bc

Play With Hot Daddy?!

book_age16+
12.7K
FOLLOW
98.8K
READ
possessive
contract marriage
teacherxstudent
love after marriage
playboy
arrogant
dominant
comedy
sweet
mxb
like
intro-logo
Blurb

"Pak saya mohon, saya cuma minta nilai aja kok."

"Keluarlah! Saya sibuk!"

"Saya gak akan keluar, Pak. Saya akan lakukan apapun asal Bapak meluluskan saya."

"Benarkah?"

"Iya, Pak!"

"Jadi istri simpanan saya, mau?"

"Apa?!"

Mati aku!

!%@@^##&*!

chap-preview
Free preview
DO
Kerumunan itu belum juga mereda, padahal sudah sejak pagi aku menunggu hingga semua pergi. Tapi malah semakin ramai. Ck, kapan habisnya sih? Kalau tahu begini, lebih baik aku gak ke kampus sekalian! Ah, sampai lupa. Namaku Clarissa. Yang entah kenapa malah dipanggil Novi. Gak nyambung kan? Tak apalah, asal jangan dipanggil Navi aja. Aku ini adalah mahasiswi tingkat 4 prodi perguruan sekolah dasar. Aku masuk ke jajaran nominasi mahasiswi terajin dari belakang. Ya, walau gak belakang-belakang amat sih. Kadang kalau malaikat lagi betah di jiwaku, aku rajin juga kok. Cuma ya gitu, kebanyakan setan malas yang mampir daripada malaikat rajin. Hari ini katanya nilai semester 6 sudah keluar. Ah, ingat nilai rasanya aku ingin pergi tamasya ke planet pluto. Bayangkan saja, setiap nilai keluar, aku harus selalu menambal sulam nilai-nilaiku yang jeblok. Rata-rata nilaiku C. Jika ada huruf B di transkrip nilaiku, maka itu sebuah keajaiban! Aku sering diejek kalau otakku sedikit agak kurang cepat. Ah, mereka belum tahu saja jika aku belajar rajin, pasti aku bisa jadi yang terbaik. Tapi karena aku bukan orang ambisius, aku legowo saja membiarkan teman-temanku yang maju jadi rangking kelas. Jadi gak usah belajar, takut merubah posisi para sepuluh besar. Baik banget kan aku? "Vi, lo ngapain bengong di sini?" seseorang menepuk bahuku cukup keras. "Lagi baca mantra, biar lo tetep jadi sepuluh besar!" jawabku sambil menatap lurus ke depan. "Halah, bilang aja lo lagi berdoa biar nilai lo gak anjlok lagi." "Kampret lo! Kalau nuduh suka bener!" Si Riaz tertawa lepas. Dasar kunyuk! Ah, ini dia. Riaz. Sering dipanggil Yayas. Orangnya menyebalkan, sok cakep tapi lumayan buat nebeng traktiran. "Heh, Nopnop! Nilai lo tuh ancur lagi!" Ini lagi, Aufa yang super centil mulai menyalakan kompor. "Ah masa sih? Perasaan gue rajin semester kemarin." "Iya, rajin minggatnya lo!" "Yas, gue nengokin dulu ya? Siapa tahu angkanya berubah jadi bagus." "Huu... mimpi lo kejauhan, Nov!" Riaz menoyor pelan kepalaku. Jeng-jeng-jeng! Ternyata apa yang dikatakan Aufa menjadi kenyataan! Nilaiku hancur, meski gak semua. Ada satu mata kuliah yang dengan manisnya mendapat nilai D. 'Njir! Gak tanggung-tanggung ya ancurin orang! "Napa lo? Mantra lo gak mempan ya? Haha!" "Kampret lo, Yas! Ck, emang jahanam banget tuh dosen gak berprikenilaian!" "Ngomong lo bikin begonya kelihatan!" Riaz menoyor kepalaku. "Tangan lo jangan ikutan jahanam juga, sialan!" "Bentar, itu mata kuliah psikologi pendidikan yang pengampunya Pak Michael kan? Yang sering bawa bayinya kemana-mana?" tanya Riaz memastikan. "Alah, dia lagi! Jarang senyum, garing, bosenin! Masa kali ini gue mesti nguber Pak Michael sih?" "Ya mau gimana lagi, lo mau ntar di akhir tingkat 4 makin repot?" "Gue males banget, Yas! Apalagi mukanya datar gitu. Kadang gue heran kok bisa ya dia punya anak?" "Emang kenapa?" "Ya gak kebayang aja gimana dia produksi anak ama bininya, haha, aduh!" Riaz menjitak kepalaku cukup keras. "Ngeres lo!" "Sakit, Nyet! Ini tuh kepala, bukan buah kelapa!" "Cuma bersihin doang, biar suci lagi." "Halah, muna lo! Mending gue terang-terangan setannya! Lha lo malah ngumpetin majalah dewasa dalam baju lo, haha! Emang enak ketahuan!" "Eh, siapa aja yang nilai Psikologi Pendidikan-nya jelek? Barengan yuk nemuin Pak Michael!" Tetiba ada suara sesumbar dari belakang. Yeah, ini ternyata. Si Centil Aufa! Dia bilang nilai gue yang ancur! Lah, kok malah dia sendiri juga jeblok? "Lo bilang nilai gue yang ancur! Tahunya lo juga remuk, haha!" ledekku sambil mencibir. "Nilai gue gak ancur ya, cuma kurang dikit! Ya udah sih, kalau lo gak mau bareng! Mending gue berangkat sama yang otaknya lurus aja!" "Pergi aja sono! Pergi! Gue yakin Pak Michael bakalan ngasih nilai sama gue!" Kesal tentu saja! Kampret banget sih punya mulut! Seenaknya bilang otak gue bengkok! Cuma gesrek dikit doang kok, gak terima gue kalau dibilang bengkok! "Vi, seriusan lo mau sendiri?" Riaz menatapku tak percaya. "Yes, gue yakin gak sulit dapat nilai dari Pak Michael. Lihat aja nanti!" jawabku mantap. "Gue denger-denger sih orangnya kaku, Nov, terus juga susah diajak kompromi. Ah, jangan bilang lo mau minta nilai pakai sogokan gombal?!" Riaz menatapku curiga. Aku menyeringai. "Maybe!" "Gila lo!" Ya, aku memang sedikit gila. *** "Pokoknya Om gak mau tahu! Semester ini kamu harus bisa mendapatkan nilai yang bagus!" hardik Om Wisnu padaku setelah ia melihat transkrip nilai yang kubawa. "Tapi Om, aku udah berjuang mati-matian! Dapat segini juga udah untung!" "Vi, kamu mau mempermalukan mendiang ayahmu?! Dia mempercayakan Om untuk mengurusmu! Tapi apa? Kamu membuat Om kecewa lagi untuk kesekian kalinya!" "Ya, mau bagaimana lagi?" jawabku putus asa. Dengar penjelasan Riaz tentang Pak Michael yang kaku membuatku sedikit malas. Orang kaku begitu dikasih bom molotov juga gak akan mempan. "Kejar Michael! Lakukan apapun! Om tidak mau tahu, kamu harus bisa mendapatkan nilai darinya! Atau kamu berhenti kuliah! Percuma Om mengeluarkan biaya kalau hasilnya seperti ini!" "Eh, jangan dong, Om! Oke, aku akan berusaha!" Ck, begini nih, kalau nasib dibesarkan oleh Om Wisnu. Segalanya harus perhitungan. Bahkan bukan kali ini saja aku diancam akan dikeluarkan dari kampus karena nilaiku yang jeblok. Om Wisnu adalah satu-satunya keluargaku yang tersisa. Kedua orang tuaku sudah meninggal. Miris memang nasibku ini. *** Rumah ini sepi ya? Jangan-jangan memang tidak berpenghuni. Tapi alamatnya udah bener kok, masa salah sih? Aku berusaha mengintip dari celah pagar yang menjulang. Aku yakin, penghuni rumah ini gak bakalan tahu kalau ada tetangganya yang digigit kucing. Atau ada kebakaran sekali pun. Wong pagarnya setinggi gunung begini kok. Ya, aku sedang berada di depan rumah Pak Michael. Dengan modal berdandan seksi ala-ala tante girang, aku yakin mata pria dingin itu akan terhipnotis dan mau melakukan apapun yang aku perintahkan. Kenapa? Karena aku cantik. Setidaknya itu kata tukang salon Mpok Inem yang siang malam bergincu terang. Aha, satu lagi! Aku menyeringai saat menatap benda hitam yang ada dalam genggamanku. Jimat! Haha, ya, aku mendatangi Mbah Darsono. Meminta agar aku bisa menundukkan Pak Michael. Dan Mbah Darsono memberiku jimat ini. Katanya sih, ampuh! Semoga saja! Ck, kenapa belum ada tanda-tanda orang di dalam sana ya? Aku berusaha mengintip lagi. "Ngapain kamu di sini?!" "KADAL EH KADAL! Eh, Pak? hehe, maaf saya mau menemui Anda," ucapku sambil cengengesan. Kaget, 'njir! "Saya sibuk!" jawabnya ketus. Dih, gitu amat ya? "Saya mahasiswi Anda, lho, Pak!" Aku membuntutinya masuk ke dalam gerbang. Pak Michael membalikkan badannya. Menatapku dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Nah, nah, mulai terpesona kah? Apa mantra jimat itu mulai bekerja? "Saya tidak pernah lihat kamu! Pergilah!" Lah, gimana sih? Bukannya aku sudah dandan pakai lipstik tebal plus dibekali mantra jimat? Kenapa belum juga bekerja? Punggung Pak Michael makin menjauh meninggalkanku. Ah, masa aku pulang dengan tangan hampa sih? Ini tidak bisa dibiarkan! Rugi dong, aku bayar Mpok Inem dengan pulsa kuota lima puluh ribu dan Mbah Darsono juga? Masa gak ada hasilnya sih? Segera kuambil ponsel dan menghubungi kedua narasumber perbekalanku hari ini. "Ya, hallo?" terdengar suara cempreng khas milik Mpok Inem di seberang sana. "Mpok gimana sih? Katanya dandanan ini akan memikat dosen saya! Nyatanya kok gak ngaruh sama sekali ya?" "Wah, masa sih?" "Iya, pokoknya saya gak mau tahu! Balikin kuota dari saya!" "Ya gak bisa, sudah saya pakai buat nonton drakor terbaru!" "Kampret! Terus gimana ini?!" "Kamu pakai usaha dong! Laki mana mau sama yang datar kek jalan tol. Pake kedip manja gitu, atau pake goyangan dikit kan bisa?" "Ah, ntar saya malah kelihatan begonya!" "Tidak kok, emang itu caranya biar selaras dengan mantra yang saya tiupkan ke bedak yang kamu pakai." "Beneran ya?" "Iya, coba gih cepat! Saya lagi nonton adegan kiss nya ini! ganggu aja!" Klik. Yah, diputusin! Oke, aku gak boleh putus asa! Kedip manja sama goyangan dikit? Lah, ntar aku dikira lagi dangdutan gimana? Ah, tapi coba dulu aja kali ya? Aku masuk, orang kaya yang sangat aneh! Pintu aja dibiarin terbuka begini. Ada maling baru tahu rasa! Whoah, rumahnya gede banget! Gila! Di dalam rumah ada kolam renangnya juga ternyata! Eits, itu siapa lagi? Bentar, itu kan Pak Michael?! Dia bertelanjang dada sambil berjemur di pinggir kolam. Alamak! Body-nya itu lho! Bikin otakku makin tersesat! Raja setan mesum dalam otak bangun semua saat ini. Buyarkan! Buyarkan! "Ekhm, Pak," sapaku. Dia masih duduk rebahan nyaman di atas kursi tanpa menggubris kehadiranku. Kaca mata hitam di hidung bangirnya membuatku tak bisa memastikan apa dia melihatku atau tidak. "Saya cuma mau minta nilai kok," ucapku lagi. Kalau begini caranya, mana mungkin aku bisa melancarkan aksiku? Kedip manja? Halah, gak bisa! Orang dia pakai kaca mata hitam kok. Goyangan? Gak bisa juga kayaknya. Pak Michael berdiri lalu menggeliat pelan. Whauww! Mataku dimanjakan oleh tubuhnya yang hanya berbalut celana pendek! Ia membuka kaca matanya. "Mau apalagi kamu? Tidak sopan!" ujarnya lalu nyebur ke kolam begitu saja. "Pak! Saya rela melakukan apapun asal dapat nilai!" teriakku sedikit frustasi. Persetan dengan kedip manja sialan itu! Aku gak bisa melakukan semua itu saat hati sedang rusuh! Pak Michael berenang lagi ke arahku. Ia membuka kacamata renangnya dan naik ke bibir kolam. "Yakin?" "Ya, tentu saja!" jawabku antusias. Ah, aku jadi ingat sama anak bayi yang sering ia bawa kemana-mana. "Nyebokin anak Bapak juga gak masalah, Pak!" jawabku lagi. "Kalau begitu. Jadi istri simpanan saya, mau?" "Apa?!" Dasar gila! Awas ya, akan kulakukan hal yang membuat ia bertekut lutut padaku! Pak Michael turun lagi ke kolam, sebelum ia mulai berenang, aku menahan lengan kekarnya itu. Lalu aku ikut nyebur ke kolam dan melakukan hal gila sepanjang hidupku. Yes, aku mencium Pak Michael sambil berpegangan pada kedua bahunya. Ciuman yang panas tapi kulakukan dengan khidmat. Aku melihat wajahnya di sela ciuman kami. Sepertinya dia menikmati apa yang kulakukan! Semoga saja setelah ini dia luluh dan memberikan nilai padaku. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya lalu mendorongku. "Bagaimana? Cukup? Saya bisa dapat nilai saya kan?" Pak Michael tertawa mengejekku. "Kamu bodoh! Saya akan menjadikanmu istri simpanan bukan karena tertarik padamu." "Lalu?" "Anak saya! Kamu bilang siap nyebokin anak saya kan?" Anjir! Nyebokin dia bilang? Sia-sia dong yang tadi kulakukan! Ah, kampret! Oke, demi nilai aku rela berjuang! Aku tidak tahu bagaimana nasibku ke depan, apakah dunia istri simpanan? ataukah dunia babby sister? Entahlah!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Soulmate Sweet Duda (18+)

read
1.0M
bc

My Husband My Step Brother

read
54.8K
bc

I Love You Dad

read
282.7K
bc

Yes Daddy?

read
797.8K
bc

Living with sexy CEO

read
277.6K
bc

Hubungan Terlarang

read
500.8K
bc

OLIVIA

read
29.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook