bc

SUMPAH

book_age16+
335
FOLLOW
2.5K
READ
revenge
killer
student
mafia
tragedy
twisted
serious
brilliant
ambitious
crime
like
intro-logo
Blurb

Dalam hidup, aku punya 3 sumpah. Kaya, bergelimang harta. Membalas budi orang yang baik padaku. Dan terakhir, membalaskan dendam orang yang aku sayangi.

Apa semua sumpah itu bisa aku tunaikan sebelum ajal menjemputku? Jika semua sumpah telah selesai kutunaikan, masa depan apa yang akan menungguku di sana? Apa dengan segala kesempurnaan yang aku miliki, aku bisa bertahan di kerasnya kehidupan? Di mana hampir setiap saat, aku harus membunuh orang.

chap-preview
Free preview
Bab 1
Jika tidak suka dengan karya saya silahkan di-skip, jangan malah meninggalkan jejak (komentar) buruk, tolong hargai saya sebagai penulis, karena memikirkan cerita ini tidak semudah menutup mata saat kau sudah lelah. Terima kasih atas perhatiannya. Ps : Author Guratan halilintar menerangi gelap, berdisko di atas langit. Suara petir memekikkan telinga, ditambah suara hujan yang bising. Rintik air memantul membasahi emperan toko, tempias hujan juga tak mau kalah membasahi anak laki-laki berusia 6 tahun yang duduk di lantai toko sambil memeluk kedua lututnya, ketakutan dan kedinginan menyelimuti malamnya yang buruk. Bermenit-menit hujan tak kunjung berhenti, suara petir dan guratan halilintar sudah menghilang beberapa saat yang lalu. Lantai toko basah, anak laki-laki itu tetap memeluk kedua lututnya, menenggelamkan kepalanya ke dalam lutut, menangis terisak. Lagi-lagi, hujan malam membuat waktu tidurnya yang sudah buruk semakin buruk. Inilah kisah hidup anak jalanan, yatim piatu yang tak punya keluarga dan kerabat yang mau menampung, hidup gontang-gantung di jalanan, tak punya tempat tinggal, tidur di sembarang tempat, seringkali diamuk warga, diusir, diludahi. Itu sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Tak ada masa depan cemerlang yang menanti di luar sana. oOo Seperti hari-hari biasanya, pasar ramai, penduduk berlalu-lalang, anak-anak sekolah dan pekerja kantoran melintasi jalanan di garis hitam putih. Kendaraan sulit bergerak di jalan, terhambat oleh aktivitas pasar yang ramai. Beberapa anak-anak berusia 5 - 12 tahun berjalan berombongan di gang sempit pasar, beberapa ada yang membawa bungkus plastik kue, modal untuk meminta-minta di pasar nanti. Beberapa berlalu dengan tangan kosong, muka kumal, baju kotor dan robek, bau. Aktivitas mereka dimulai pagi ini, demi mencari sesuap nasi untuk bertahan hidup. Pukul 12.00, beberapa anak jalanan itu kembali melewati gang kecil, masuk ke sebuah bangunan kecil yang menjorok di gang. Beberapa laki-laki berusia 18 - 45 tahun menunggu mereka di sana, ada beberapa yang memegang rotan, selebihnya merokok, meminta uang setoran pada anak-anak jalanan. "Segini doang!?" seru laki-laki berperut buncit, melempar rokoknya sembarang tempat, melotot pada anak laki-laki berusia 10 tahun itu. "A... adanya se... segini, Kak." Anak laki-laki itu gemetaran, memegangi perutnya yang lapar. "Ah sial! Besok kau harus cari lebih banyak lagi! Atau kupukul kau habis-habisan!" Laki-laki berperut buncit itu menepis tangan si anak laki-laki, mengambil uang setorannya, menyuruh anak laki-laki itu kembali ke jalan. "Selanjutnya!" 2 orang anak perempuan, kira-kira berumur 9 tahun dan 5 tahun mendekat, mereka adalah bersaudara, takut-takut mengangkat tangan yang sudah berisi uang setoran. "Nah, kalian bagus!" Laki-laki berperut buncit itu tersenyum puas, mengambil uang setoran mereka. Kedua gadis itu berbalik, segera berlari meninggalkan ruangan bau rokok itu. "Selanjutnya!" Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun maju. Nafasnya terisak, suhu tubuhnya panas, mukanya pucat. "Kau! Mana setoranmu!?" tanya laki-laki berperut buncit, mengernyitkan keningnya karena anak laki-laki itu tidak membawa sehelai uang pun. Anak laki-laki itu menggeleng. "Ah sialan!" Tangan laki-laki berperut buncit langsung menampar wajah anak itu. "Wah, panas sekali badan kau!" serunya kaget. "Oi!" Laki-laki berperut buncit itu memanggil temannya. "Kau bawa dia jauh-jauh dariku, kau belikan dia obat sana! Kalau dia mati bisa kurang setoranku." Teman laki-laki berperut buncit itu mengangguk, menarik tangan si anak laki-laki meninggalkan ruangan. "Selanjutnya!" oOo "Ah sialan! Kau benar-benar menganggu waktu santaiku. Kenapa pula kau sampai demam begini?!" Laki-laki muda itu menepuk keningnya, menatap jengkel anak laki-laki yang sedang dibawanya ke warung, membeli obat. Anak laki-laki itu hanya diam, masih susah bernafas, wajahnya juga semakin pucat. Bruk. Anak laki-laki itu terjatuh, pingsan di jalan. "Ah sial! Anak ini benar-benar merepotkanku!" Laki-laki muda itu kembali menepuk keningnya, kini semakin geram. Dia mengangkat tubuh anak laki-laki itu segera. "Panas kali badan kau Bujang!" serunya bergidik. Melangkah cepat untuk. "Ini minum obatmu!" "Te... terima kasih Kak." Anak laki-laki yang pingsan tadi telah siuman, patah-patah mengambil obat yang disodorkan laki-laki muda itu. Anak laki-laki itu segera menelan obatnya, menyeruput habis air putih gelas 500-an yang dibelikan oleh laki-laki muda. "Kau kemarin tidur di emperan?" tanya laki-laki muda sambil menyulut sebatang rokoknya. Anak laki-laki itu mengangguk, pandangannya masih pudar, tubuhnya masih panas, tapi berusaha duduk, menghargai laki-laki muda yang sudah membelikannya obat. "Bodoh sekali kau Bujang! Kenapa di cuaca buruk kemarin kau malah tidur di emperan? Kau bisa bobol itu tokonya, tidur di dalam! Bukanlah kakak besar telah mengajari kau cara membuka kunci!?" Laki-laki muda itu kembali menepuk keningnya, benar-benar kesal dengan anak laki-laki yang duduk di sampingnya. Anak laki-laki itu mengangguk. "Saya memang sudah diajarkan cara membuka kunci Kak, namun saya tak akan melakukannya, itu bukan perbuatan baik." "Aduh Bujang! Bukan perbuatan baik macam mana pula!? Ada-ada saja kau ni. Kau tau!? Kita ini anak jalanan, gembel di batas kota. Kita butuh uang untuk makan, bodo amat itu uang halal atau haram, yang penting kita bisa membeli nasi! Menatap matahari esok pagi! Kau bukan anak ustad, Bujang! Tak payah kau memikirkan buruk atau baiknya sesuatu itu!" Laki-laki muda itu berdesis, menyulut kembali rokoknya. Anak laki-laki itu terbatuk karena menghirup asap rokok dari laki-laki muda. Ia hanya diam, tidak menjawab kalimat laki-laki muda. "Haaah... kau ini Bujang, kau mengingatkanku pada masa kecilku yang buruk itu." Laki-laki muda menepuk keningnya, menghela nafas. "Sial kali lah aku harus membelikanmu obat." Anak laki-laki itu tertawa kecil, memperhatikan laki-laki muda yang depresi karenanya. "Bujang, kau harus ingat pesanku ini! Tak perlu kau pikirkan keadaan orang lain di luar sana! Cukup kau pikirkan diri kau sendiri, mau kau mencuri, mencopet, seterah kau. Yang penting kau dapat uang, bisa hidup! Orang-orang di luar sana itu kaya-kaya Bujang, mereka tak akan mati walau kau ambil uang di dalam dompet mereka. Beda dengan kita, Bujang." "Jika kau sok baik macam ni, kau bisa cepat mati, Bujang. Paham kau itu?!" Anak laki-laki itu masih diam, menutup rapat-rapat bibirnya, mengangguk pelan. "Bagus kalau kau paham. Ah, ini aku ada uang. Kau belilah untuk makan siangmu, ini obatmu, dan untuk minumnya, kau ambil saja air kran di masjid sana. Itu halal bukan?" Anak laki-laki itu kembali mengangguk, tersenyum tipis. "Terima kasih Kak." "Oh itu tidak gratis, besok kau balikkan duitku! Untuk obatmu aku beri gratis lah, kasihan juga aku lihat kau yang masih kecil udah sekarat begitu. Nah, cepatlah sembuh kau ya!" Laki-laki muda itu langsung berdiri, meninggalkan anak laki-laki, melambaikan tangannya, bertingkah sok keren. "Kak!" seru anak laki-laki, suaranya terdengar lemah dan serak. "Namaku bukan Bujang, namaku Abdul!" "Ha? Banyak kali tingkah kau, suka hati akulah nak manggil kau siapa! Kau pikir aku bisa mengingat semua nama anak jalanan di sana? Bodo kali kau, Bujang." Laki-laki muda itu kembali berbalik, melanjutkan langkahnya. Anak laki-laki tersenyum tipis. Bergerak ke toilet masjid, mencuci mukanya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

PLAYDATE

read
118.7K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
623.8K
bc

Scandal Para Ipar

read
693.3K
bc

Marriage Aggreement

read
80.7K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.8K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
860.1K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook