bc

Give Me Love

book_age16+
640
FOLLOW
3.6K
READ
dark
drama
tragedy
comedy
twisted
sweet
humorous
kicking
mystery
scary
like
intro-logo
Blurb

Riva tidak percaya akan cinta. Baginya cinta hanya sepenggal kata yang tiada berarti.

Hidup Riva terlalu kelam sehingga kata romantis itu tak berharga baginya.

Baginya, semua hanya tipuan belaka. Tak ada yang berkesesungguhan. Yang ada hanyalah tipu daya dan saling menjatuhkan.

Riva menyukai permainan yang menyenangkan, tentu saja dia sebagai pemenangnya.

Riva mengatur sebuah permaiann yang tidak biasa. Menghancurkan sebuah keluarga bahagia yang dilihatnya hanyalah sebuah drama.

Riva mengaturnya. Riva merencanakannya sebaik mungkin. Riva memasuki keluarga itu. Riva mendekatkan diri pada mereka.

Tujuannua hanya satu. Memenangkan permainan dan menghancurkan mereka.

Namun semua berubah. Tahun berganti tahun, Riva sama sekali tidak bisa menggoyahkan mereka. Riva tidak bisa meraihnya. Riva tidak bisa menjamahnya.

Riva terjebak dalam kubangan permainannya. Riva tak bisa menyentuh hati gadis incarannya.

Gadis itu keras kepala dan semaunya. Riva tidak sanggup menakhlukkannya.

Riva menunjukkan dirinya yang sesungguhnya. Namun gadis itu semakin mencemoohnya.

Riva tercekat.

Riva terdiam.

Riva tenggelam.

Riva terlarut.

Riva tak kuasa.

***

chap-preview
Free preview
BAB 1 - GIVE ME LOVE
Suara kilatan bliz kamera terdengar dibalik sebuah terumbu karang di sudut pantai. Juru photograph tampak beberapa kali mengganti posisi kamera dan menekuk sedikit badannya untuk mendapatkan hasil yang bagus. Setelah membidik beberapa gambar, dia memeriksa hasilnya dan tersenyum menandakan hasilnya memuaskan. Kembali juru photograph tersebut memberikan aba-aba untuk melanjutkan sesi pemotretan setelah selesai memeriksanya. Sang model wanita mengembangkan senyumnya seraya membuat pose sesuai tema yang sedang mereka kerjakan. Senyum lepas alami yang teramat indah memandang hamparan laut. Tidak terlihat jika dirinya sedang melakukan pemotretan. “Okay, untuk hari ini cukup sampai di sini. Besok kita lanjutkan lagi.” Lelaki si juru photograph menyudahi sesi pemotretan dan membawa kameranya di tangan kanan, seolah-olah benda tersebut begitu berharga dan tidak ternilai harganya. Yah, sebuah karya. Dia sangat menjunjung tinggi apapun yang dikerjakannya. Termasuk hasil bidikannya. Sang model menghela nafas panjang dan mengipasi lehernya. Keringat bercucuran deras di pelipis dan lehernya. Dia sedang menunggu seseorang membantunya turun dari terumbu karang. Gaun panjang yang dikenakannya menyulitkan dirinya berjalan, ditambah lagi dengan heels di kaki jenjangnya. “Hati-hati, mbak.” Model tersebut berdecak dan sengaja menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh lelaki yang membantunya turun. Lelaki itu sangat tidak sopan sekali padanya, dia berbicara tanpa menatap lawan bicaranya. “M-mbak ...,” Dengan sigap lelaki tersebut menahan tubuh sang model agar tidak jatuh dan lecet. “Lamban!” Gadis itu melotot dengan wajah juteknya. Sangat berbeda jauh dengan wajah yang ditunjukkan di depan kamera beberapa saat yang lalu. Dirinya yang asli akan muncul jika sudah bersama lelaki tersebut. Seenaknya saja melontarkan kalimat tanpa memikirkannya terlebih dahulu. “Maaf, mbak.” Riva, si asisten menunduk sopan. Sedang Adel, majikannya berjalan ke tempat ruang ganti yang disediakan oleh para kru photograph. Meskipun sedikit terseok-seok di atas pasir putih, Adel berusaha mempercepat langkahnya. Dia begitu kelelahan dengan aktivitas seharian ini. Ingin melemparkan tubuhnya di atas tempat tidur dan terlelap ke alam mimpi. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Adel mengganti pakaiannya, dia pun keluar dan disambut oleh Riva di depan pintu dengan seotol air mineral. Adel menerimanya dan meneguk cepat, setelah itu memberikan kembali pada Riva. Lelaki itu menutup botol lalu memasukkan ke dalam tas. Lelaki itu mempercepat langkahnya menuju mobil dan membukan pintu penumpang. Mempersilahkan gadis angkuh itu masuk dan segera menutupnya sebelum Adel mengamuk. Karena, sedikit saja kesalahan yang dilakukan oleh Riva, Adel akan mengamuk dan melapor pada papanya. Memang terdengar kekanak-kanakan, tetapi Riva sudah terbiasa menghadapinya. Bukan karena pekerjaannya yang tidak beres atau kurang memperhatikan majikannya. Adel memang tidak menyukainya sehingga selalu saja mencari celah kesalahan Riva untuk jembatan agar lelaki tersebut di singkirkan dari sekitarnya. Dua tahun telah berlalu, namun hingga saat ini Adel belum berhasil menyingkirkan Riva dari sekitarnya. Ribuan kali pun dia memecatnya, tetap saja lelaki itu bekerja dengannya. Adel bahkan capek sendiri mengucapkan kata tersebut, Riva tidak pernah mendengarkannya. Adel mengakui sendiri hasil kerja asistennya memang luar biasa. Yah, terlalu luar biasa sehingga dirinya muak setiap kali melihatnya. Lelaki itu benar-benar menggeluti pekerjaannya sehingga tidak pernah memiliki kesalahan sedikit, meski Adel berusaha mengacaukannya. Adel tidak menyukainya karena Riva selalu berada di dekatnya. Adel merasa terkekang dan tidak memiliki waktu sendiri. Dia gadis beranjak dewasa, bukan, dia gadis dewasa menurutnya yang menginginkan kebebasan seperti teman-temannya. Riva selalu mendampinginya kemana pun dia pergi dan beberapa saat kemudian mendapat telpon dari baginda raja. Menyuruh anak gadisnya pulang dan mengakhiri perkelanaan seharian meskipun itu baru jam sepuluh malam. “Jangan ganggu gue sampe jam lima sore. Saat gue bangun nanti makanan gue harus udah siap di meja!” Riva mengangguk sopan dan keluar dari mobil. Dia mengitari mobil dan membuka pintu untuk majikannya, mempersilahkannya dengan sopan seperti biasa.  Riva mengikuti Adel dari belakang sambil menenteng tas dan beberapa barang-barang gadis tersebut. Adel meliriknya setibanya mereka di depan lift, Riva langsung berinisiatif menekan tombolnya. Sepertinya banyak yang menggunakan lift, mereka pun menunggu beberapa saat. Adel memutar-mutar kepalanya dan melirik tasnya. Ah, dia baru ingat sesuatu. Dia pun membuka resletingnya dari tangan Riva dan mengeluarkan permen karet. Setelah membuka kemasannya, Adel memasukkan setengah potong ke mulutnya. “Lo mau?” Tawarnya. Riva menolak dan menggelengkan kepala. “Kalau lo minta juga gue nggak ngasih sih sebenarnya.” Ucapnya sembari melangkah tepat ketika lift terbuka di depan mereka. Riva tersenyum tipis dan menundukkan kepala. Adel menatapnya tajam. Hanya mereka berdua saja di dalam lift tersebut. Adel membuat gelembung-gelembung dari balonnya, tetapi tidak pernah berhasil. Gelembung itu selalu pecah sehingga dia berdecak kesal. Adel melangkah cepat dan membiarkan Riva menekan pintu password apartemennya. Meskipun lelaki itu terlihat kesusahan dengan beberapa barang di tangannya, tetap saja Adel tidak memiliki inisiatif membantu.  “Sini barang-barang gue,” Riva menyerahkannya saat pintu sudah terbuka. “Ini buat lo.” Riva membuka tangannya dan menemukan kemasan permen karet membungkus bekas permen yang dimakannya tadi. Riva mengangkat kepala tepat saat Adel menutup pintu, sehingga hampir saja hidungnya terkena benturan. “Ja ...” sudah terlambat. Adel tidak mendengarnya lagi. Sehingga Riva melanjutkan dengan gumanan, “Jangan lupa mencuci kaki sebelum tidur.” Kebiasaan yang selalu di ucapkan Riva pada Adel ketika gadis itu hendak tidur. Meskipun dua tahu jika Adel selalu mengabaikannya, namun dia tidak pernah absen mengatakannya. *** “Rivaaaaaaaa....” Adel berteriak histeris dari kamarnya. Mengucek-ucek mata sembari menguap. Rambut panjang dan hitam alami di biarkan berantakan, khas baru bangun tidur. Selimut tebal berwarna abu-abu menutupi bagian pinggang hingga ujung kaki. “Iya, mbak?” Riva menyembulkan tubuhnya dari balik pintu. Mendekat pada majikannya yang telah menunjukkan wajah menyeramkan. “Air minum gue habis? Kenapa nggak di isi lagi, hah?” Teriak Adel melotot. Riva menoleh pada nakas, gelas panjang di atasnya kosong tanpa sisa. Lelaki itu menunduk, siap menerima hukuman dari majikan galak dan menyebalkan. “Maaf, mbak. Saya akan segera mengisinya.” Riva mengambil gelas lalu bergegas dari kamar. Sementara Adel bersungut-sungut kesal. Dia memang selalu minum ketika baru bangun. Riva selalu menyiapkan teko kaca dan gelas di sana. Namun kali ini Riva tidak mengisinya karena tadi malam lelaki itu telah mengisi penuh. Majikannya saja yang seperti onta. Minum banyak sekali. Sampai-sampai Riva selalu kerepotan di buatnya. Harus menyediakan air minum dimana pun mereka berada. Tidak peduli cuaca panas atau dingin, tetap saja porsi minum Adel banyak. “Ini, mbak.” Adel menerima gelas yang disodorkan oleh Riva. Memperhatikan leher Adel yang sedang meneguk. Adel memberikan gelas, meminta tambah. Riva kembali menuang penuh dan secepat mungkin dihabiskan oleh gadis tersebut. Memberikan kembali gelas pada Riva, Adel kembali berbaring. Menutup tubuhnya dengan selimut. Riva pergi setelah meletakkan gelas dan teko kaca di atas nakas. Menutup pintu kamar sepelan mungkin agar majikannya tidak terganggu dan melanjutkan pekerjaan. Membenahi apartemen gadis tersebut dari kekacauan yang diciptakan. Bayangkan saja. Adel melempar asal sepatu dan pakaian yang dikenakannya begitu saja di lantai, lalu dengan patuh Riva membereskannya. Satu jam berlalu, Riva menghela nafas lega. Pekerjaannya telah usai. Namun suara nyaring dari kamar kembali mengalihkan perhatiannya. Riva bergegas ke kamar. Membuka pintu dan menemukan Adel melotot padanya sembari bercak pinggang. “Kenapa lo nggak bangunin gue, hah?” Teriaknya. “Maaf, mbak. Mbak nggak punya jadwal pagi ini.” Jawab Riva sopan. “Gue udah nyuruh lo ngingetin gue pagi ini. Gue ada janji sama temen gue, kampret!” Barulah Riva mengingat janji temu antara Adel dan temannya. Apalagi jika bukan bershopping ria di salah satu mall. Meminta maaf, namun Adel sama sekali tidak memgubris. Kembali menyalahkan Riva karena dirinya sudah terlambat. Menghela nafas panjang, Riva merapikan tempat tidur. Gadis itu telah memasuki kamar mandi. Lalu setelah itu, dia keluar untuk membereskan keperluan Adel sebelum kembali mengamuk. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Adel untuk menyelesaikan mandinya. Dia keluar dengan lilitan handuk di tubuh. Rambutnya yang basah meneteskan air sehingga tetesannya membasahi handuk. Terlebih dahulu mengecek handponennya sebelum mengenakan pakaian yang sudah disediakan oleh Riva di atas ranjang. AdeliaBangcat : Lo dimana? AdeliaBangcat : Ping!!! AdeliaBangcat : Ping!!! Adel menunggu sembari meratakan bedak di wajahnya. Pesannya belum di baca, dia pun berdecak kesal. Paling tidak suka jika orang tidak membalasnya secepat mungkin. Sama seperti kejadian dua tahun yang lalu saat Riva baru bekerja padanya. Adel menelpon tetapi Riva tidak mendengar sampai deringan ke sepuluh. Adel mengamuk. Membuat tali pada ponsel Riva lalu mengalungkan di leher lelaki tersebut. Selama satu harian gadis itu menyuruhnya seperti itu. Riva benar-benar kapok. Menjadi ejekan teman-teman dan semua kru, dan para model lainnya. Hanya kali itu saja, Riva langsung berubah. Menerima deringan ponsel dari Adel secepat mungkin. LynKutil : baru bangun :v Lo berisik, bangsat!  AdeliaBangcat : Janji temu, kampret. Shopping... shopping mania LynKutil : Haha... Gue lupa. Untung lo ingetin. Otewe kamar mandi dulu yuhu… Adel berdecak, lalu menghela nafas. Menepuk perut langsingnya dan merasakan lapar. Dia keluar kamar menuju dapur. Di sana Riva telah menyediakan sarapan untuknya. Tanpa bicara, mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Adel memulai sarapan dan Riva pergi ke kamar Adel untuk membereskan handuk yang diyakini tergeletak mengenaskan di lantai dan alat-alat kecantikan tidak tersusun rapi. Selalu seperti itu. Riva tahu jika Adel sengaja melakukannya hanya untuk menyingkirkan dirinya. Menjauhkan Riva dari sekitar keluarganya. Karena kedua orang tua gadis itu sangat mempercayainya. Selesai makan, Adel duduk di sofa single sembari menyalakan televisi. Kedua kakinya di gantung di sisi kiri sofa sembari digoyang-goyangkan. Sedangkan kepala menengadah ke atas dengan ponsel di tangannya. Baru saja Lyn kembali mengabarinya. Rumah Lyn lebih jauh ke mall. Dia akan mengabari Adel jika sudah dekat. “Riva... Gue nggak suka pake hells ini. Gue mau yang merah.” Ucapnya sembari melirik meja. Hells setinggi sepuluh centimeter berwarna hitam permintaan Adel beberapa saat yang lalu. Tapi sekarang gadis itu tidak menginginkannya lagi. Riva menghampiri Adel dengan permintaannya. Meletakkan di meja lalu membawa kembali hells yang hitam. Ponsel Adel kembali berdering. Dia pun mengenakan hells lalu beranjak dari sofa. Riva mengikuti dari belakang. Membuka pintu lalu kembali menutup. Berjalan menuju lift. Secepat mungkin menekan tombol yang ternyata dihuni tiga orang. “Nggak mau!” Adel menyedekapkan tangan di dada. Tidak mau bergabung dengan mereka. “Masuk aja, mbak. Masih muat kok. Saya turun di lantai tujuh.” Kata salah seorang wanita dari mereka. Adel dan Riva tinggal di lantai sepuluh. Tiga lantai mereka akan bersempit-sempitan. Bagi Adel meskipun dua orang saja yang menggunakan lift. Itu sudah penuh. Yang lain ikut menimpali sehingga Adel cemberut. Ditambah lagi dengan Riva yang ikut-ikutan mengajak masuk. Sehingga Adel ikut bersempit-sempitan dengan mereka. Riva membuang pandangan. Mengalihkan pandangan dari Adel yang tengah murka. Siap-siap saja nanti, Adel akan memberikan perhitungan dengannya. Benar saja, di lantai tujuh. Ketiga wanita itu turun sehingga hanya menyisakan Riva dan Adel di dalamnya. Ketika pintu tertutup, Adel menarik nafas. Riva bersiap menerima hukuman dari majikannya. Namun sepertinya Adel membiarkannya begitu saja. Tidak. Tepat lift berdenting. Adel bersiap-siap melangkah. Terlebih dahulu Menendang tulang kering lelaki tersebut. Lalu keluar dari sana. Riva mengaduh. Menahan nyeri di tulang keringnya. Adel menendang dengan sekuat tenaga. Sedangkan gadis itu melenggang angkuh. Masuk ke dalam mobil dan membiarkan Riva berseok-seok. “Lo tau kan itu belum seberapa?” Adel mendesis meremehkan. Riva mengangguk paham. “Bagus. Ayo jalan!” Suruhnya. Riva melajukan mobil, tanpa seucap kata hingga tiba di mall. Riva membuka pintu dan mempersilahkan Adel keluar. *** Jakarta, 11 Juni 2020

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

HYPER!

read
556.9K
bc

I Love You Dad

read
282.8K
bc

Marriage Agreement

read
590.6K
bc

A Boss DESIRE (Ganda - Gadis)

read
983.8K
bc

DESTINY [ INDONESIA ]

read
1.3M
bc

YUNA

read
3.0M
bc

The Unwanted Bride

read
111.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook