bc

Cinde & Dilip

book_age18+
819
FOLLOW
3.8K
READ
billionaire
possessive
family
arrogant
drama
sweet
mystery
brilliant
genius
friendship
like
intro-logo
Blurb

Ini bukan kisah seorang Cinderella yang mendapatkan sosok pangeran dalam satu malam. Ini bukan kisah seorang Beauty and the beast dimana sosok Bella mendapatkan pangeran buruk rupa. Ini bukan kisah Snow white dimana dia di benci oleh ibu tirinya. Ini bukan kisah seorang Ariel si putri duyung yang menunggu cinta sejatinya. Ini hanya sebuah kisah tentang seorang Cinde, sosok gadis kumal yang begitu di benci oleh banyak orang. Sosok gadis yatim piatu yang hidupnya hanya berporos pada apa yang dia miliki. Sosok gadis miskin yang tidak memiliki apa-apa namun dia memiliki kebahagiaan yang tidak akan pernah bisa di beli dengan uang.

Namun entah dosa apa yang selama dia hidup di lakukannya. Cinde tak pernah membuat orang sakit hati. Cinde tak pernah berkata sombong pada orang lain. Cinde bahkan tak pernah membahas orang-orang yang membenci dirinya. Hingga akhirnya kehidupannya yang tenang di terjang sebuah angin badai, yang membuatnya tak mampu melakukan apapun. Cinde hanya gadis patuh dan dia tidak tahu apa yang terjadi, hingga kata-kata menusuk itu membuat tubuhnya bergetar ketakutan

chap-preview
Free preview
Cinde & Dilip 1
Cinde bersenandung pelan dengan tangan yang bergerak lincah membersihkan meja di depannya. Sebuah senyuman kecil terukur di bibirnya yang pucat. Pipinya yang berisi tak menampakan rona merah sama sekali. Rambutnya yang panjang di ikat tinggi-tinggi, membuatnya terlihat begitu kumal. Belum lagi dengan tampilan yang menurutnya sederhana, terkadang membuat orang-orang yang ada di sekitar menatap dengan jijik. Jika orang-orang sudah menatap seperti itu dia hanya bisa bergumam di dalam hati, mengatakan tidak apa-apa, itulah matra yang slalu di lafal kan nya. "Cin tolong yah kau antar kan makanan ini pada pelanggan di meja nomor 6," Dita menyodorkan nampan yang penuh makanan itu pada Cinde. "Kau menyuruhku?" "Yah iya memangnya orang yang aku ajak bicara itu siapa?" Ujar Dita kesal. "Aku menolak! Lebih baik kau saja antar kan makan itu seorang, aku tidak mau nanti pelanggan malah melemparkan makanan itu ke wajah ku karena merasa jijik." Dita memutar bola mata. Cinde masih mengingat satu Minggu yang lalu dimana seorang wanita melemparkan bahkan menguyur tubuhnya dengan pesanan miliknya. Cinde sama sekali tidak tahu apa salahnya tapi melihat wajah jijik itu membuat dia paham. Bukan si wanita yang meminta maaf tapi malah dia yang membungkuk meminta maaf atas kelancarannya mengantar makanan milik pelanggan itu. Banyak pengunjung yang langsung heboh bahkan besoknya dia masuk Viral gara-gara masalah ini. Cinde sama sekali tak merasa sakit hati, dia sudah sering di perlakukan seperti itu oleh banyak orang. Cinde seperti gadis kotor yang tak di inginkan, maka dari itu dia berusaha menjadi manusia berguna walaupun kegunaan nya slalu di manfaatkan oleh orang lain. Cinde dulu pernah di jebak oleh teman-temannya dimana dia di tangkap polisi karena mengantongi sebuah Narkoba. Cinde hanya bisa diam tak melakukan perlawanan apapun, dia hanya berdoa, berdoa, berdoa dan berdoa setiap harinya. Akhirnya Tuhan memberikan petunjuk jika dia tidak bersalah. Cinde merasa lebih baik dia di penjara saja, orang-orang di sana bahkan lebih baik padanya. Mereka begitu menghargai Cinde, menyemangatinya untuk slalu berusaha semampu yang dia bisa. Bagaimana bisa mereka lebih menghargainya di banding orang-orang di luaran sana? Di usianya yang ke 20 tahun Cinde sudah banyak mengalami kesusahan namun dia menerimanya dengan lapang dada tanpa harus melakukan perlawanan. Cukup hatinya saja yang terus mengucap kuat atas apa yang sudah terjadi. Cinde tak memiliki siapapun untuk menjadi pegangan, memiliki sahabat ternyata malah mendorongnya ke dalam sebuah keterpurukan. Cinde tak akan paham dengan semuanya karena dia pun tak ingin memahaminya. Terlalu menyakitkan dan terlalu terpuruk jika mengingat masa lalu. "Sudahlah, kau antar kan saja. Aku ingin istirahat." "Bagaimana jika Tuan Tio marah melihat aku yang mengantarkan pesanan ini?" "Bukan urusanku." Dita menyerahkan nampan dengan kasar pada tangan Cinde tak peduli jika hampir saja nampan itu terjatuh. Cinde menerima dengan hembusan nafas sabar. Biarkan saja, Dita memang sudah biasa bersikap kasar padanya. Dita langsung berlalu tanpa mengucapkan apapun dan Cinde menatap meja nomor 6 dengan pandangan sayu. Di sana ada beberapa pria berjas yang sepertinya berpengaruh di kota ini. Memang di kota yang di tinggalin nya ini tidak sembarangan pria memakai sebuah jas. Cinde menarik nafas dengan dalam. Dia tidak mungkin membalikan badan dan pergi. Bisa saja Bos pemilik tempat ini akan mengamuk padanya. Bahkan saat itu Cinde di siksa habis-habisan karena tak sengaja menumpahkan sebuah jus pada pria berjas. Rasa gugup membuat tubuhnya gemetar, dia termasuk gadis yang tidak bisa berada di dalam keramaian. Namun karena dia membutuhkan makan, dengan sekuat tenaga menekan rasa takut itu. Cinde memang tidak hanya bekerja di kafe ini. Dia akan masuk pagi dari jam 07.00 sampai 14.30 setelah itu dia akan pergi ke tempat kerja selanjutnya, dimana dia menjadi cleaning servis di sebuah hotel berbintang. Baginya bekerja dengan dua tempat membuat dia lupa akan kehidupannya. Bahagia dalam artiannya itu dimana dia bisa melihat orang-orang tertawa bahagia bersama orang terkasih mereka. Cinde bergerak perlahan. Kakinya melangkah takut-takut namun dengan sekuat tenaga dia menahan. Wajahnya yang tidak pernah di make over oleh apapun bersih tak ada noda bahkan komedo sekali pun. Wajahnya bersih tanpa harus banyak memakai perawatan ini dan itu. Tubuhnya yang kurus semakin menampilkan rasa jijik orang-orang yang melihatnya. Demi Tuhan! Cinde mandi dua kali sehari. Namun orang-orang masih tetap dengan tatapannya. Memangnya ada masalah apa dengan wanita bertubuh kurus? Apa ada masalah? Bahkan ada banyak di luaran sana wanita yang memiliki tubuh kurus namun tidak pernah Cinde mendengar mereka mencemoohnya. Artis ternama Chloe White pun memiliki tubuh kurus sepertinya tapi mereka memujinya. Sudahlah, mungkin beginilah nasib si kurus yang miskin. Semakin dekat semakin jantungnya berdebar dengan kencang. Dia menahan nafas dengan susah payah. Namun dengan itu dia pun berusaha untuk tidak terlihat gugup saat hanya satu langkah lagi dia sampai. Namun baru saja kakinya akan melangkah sebuah kaki terulur dan saat itu lah nampan yang ada di tangannya terlempar lalu tubuhnya terjatuh. Prank Nampan itu terjatuh. Cinde memejamkan mata saat semua orang yang awalnya ribut seketika hening. Matanya berkaca-kaca siap menumpahkan air mata. Dia menggigit bibir bawah, tubuhnya bergetar, dia tidak tahu apa lagi yang akan di dapatkannya. Kenapa masalah slalu datang setiap saat? Kenapa dia slalu saja mendapat masalah? Cinde menghela nafas, menarik nafas untuk menenangkan perasaanya. Tio selaku pemilik di kafe itu keluar dari ruangannya saat mendengar suara benda jatuh. Matanya membulat melihat siapa yang sudah mengacaukan kafe. Dia mengeram, sudah berapa kali dia katakan gadis itu pembawa sial. Tio melangkah cepat, dia langsung menarik rambut Cinde dengan kasar membuat gadis itu memekik terkejut dan kesakitan. "Aku sudah katakan, kau tidak perlu membawa makanan itu. Apa kau tuli, hah? Di sini ada beberapa waiters yang bisa membawanya. Kau itu hanya seorang cleaning servis di sini. Kenapa kau malah membuat ke kacauan?" "T-tidak... Maksud saya ...." "Diam kau bodoh. Apa kau tak pernah di sekolahkan sampai tidak tahu aturan? Pantas saja kau tidak memiliki kehidupan layak melihat bagaimana kelakuanmu yang seperti ini. Lebih baik kau jual diri saja, itu berguna bagi hidupmu yang pembawa sial." Cengkraman di rambutnya di lepaskan dengan kasar, tubuh Cinde terjatuh dan kepalanya terantuk kursi besi. Cinde menarik nafas, sabar. Darah seger mengalir dari kepalanya, beberapa wanita yang memiliki hati terpekik sedang beberapa wanita lain terkekeh sinis seakan puas melihat itu semua. 1 pria berjas menggelengkan kepala santai, dia tak habis pikir masih ada orang seperti itu, berlaku sesuka hatinya. "Dalam kasus ini anda bisa mendapatkan hukuman yang tidak mudah Tuan Tio. Barusan anda melakukan kekerasan pada seorang karyawati tanpa tahu penyebab dia bisa terjatuh bagaimana. Saya akan dengan senang hati membantu gadis ini untuk menuntut Anda dengan seberat-beratnya karena saya tidak menyukai kekerasaan." Tio langsung menoleh pada sosok itu. "Maaf Tuan Jeff, saya rasa hal ini urusan kami berdua tanpa harus anda ikut campur di dalamnya." "Benarkah? Saya tidak mungkin menutup mata, di sini saya seorang Pengacara, mana mungkin saya melepaskan orang seperti anda yang sudah berlaku kurang ajar. Jika manusia seperti anda tidak saya berikan hukuman, akan semakin banyak manusia bersikap seperti anda." "Saya tahu Tuan Jeff seorang pengacara tapi yang harus Anda tahu gadis itu sudah lama bekerja dengan saya. Gadis ini berhutang budi pada saya dan sebagai orang luar anda tak perlu ikut campur." Brak! Sebuah gebrakan di meja membuat semua orang terlonjak. "Apa anda pikir dengan balas budi bisa bertingkah seperti ini? Jika memang gadis ini harus membalas budi, apakah dia harus di perlakukan seperti itu?" Jeff menoleh ke arah sahabatnya. Sebuah senyuman miring tersungging di bibirnya. Tio tidak menjawab. Dia melihat sosok itu yang memang tak pernah berbicara jika bukan urusan penting lainnya. "Jika memang gadis ini harus membalas budi dengan di perlukan seperti itu. Jadi anda pun bisa balas budi dengan saya atas nyawa anda beberapa tahun lalu?" Perkataan tajam itu semakin membuat Tio bungkam. Tio menoleh ke arah enam orang pria itu yang memiliki karisma, sifat dan sikap yang berbeda-beda. Ke enam pria itu begitu sempurna dengan profesi mereka. Nama mereka sudah menjadi banyak perbincangan orang-orang. Rainer Jeff seorang Pengacara handal yang tak akan bisa mampu menandinginya dengan akal liciknya yang slalu berakhir dengan kemenangan telak. Hanya saja dia membela kebaikan bukan kebohongan dan dia sosok pengacara yang memilih-milih kasusnya. Nicole Richie seorang berandalan yang terkenal dengan penyewaan bodyguard yang paling keren di negaranya. Tubuhnya di ukir dengan tatto membuatnya terlihat begitu mengerikan. Jose Luis seorang pilot pesawat tempur yang di miliki negara ini. Dimana dia menjadi pilot pribadi sahabatnya jika pria itu akan bertolak ke beberapa negara. Tanoe Theodor seorang agen rahasia yang hanya beberapa orang mengetahui dia sebagai sniper andalan bagi para sahabatnya. Mohede Tyson seorang pelukis dan fotografer terkenal. Dimana dia melukis beberapa orang yang menginginkan lukisan dengan sekali melukis bisa membayarnya puluhan juta dolar. Belum lagi ahli dalam fotografernya yang seperti terlihat nyata dalam beberapa dimensi, membuat beberapa perusahaan agensi model ingin bekerja sama dengannya namun tolakan keras slalu dia layangkan tanpa perlu berpikir dua kali. Dan terakhir ada Dilip Madison Vasilios seorang pembisnis terkenal. Sosok misterius yang sampai sekarang tak pernah ada yang bisa menebaknya bagaimana dia hidup. Bukan hanya pembisnis dia anak dari Raja Vikram dan Ratu Malika pemilik negara mereka, dimana sosok Pangeran tak pernah di ekspor oleh keluarga Kerajaan. Dilip lebih banyak bereksplorasi pada masyarakat di banding hanya duduk diam di kerajaan yang membuatnya tidak bebas. Mungkin ke-lima sahabatnya sudah tahu siapa dirinya namun untuk orang lain tak ada yang tahu siapa dia selain sosok lelaki sempurna pemilik perusahaan Raksasa di negerinya. Dilip menoleh ke arah dimana gadis itu yang hanya diam menunduk. Bahunya bergetar, dia mendesis sinis pada sosok itu. Kenapa dia diam saja di perlakukan seperti itu? Kenapa dia tidak memberontak? Dilip menatap gadis itu dengan dalam lalu kembali pada sosok Tio sang manager pemilik kafe tempat mereka beristirahat menghabiskan waktu makan siang. "Kau tak seharusnya berlaku kurang baik pada karyawanmu, Tuan Tio. Tidak sepantasnya manusia di perlakukan hal hina oleh manusia sepertimu. Apakah kau tidak pernah berpikir jika suatu saat kau yang akan ada di posisi dia? Kau terlalu sombong menjadi manusia, hanya karena kau merasa hebat dengan posisimu yang sekarang." Ucapan Jose semakin membuat Tio tidak bisa menangkis kata-kata mereka. Nicole bangkit berdiri. Dia yang paling gampang tersulut emosi namun cekalan di lengannya membuat pria itu kembali duduk di tempatnya. "Lebih baik sekarang kau minta maaf pada gadis itu, Tuan Tio." Tyson paling tidak suka jika ada orang yang memiliki sifat seperti Tio. Jiwa pelukisnya slalu membawa perasaan mendalam hingga rasa kasihan slalu ada di dalam hatinya. Theo mendesis, "Ayo cepat minta maaf padanya jangan hanya diam di sana?!" Perintah Nicole. Cinde terdiam. Sungguh dia tidak apa-apa di perlakukan seperti ini. Sudah biasa, bisik hatinya. Hanya saja ucapan ke-enam pria itu malah makin membuatnya gelisah. Setitik air mata jatuh dari sudut matanya. Dia tidak ingin di beri minta maaf karena hal itu akan membuat Tio semakin membencinya. Tio pria yang memiliki gengsi tinggi, walaupun pria itu salah orang itu yang harus meminta maaf. "Tuan Tio saya minta maaf atas keteledorannya. Anda bisa memotong gaji saya atas ke rugian yang sudah saya lakukan." Cinde berkata dengan pelan. Suasana yang hening membuatnya terdengar begitu ketakutan. Tidak ada pilihan lain, selain dia yang harus meminta maaf. Ke-enam pria itu mengerutkan keningnya tidak suka. Apa maksudnya? Nicole mengebrak meja. Dia sering memakai kekerasan di banding harus memakai akal sehatnya. Nicole bergerak lalu mencengkeram kemeja Tio dengan erat. "Apa kau tak bisa hanya meminta maaf pada gadis itu, hah? Siapa di sini yang salah, kenapa harus dia yang meminta maaf?" Tio mencoba melepaskan cengkraman itu dari lehernya. "Lagi pula gadis itu tidak salah. Yang salah itu perempuan yang ada di belakangmu. Dia menjulurkan kakinya untuk menghalangi langkah gadis ini membawa pesanan itu pada meja kami." Ujar Theo. Semua orang langsung menoleh pada sang tersangka. Wanita itu gugup setengah mati di tatapan oleh banyak orang. Dia berdehem untuk menetralkan rasa gugupnya itu, mengangkat dagunya lalu menatap semua orang dengan matanya yang berwarna biru muda. "Apa? Kenapa kalian menatapku seperti itu? Jangan menyalahkanku! Salahkan saja gadis itu karena tidak berhati-hati melangkah. Sudah tahu kakiku terjulur, kenapa dia tidak melewatinya." Cinde semakin tidak menyukai situasi ini. Dia menarik nafas lalu menghembuskan secara perlahan. Mencoba bangkit walaupun rasa pusing mendera kepalanya. Sepertinya kepalaku perlu di jahit ucap hatinya saat melihat darah yang mengalir dari kepalanya menetes pada lantai. Cinde memegang pinggiran meja, dia berdiri dengan kedua kakinya yang bergetar. Semua orang menatap kasihan melihat Cinde yang begitu berantakan. "Tuan tolong lepaskan, Tuan Tio." Nicole yang mendengar bisikan itu langsung melepaskannya dengan dorongan kuat membuat tubuh Tio terdorong ke arah meja di belakangnya. "Saya minta maaf jika memang itu sudah keterlaluan. Saya benar-benar minta maaf atas keteledoran saya selama bekerja. Untuk ke depannya saya berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi. Sekali lagi saya minta maaf." Cinde membungkukkan kepalanya ke semua orang membuat mereka terkesima. Dilip melihat gadis itu yang malah meminta maaf semakin tak suka. Menurutnya gadis itu terlihat munafik, berlaku seperti itu karena ingin di beri perhatian lebih oleh banyak orang. Dilip paling tidak suka jika ada seorang wanita yang pura-pura lemah untuk menarik perhatiannya. Hal ini sudah biasa terjadi jika dia dan teman-temannya ada di suatu tempat. "Kenapa kau harus meminta maaf, hah? Harusnya dia yang meminta maaf padamu?" Jeff pun ikut bangkit tak suka. Cinde mengusap darah yang menetes dan pipinya. "Tidak apa-apa, Tuan. Terima kasih banyak sebelumnya, kalau begitu saya permisi kebelakang." Cinde berjongkok memunguti semua serpihan kaca itu dengan hati-hati. Setelah semuanya beres dia menganggukkan kepalanya lalu pergi ke belakang dengan kepala yang semakin berdenyut kuat. Mencengkram kuat nampan yang dia pegang dan melangkah meninggalkan kerumunan orang-orang itu. Cinde tidak suka menjadi pusat perhatian karena dia tahu tak akan ada orang yang ingin berteman, bersimpati atau yang lain nya pada sosoknya yang kurus dan miskin. Ingin sekali dia menangis, menumpahkan semua rasa sakit di hatinya. Tapi, pada siapa dia akan mengadu? Orang-orang akan semakin memojokan nya, mengatakan dia mencari simpati orang lain. Jika Cinde di beri kesempatan untuk berbicara, dia akan mengatakan pada semua orang yang selama ini di alami olehnya. Cinde tidak membutuhkan simpati orang, semakin mereka bersimpati semakin mereka akan semena-mena padanya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

Marry Me If You Dare

read
222.7K
bc

Chandani's Last Love

read
1.4M
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.8K
bc

Romantic Ghost

read
162.2K
bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook