mengerikan seperti ini. Aku berharap dari tas Maya ditemukan identitas korban, agar aku bisa segera menyelesaikan kasus ini dengan cepat, entah kenapa Bagas memintaku untuk menangani kasus seperti ini, mencari latar belakang wanita bernama Maya hanya karena dia terdaftar sebagai pendonor organ? Meskipun aku juga harus mencari pelaku tabrak lari, tapi mencari keluarganya yang entah berada di mana? daripada harus berurusan dengan masa lalu korban. Biasanya hal-hal tersebut seringkali membuatku menjadi emosional, meskipun pada dasarnya aku adalah seorang yang mudah berempati. Apa gara-gara hal itu Bagas memberiku kasus ini? Hanya gara-gara aku seorang plegmatis?             “Ini, barang-barang milik korban,” ujar suster sembari memberiku kantong plastik berisi tas milik korban. Aku menerimanya sambil mengucapkan terimakasih.             “Tolong perlakukan orang ini dengan baik, saya yakin dia adalah orang baik,” lanjut suster itu lagi dan dirinya segera pergi meninggalkan bangsal. Aku terdiam dengan kata-kata suster tadi, rasa empatiku yang terkubur dalam-dalam seolah memaksa untuk keluar, namun aku segera menenggelamkannya lagi dengan kasar, aku tidak mau rasa itu malah menjadi boomerang untukku. Aku menyuruh Ario untuk segera pergi meninggalkan rumah sakit seraya membawa kantong plastik berisi tas milik korban tabrak lari itu. **               Sebelum menyelidiki latar belakang Maya, aku meminta Ario untuk membeli makanan di supermarket. Untuk berpikir, aku membutuhkan makanan, seraya menunggu Ario kembali dari supermarket, aku membuka tas milik Maya, didalamnya teradapat sebuah dompet beruliskan pluto yang dibordir, aku membuka dompet tersebut, dan melihat satu kartu ATM dan satu kartu donor organ serta dua lembar uang seratus ribuan. Aku membawa kartu donor organ yang tertera nama Maya Septiani lengkap dengan tanggal lahir dan alamatnya. Tidak kutemukan KTP atau kartu identitas lain di dalam dompetnya. Lalu aku membawa sebuah buku catatan yang digembok, aku yakin itu adalah buku harian milik Maya, dengan bantuan buku catatannya aku semakin mudah menelusuri latar belakang Maya. Aku hanya perlu mencari kunci buku catatannya saja atau kalau tidak ketemu, aku bisa menghancurkan gemboknya, tidak sulit dan aku bisa dengan bebas mengetahui apa yang ada dalam buku catatan itu. Aku pikir kasus ini akan memakan banyak waktu, tapi dengan penemuan ini pasti kasus ini akan kuselesaikan dengan mudah. Sekarang aku akan pergi ke lokasi kejadian tabrak lari. Ponselku berdering, tertera nama Ervin di layar ponselku, polisi yang membawa Maya ke rumah sakit, sebelumnya aku menyuruhnya untuk melihat CCTV di lokasi kejadian. Aku membaca pesan yang masuk bahwa dirinya menemukan plat mobil yang diduga merupakan pelaku tabrak lari. Aku tersenyum, kasus ini terlalu mudah untukku. Aku melihat Ario kembali seraya menenteng kantong keresek, aku menyeringai, bahkan sebenarnya aku tidak membutuhkan asisten untuk menyelesaikan kasus sepele ini. ***                    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

My Devil Billionaire

read
94.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
93.2K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook