bc

Alandra The Prince's Secret Mission

book_age18+
79
FOLLOW
1K
READ
tragedy
twisted
mystery
like
intro-logo
Blurb

~On Going~~

.

Alandra seorang pangeran pewaris tahta tunggal yang menawan. Kehadirannya menjadi penghalang bagi pamannya untuk mengambil alih kerajaan, karena lelaki yang disangka baik itu berambisi untuk menjadi seorang raja. Sehingga, segala cara apapun dilakukan untuk menghancurkan Alandra dan raja Alastor.

“Dasar anak kemarin sore! Teganya kamu memanah kakek ini! Padahal kami rakyatmu yang harus kau lindungi!” ujar salah seorang dari mereka.

Alandra menggeleng kuat. “Aku sama sekali tidak mengeluarkan satu anak panah pun, apalagi untuk menyerang.”

Semua rakyat yang protes itu meneriakinya pembohong karena anak panah yang menancap pada dadda sang kakek, sama persis dengan anak panah milik Alandra. Dan kakek tua yang terluka itu pun berkata dengan terbata-bata,

“Ka-kamu ... s-saya kutuk memiliki penyakit kulit yang susah disembuhkan!”

Alandra cukup terkejut dengan penuturan kakek itu. Hingga beberapa waktu kemudian sang pangeran memiliki penyakit kulit di sekujur tubuhnya.

Dari situlah petualangan Alandra dimulai. Ia harus menjalankan misi ditemani sosok misterius untuk menghancurkan sang paman, membuktikan pada semuanya bahwa ia tidak bersalah, serta mencari obat di tempat yang jauh dan sulit dengan berbagai ujian yang dihadapi.

Akankah petualangan dan misinya berhasil?

chap-preview
Free preview
Topeng Sang Paman
Angin musim gugur mengangkut dedaunan kering, di negeri Xaviorus. Sebuah dimensi alam yang indah, dihuni oleh makhluk mirip manusia, fisik sempurna, bermata biru, dan berkulit putih. Seperti halnya dunia manusia, Xaviorus pun terdapat tanah, air, udara, api, dan tumbuhan. “Kau yakin akan berburu hari ini?” tanya Luxone. Seorang paman yang menjabat menteri kerajaan sekaligus pengasuh sang pangeran saat masih kecil. “Tentu saja. Ini hari yang baik dan menyenangkan. Paman mau ikut?” tanya sang pangeran bernama Alandra, berusia dua puluh empat tahun. Pemuda tampan itu membawa busur panahnya di belakang punggung. “Ingin. Tapi hari ini paman ada pertemuan dengan para menteri kerajaan.” “Sayang sekali. Tapi tenang saja, aku akan membawakanmu anak rusa. Sepulang berburu, kita akan makan besar,” ujar Alandra di sela tawa. Luxone terkekeh. “Ide bagus. Oya, sebentar ....” Lelaki paruh baya itu memasuki ruangan pribadinya, tak lama ia keluar dan membawa lima anak panah berlapis emas. “Simpan saja panah punyamu. Setiap paman berburu, selalu berhasil membawa binatang buruan dengan anak panah emas ini, bawalah.” Netra biru Alandra berbinar karena takjub. “Bagus sekali, baik Paman. Terima kasih banyak.” Setelah itu, ditemani beberapa pengawal, Alandra menaiki kuda keluar dari gerbang istana. “Tolak perampasan tanah milik kami!” “Tolak ketidak adilan!” “Runtuhkan saja kekuasaan jika tidak bisa adil!” “Lengserkan sang raja!” Suara-suara samar itu kian lantang terdengar. Sekelompok orang berkumpul menyuarakan keadilan. Alandra yang merasa heran, turun dari kuda dan mendekati mereka. “Ada apa ini, Tuan-tuan?” “Cih! Jangan pura-pura tidak tahu! Kami datang kemari untuk meminta keadilan,” ujar seorang pemimpin dari mereka. “Katakanlah. Saya akan mendengarnya,” ucap Alandra tenang. “Jangan mentang-mentang, sang raja sudah berhasil membuat rakyatnya tentram dan makmur, ia bisa berlaku seenaknya!” “Betul! Kami tak rela, jika lahan yang sudah susah payah kami kelola akan kalian rampas dengan alasan untuk membangun kembali istana baru. Apakah istana yang besar dan megah ini kurang?” timpal yang lain. “Setuju!! Tolak perampasan tanah milik kami!” “Tenang Tuan-tuan. Kita bicarakan baik-baik, dengarkan penjelasanku. Ayahku tidak mungkin melakukan kebijakan yang merugikan rakyatnya, bukankah selama ini beliau bersikap adil? Ini pasti ada kesalah pahaman,” terang Alandra. “Tidak mungkin salah paham. Karena yang datang pada kami seorang menteri. Jabatan kedua terpenting di kerajaan. Dia datang sebagai utusan raja yang akan merampas hak kami,” cetus salah seorang dari mereka. Alandra mengernyitkan kening. “Menteri? Siapa?” Brukk!! Brukk! Beberapa dari mereka merangsek sehingga keadaan tidak kondusif. “Mohon tenang. Katakan siapa menteri itu?” tanya Alandra yang suaranya hanya samar terdengar karena orang-orang mulai tidak sabar dan saling berdesakkan. Tiba-tiba .... Cleb! “Aaaaakkhhh!!” teriak salah seorang dari belakang. Sontak semua orang menoleh ke arah suara. “Kakek!” Pekik seorang gadis sambil memegang bahu seorang kakek yang telah ambruk. Rupanya kakek tua itu, tertancap panah beracun tepat di dadanya. “Siapa yang tega memanah kakekku?!” teriak gadis itu dengan lantang. Matanya memerah dengan kilatan amarah. Sementara tangannya memegang dada kakek yang berlumur darah. Semua saling memperhatikan satu sama lain. Dan mata mereka menatap ke arah Alandra yang memiliki anak panah yang sama persis seperti yang tertancap di dada kakek itu. “Pangeran yang memanah si kakek, lihat saja anak panahnya sama persis!” ujar mereka. Alandra menggeleng kuat sambil mundur beberapa langkah. “Ka-kamu yang memanah kakekku?” tanya gadis itu sambil meneteskan air mata. “Tidak. Saya tidak melakukannya Nona, bahkan busurku masih berada di belakang punggungku,” jelas Alandra membela diri. “Bohong!! Pasti itu cuma akal-akalan dia saja. Saat orang-orang berdesakan, pangeran pasti mengambil kesempatan untuk melukai salah satu dari kita,” ucap lelaki yang sedari tadi mengompori. “Benar, setuju!” timpal yang lain. “Pa-pangeran ....” ujar kakek tua itu lirih sambil memegang dadanya yang sakit. Semua terdiam. “Ji- jika benar pangeran ya-yang melukaiku, sa ...saya kutuk agar kamu memiliki penyakit kulit yang susah disembuhkan!” ujar kakek tua itu dengan tatapan nyalang. Alandra terkesiap, lalu seketika kakek itu tewas. “Kakek!! Gadis itu histeris dan menangis. Seketika awan di langit Xaviorus mendadak sangat gelap. “Dasar muka dua! Terlihat baik rupanya pembunuh! Ayo, serang kerajaan ini!!” teriak salah satu dari mereka. Alandra terkesiap, lalu mereka menyerang merangsek ke arah gerbang istana. Dengan sigap, para pengawal melindungi sang pangeran dari amukkan orang-orang. “Pengawal! Cukup halau saja, jangan sampai kita melukai mereka,” ujar Alandra setengah berteriak. “Baik, pangeran.” Dengan kepayahan para pengawal melawan tanpa melukai orang-orang itu. Kemudian, keributan itu sampai di telinga sang raja. Raja Alastor turun tangan, berusaha menenangkan keadaan. Sementara Alandra diselamatkan dari amukkan mereka. **** Suasana mulai kondusif. Orang-orang yang protes itu kembali pulang dengan janji raja akan menjamin keamanan tanah milik mereka. Sementara kematian sang kakek, akan diusut hingga tuntas. “Paman. Saya tidak pernah memanah kakek itu, kira-kira siapa pelakunya?” tanya Alandra. “Maksudmu apa bertanya seperti itu, seolah menuduhku mentang-mentang anak panah itu milikku yang kuberikan padamu,” ujar Luxone ketus. Sebuah sikap yang tak biasa ia tunjukkan. “Bukan begitu. Tapi yang memiliki panah jenis ini hanya paman, apakah pernah diberikan pada yang lain?” “Hanya padamu saja. Jujur, paman kecewa kenapa kamu tega melakukan itu pada rakyat kita, sementara peraturan kerajaan sangat melarang melakukan penganiayaan bahkan pembunuhan pada rakyat,” terang Luxone. Orang-orang di kerajaan termasuk para menteri menyaksikan obrolan mereka. “Sungguh, aku tidak melakukannya Paman.” “Kenapa kamu tak jujur saja? Tak peduli saat itu kamu tengah terdesak hingga terpaksa mekakukannya, tetap saja perbuatanmu salah,” desis Luxone. Jantung Alandra berdetak sangat kencang. Tak menyangka seorang paman yang mengasuhnya sejak kecil bahkan sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri, tega menuduhnya demikian. “Kita adukan saja pada sang raja kelakuan anaknya, Tuan Luxone,” ucap menteri lainnya. “Iya. Pangeran Alandra harus disidang,” ucap yang lain. Terdengar bisik-bisik dari mereka dengan tatapan benci pada Alandra, membuatnya sangat tidak nyaman. “Ada apa ini?” Suara bariton itu mengalihkan pandangan mereka. “Ayah,” ucap Alandra mendekat lalu memberi hormat, disusul semua orang yang ada di ruangan itu. “Apakah raja sudah tahu soal anak panah yang tertancap di dada salah seorang rakyat kita?” tanya Luxone. “Iya. Mereka telah mengatakannya,” ucap sang raja datar. Matanya nanar menatap anaknya yang tengah menunduk. “Anda harus bersikap adil. Walau pun Alandra anakmu, tetap harus disidang.” “Kamu tak perlu mengguruiku Luxone. Kenapa seolah kamu begitu semangat ingin menghukum anakku? Padahal belum tentu dia yang melakukan,” ujar Alastor. “Buktinya sudah terpampang nyata, apa lagi?” ucap Luxone diiringi anggukkan orang-orang yang menyaksikan. “Panah itu beracun. Seolah ini telah direncanakan, sementara anakku tidak punya anak panah jenis itu. Kudengar, anak panah itu milikmu,” Alastor mendelik tajam. “Siapa pun pemiliknya, anak panah itu jelas-jelas ada di tangan anakmu,” Luxone menimpali. “Cukup! Cukup! Saya tidak ingin menjadi penyebab kalian bertengkar. Sudahlah, kita serahkan pada penyidik kerajaan, ia yang akan menentukan aku bersalah atau tidak.” Alandra berlalu meninggalkan mereka yang mematung sambil menatap punggungnya hingga tak terlihat.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.0K
bc

Romantic Ghost

read
162.2K
bc

Time Travel Wedding

read
5.2K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
2.9K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook