bc

Faresta Bayanaka

book_age16+
78
FOLLOW
1K
READ
superhero
serious
genius
male lead
special ability
like
intro-logo
Blurb

Faresta Bayanaka, seorang pria yang memiliki kemampuan untuk melihat masa depan berkat papanya-Fajrin Bayanaka yang menemukan sebuah ramuan dari penelitiannya.

Sepuluh tahun yang lalu, Fajrin Bayanaka menemukan sebuah ramuan untuk bisa mengetahui masa depan dengan penelitian yang telah ia lakukan selama dua puluh tahun. Tanpa ia sadari, hasil penelitian yang ia lakukan justru menghantarkannya menghadap sang pencipta bersama istrinya-Irana Bella Bayanaka karena keserakahan manusia.

Faresta terpaksa harus melarikan diri ke hutan karena desakan kedua orangtuanya dan terdampar di sebuah permukiman warga yang tak ia ketahui hingga ia beranjak dewasa, ia juga tak mengetahui kalau dirinya bisa memiliki kemampuan melebihi papanya hingga ia tumbuh menjadi pria yang dewasa yang tanpa sengaja menyelamatkan ibu sambungnya.

Sesuai dengan janjinya kepada dirinya sendiri, ia akan menyelamatkan banyak orang dan membalaskan dendamnya kepada orang yang telah membunuh kedua orangtuanya.

Akankah kemampuan ini akan berdampak baik kepada Faresta?

Dan mampukan ia menemukan pelaku pembunuhan kedua orangtuanya sepuluh tahu yang lalu?

chap-preview
Free preview
Satu
“Mama minta tolong sama Papa, sebaiknya Papa hentikan apa yang sedang Papa lakukan saat ini. Papa hanya akan membuat Papa lelah dengan tiada hasil, bahkan hal itu juga tidak menguntungkan Papa, bukan?” kata Irana Bella kepada Fajrin Bayanaka-suaminya. “Tidak sayang, papa tidak akan menghentikannya. Papa harus membuktikan kepada semua orang kalau papa akan berhasil, termasuk kepada mama dan juga anak kita Faresta Bayanaka” tolak Fajrin. “Lagipula ini tidak akan merugikan siapapun, papa tetap bekerja dan papa juga masih mampu memberikan kalian kehidupan yang layak. Anggap saja ini hanyalah hobi papa dan papa melakukannya dengan suka-suka, tidak jadi masalah bukan?” lanjut Fajrin. “Terserah papa saja, mama hanya khwatir dengan apa yang akan terjadi di kemudian hari karena penelitian papa yang tidak berhasil atau berhasil itu. Berhasil atau tidak, mama yakin akan ada resiko yang akan papa tanggung atau bahkan kita tanggung, itu sebabnya mama meminta papa berhenti sekarang sebelum terjadi sesuatu”pungkas Irana. “Kamu tenang saja sayang, itu tidak akan pernah terjadi. Sebaiknya mama support papa, dukung papa supaya apa yang papa lakukan berjalan dengan lancar, berhasil dan membuahkan hasil yang baik tanpa efek samping appapun” ucap Fajrin menenangkan istrinya. Sementara Irana hanya bisa mengangguk-angguk pasrah, ia hafal betul bagaimana suaminya itu. Apapun yang ia katakan selalu saja di turuti oleh Fajrin, namun tidak untuk yang satu ini. Bagaimanapun ia meminta Fajrin untuk menghentikannya, Fajrin tetap bersikeras untuk melanjutkan penelitiannya, mau tidak mau ia hanya bisa mengikuti kemauan suaminya yang satu ini. Fajrin berjalan menuju sebuah ruang bawah tanah tepat di bawah kamarnya, ruangan yang sengaja ia desain khusus untuk di jadikan sebagai laboratorium penelitian. Sudah sangat banyak uji coba yang Fajrin lakukan, namun lagi-lagi ia mendapatkan kegagalan. Ada setitik kata menyerah di dalam pikirannya, namun hatinya selalu bersikeras untuk berhasil dalam penelitian itu. Fajrin kembali mengulang uji coba, dari berbagai macam ramuan yang ia campurkan, ia sangat yakin kalau uji coba kali ini akan berhasil. Begitu yakin dengan apa yang akan ia teliti akan membuahkan hasil yang memuaskan, Fajrin mengajak istri bersama anaknya untuk pergi makan malam sambil menunggu waktu untuk menuntaskan penelitian itu. Awalnya Ares menerima untuk pergi bersama kedua orangtuanya, namun tiba-tiba ia menolak untuk pergi dan memilih untuk tinggal di rumah. “Papa, sebaiknya papa dan mama saja yang pergi” kata Ares. “Kenapa? Bukankah kamu begitu senang saat papa bilang akan makan di luar?” tanya Irana. “Bukan begitu ma, aku lupa kalau aku harus mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah). Aku takut guru ku akan menghukumku jika aku tidak mengerjakan tugas ku” kata Ares berbohong. “Anak pintar, itu baru kebanggaan Papa. Kalau begitu nanti kita bawakan untuk kamu ya sayang” kata Fajrin. “Sepertinya anak mu ini sudah dewasa Irana Bella Bayanaka, jadi dia sudah mengerti kalau dia harus memberikan waktu untuk papa dan mamanya berduaan” canda Fajrin. “Tapi haruskah menyebut nama ku selengkap itu?” protes Irana, lalu mereka tertawa bersama. Fajrin melajukan mobilnya menuju sebuah café tempat di mana ia akan makan malam bersama istrinya, ia begitu bahagia karena ini kali pertama ia bisa pergi berdua dengan Irana sejak kelahiran Ares. “Ma, kenapa Papa merasa kalau kita sedang pacaran ya?” canda Fajrin. “Papa bisa aja, kenapa tidak langsung to the point saja kalau Papa ingin seperti dulu?” kata Irana sambil tersenyum. “Kenapa pikiran Papa tiba-tiba traveling gitu ya Ma?” tanya Fajrin memancing. “Traveling bagaimana maksud ayah?” tanya Irana. “Tiba-tiba PApa ingin memberikan adik untuk Ares, hehe” ucap Fajrin sambil tertawa kecil. Irana seketika terdiam, bukannya menjawab, ia justru menatap suaminnya dengan mata berkaca-kaca. “Kenapa papa bicara seperti itu? Ares kan sudah dewasa, mungkin dia akan malu jika memiliki adik lagi” kata Irana menahan tangisnya. “Kenapa harus malu? Justru dia pasti akan senang kalau memiliki adik, dan papa yakin kalau Ares akan menjaga adiknya dengan baik” kata Fajrin, senyum masih tersungging di bibirnya dan sesekali melihat ke arah istrinya yang duduk di sampingnya, namun ia masih tetap fokus menyetir. “Papa, kenapa Papa masih tak mengerti? Apa papa lupa kalau kita tidak bisa memiliki anak lagi? Apa papa lupa kalau rahim mama sudah di angkat?” Irana tak mampu lagi membendung air matanya, dengan sisa kekuatan yang ia miliki, ia berusaha untuk mengusap air matanya. Deg… Senyum yang sebelumnya terukir indah di biibr fajrin seketika menghilang, ia bahkan tak berani untuk melirik ke arah istrinya lagi. ‘Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Bagaimana mungkin aku lupa dengan kejadian itu?’ batin Fajrin. “Tentu papa ingat dong ma, nggak mungkin papa melupakan itu.” Jawab Fajrin berbohong. “Mama tidak perlu menangis, tidak ada yang perlu di tangisi Ma. Maksud papa bukan memberikan Ares adik yang sesungguhnya, papa ingin memberikan adik Ares artinya papa ingin melakukan itu dengan mama. Mama jangan sensitif begitu dong, itu hanya sekedar kode supaya mama mengerti, eh ternyata kodenya salah, salah masuk kamar, hehe” lanjut Fajrin untuk menenangkan istrinya. “Ah papa bisa aja, mama pikir papa lupa” kata Irana tersipu malu. Sudah lama Fajrin dan Irana tidak melakukan hubungan suami istri, bukan karena trauma karena tidak akan bisa memiliki anak lagi, namun karena Fajrin terlalu sibuk dengan apa yang ia teliti saat ini. Setiap kali ia pulang dari kantor, ia selalu menghabiskan waktu di ruang bawah tanah untuk melanjutkan penelitiannya, bahkan terkadang ia lupa untuk makan sampai-sampai Irana marah, namun sudah menjadi kebiasaan bagi Fajrin untuk pergi ke ruang bawah tanah setiap kali ia pulang kerja. “Kenapa mama jadi teringat dengan kejadian itu ya Pa? Saat di mana kita mendapatkan kebahagiaan dengan kehadiran Ares, dan di saat itu pula kita harus menerima kenyataan pahit karena mama tidak bisa melahirkan lagi” ucap Irana mengingat kembali kejadian masa lalu. ===== Fajrin sedang berusaha untuk tetap fokus mengemudi meski pikirannya tetap tertuju kepada Irana yang tengah berusaha menahan sakit dan terus menerus berteriak kesakitan. Untuk kali pertama bagi Fajrin benar-benar mengerti, bagaimana perjuangan seorang ibu demi anaknya dan bagaimana rasa sakit yang di rasakan oleh seorang ibu untuk melahirkan anaknya. “Cepat dong Pa” teriak Irana, sementara Alma Putri Bayanaka, berusaha untuk menenangkan menantunya itu. “Iya Ma, ini sudah cepet, mama tahan ya, sebentar lagi kita sampai ke rumah sakit” ucap Fajrin menenangkan, meski sebenarnya ia sendiri merasa tidak tenang dengan keadaan istrinya saat ini. Tak lama, mereka tiba di rumah sakit. Dengan cepat Irana di bawa ke ruang bersalin oleh dokter dan akan segera menanganinya. Hanya dalam beberapa menit, Dimas Hendrawan-dokter yang menangani Irana keluar dan menghampiri Ama dan juga Fajrin. “Apakah anda suaminya?” tanya Dimas. “Iya Dok, saya suaminya.” Jawab Fajrin. “Ada apa Dok? Apakaha istri saya sudah melahirkan?” tanya Fajrin ada sedikit senyum yang tersungging di bibirnya berharap sang dokter berkata ya, bukan tidak. “Maaf pak, istri bapak tidak bisa melahirkan secara normal karena berat badan bayi yang begitu besar” kata Dimas. “Nggak bisa normal? Bayi besar? Maksud dokter, bayi saya besar? Sebesar apa?” tanya Fajrin tak mengerti. “Begini pak, berat badan bayi bapak sudah melebihi batas berat badan bayi normal, dan kami hanya bisa menyarankan operasi caesar” kata Dimas lagi. “Tidak bisa, menantu saya harus melahirkan dengan normal apapun yang terjadi. Di keluarga kami tidak ada yang melahirkan secara caesar, dan saya tidak ingin menantu saya menjadi orang yang berbeda. Usahakan menantu saya untuk melahirkan secara normal, apapun yang terjadi” tentang Alma. “Tapi bu, ini bisa mengancam nyawa si ibu dan juga si bayi” kata Dimas. Fajrin terlihat menimbang-nimbang, ia benar-benar tidak tau harus memilih yang mana. Ingin rasanya ia menyetujui apa yang Dimas katakan, namun ia tak mampu melawan apa yang mamanya katakan. “Ma, bagiamana ini ma?” tanya Fajrin. “Kamu harus percaya sama mama, semua akan baik-baik saja. Mama nggak mau menantu mama terlihat lemah, mama yakin Irana pasti kuat dan mampu melahirkan dengan normal. Melahirkan bayi pertama mu ini, bayi kedua dan seterusnya. Mama berharap Irana ibsa melahirkan anak yang banyak, tidak seperti mama yang hanya memiliki kamu karena papa mu sudah menghadap sang kuasa. Kamu harus tau, kalau Irana melahirkan secara caesar, maka kalian tidak bisa memiliki anak yang banyak, paling banyak juga hanya tiga” kata Alma. Fajrin kembali menimbang-nimbang, ia benar-benarb berada di pilihan yang sulit. Ia mengerti betapa tidak senangnya jika harus menjadi anak tunggal karena tidak memiliki saudara untuk di ajak bermain saat kecil, dan bertukar pikiran saat dewasa. Ia juga tak ingin membuat mamanya kecewa dan marah padanya, sehingga ia memutuskan untuk mengikuti apa yang mamanya katakan. “Yasudah, seperti yang mama saya katakan, tolong usahakan supaya istri saya bisa melahirkan secara normal dok” ucap Fajrin. “Tapi pak, resikonya sangat besar” kata Dimas sedikit takut, ia tak ingin terjadi apa-apa kepada wanita yang ada di dalam sana. Ia juga tidak habis pikir dengan apa yang di katakan oleh keluarga pasien, yang sama sekali tidak memikirkan nyawa dua orang yang ada di dalam sana. “Bukankah sudah jelas? Dia adalah suaminya, dan semua keputusan ada di tangan dia. Lakukan seperti apa yang anak saya katakan, dan kami tidak akan menuntut apapun kepada kalian jika terjadi apa-apa” kata Alma lantang. Sesuai kesepakatan, Dimas menyetujui apa yang di katakan oleh Alma dan juga Fajrin. Dimas berusaha semampunya untuk menyelamatkan Irana dan juga anaknya, meski sebenarnya ia begitu kasihan kepada Irana karena memiliki suami dan juga ibu mertua yang sangat egois. Dimas berusaha untuk melakukan yang terbaik, berharap Irana bisa melahirkan dengan normal sesuai dengan keinginan suami dan mertua Irana, meski ia sendiri tidak begitu yakin dengan apa yang keluarga pasiennya inginkan. Usaha tetaplah usaha, tidak selamanya usaha berbuah manis, pasti ada kegagalan. Tidak selamanya usaha tidak akan mengkhianati hasil, karena pada pembuktiannya, sekuat apapun Dimas berusah, ia tidak bisa mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan keluarga pasien. Di tengah persalinan yang sedang di perjuangkan oleh Irana dan juga Dimas, namun mereka justru mendapatkan kendala besar karena Irana mengalami rupture uteri, yang membuat Irana mengalami pendarahan. “Dok, pasien mengalami pendarahan” kata salah satu perawat yang mendampingi Dimas. “Segera pindahkan ke ruang operasi” perintah Dimas. Dengan cepat berlari ke luar, dan dengan cepat pula Fajrin dan juga Alma berdiri dan menyambut kedatangan Dimas. “Bagaimana keadaan istri saya dok? Dan bagaimana dengan anak saya?” tanya Fajrin. “Sebelumnya saya minta maaf, saya sudah berusaha semaksimal mungkin…” belum selesai Dimas bicara, Fajrin langsung memotongnya. “Ada apa Dok? Apa yang terjadi dengan istri saya?” tanya Fajrin mulai takut. “Istri bapak mengalami rupture uteri, yang artinya rahim istri anda sobek. Jadi, kita harus segera melakukan tindakan operasi caesar untuk melahirkan anak bapak, dan dengan berat hati saya ucapkan, rahim istri bapak harus segera di angkat.” Jelas Dimas. Gublakk… Seperti sedang di sambar petir di siang bolong, Fajrin terjatuh ke lantai. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kepada istrinya jika ia tahu rahimnya akan di angkat. Seketika Fajrin menyalahkan mamanya karena sudah memintanya untuk menyetujui apa yang Alma katakan, namun ia tersadar kalau apa yang terjadi adalah kesalahan dirinya, karena ia yang tidak mampu memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya dan juga keluarga kecilnya sebagai kepala rumah tangga. “Tidak mungkin, itu artinya Irana hanya akan melahirkan satu anak seperti saya?” tanya Alma entah kepada siapa, karena Dimas hanya memfokuskan dirinya kepada Fajrin sebagai penentu apa yang harus ia lakukan. Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Fajrin bangkit beridir. “lakukan dok, lakukan apapun asalkan istri dan anak saya selamat. Jika ada yang perlu di tanda tangani, berikan kepada saya, saya akan segera menandatanganinya” kata Fajrin, sementara Alma hanya bisa menangis dengan penuh penyesalan. Dengan hati yang tidak tenang, Fajrin dan Alma menunggu dan berharap semoga dokter tak lagi memberikan berita duka. Banyak doa yang Fajrin dan Alma panjatkan, doa semoga Irana dan juga bayinya bisa terselamatkan. Dimas berjalan menghampiri Fajrin dan Juga Alma. “Bagaimana keadaan istri dan anak saya dok?” tanya Fajrin, ada segudang rasa khawatir yang tak bisa ia ungkapkan. “Alhamdulillah, istri bapak baik-baik saja, begitu juga dengan anak bapak. Selamat ya Pak, Buk, anaknya sama seperti papanya, jagoan” kata Dimas sambil tersenyum. “Alhamdulillah ya Allah” ucap Fajrin dan Alma bersamaan. “Kalau begitu saya permisi dulu” kata Dimas lagi, lalu ia pergi meninggalkan Fajrin dan Alma. Fajrin menatap istrinya dengan tatapan tak tega, ia benar-benar tak sanggup untuk mengatakan kenyataan yang sebenarnya. Ia khawatir kalau Irana akan mengalami syok yang justru akan berakibat fatal kepada Irana dan juga bayinya. “Sayang, katakan saja apa yang sebenarnya terjadi. Apapun yang akan kamu katakan, insya Allah aku siap” kata Irana saat melihat ketakutan dari raut wajah suaminya itu.  “Maafkan aku sayang, aku tau aku yang salah, aku bahkan tidak bisa memutuskan yang terbaik hiks… hiks” kata Fajrin, sementara Irana masih saja tetap mendengarkan. “Kita tidak akan bisa punya anak lagi, rahim kamu sudah di angkat karena kami mengalami rupture uteri atau rahim kamu robek, jadi tidak ada pilihan lain selain operasi caesar sekaligus pengangkatan rahim kamu” lanjut Irana. “Mama juga minta maaf Ra, mama yang salah. Seharusnya mama tidak bersikeras meminta Fajrin supa kamu tetap melahirkan secara normal, mama terlalu egois dan berpikir kalau kamu itu kuat, kamu mampu, tapi mama tidak memikirkan kalau semuanya akan seperti ini hiks… hiks” timpal Alma Irana merasa sesak di bagian dadanya saat mendengar hal itu, namun ia mencoba untuk tetap kuat, ia tak ingin orang-orang yang ia sayangi merasa bersalah kepadanya atas apa yang menimpa mereka saat ini. “Sudahlah Pa, Ma, semua sudah terjadi, aku juga mengerti bagaimana sulitnya bagi kalian untuk memutuskan hal itu. Sekarang tidak ada yang perlu di sesali, tidak seharusnya kita menangis seperti ini karena hari ini adalah hari kebahagiaan kita” ucap Irana, lalu Fajrin dan Alma memeluk Irana.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Marriage Aggreement

read
80.8K
bc

Perceraian Membawa Berkah

read
17.3K
bc

KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU

read
60.1K
bc

TETANGGA SOK KAYA

read
51.5K
bc

Anak Rahasia Suamiku

read
3.4K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.0K
bc

Scandal Para Ipar

read
693.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook