bc

Oh, My Fiance!

book_age16+
1.1K
FOLLOW
5.0K
READ
badboy
student
drama
comedy
sweet
bxg
highschool
childhood crush
coming of age
friendship
like
intro-logo
Blurb

Kehidupan Fazlina Nindya yang semula kelabu menjadi berwarna setelah kedatangan seorang pemuda bernama Iqbal Ramadi dalam hidupnya. Ia tidak menyangka jika pemuda itu benar-benar mengusik harinya. Iqbal tampan, pintar, lebih muda darinya, tapi licik. Pemuda itu dengan liciknya menerobos masuk ke dalam rumahnya dan mengambil alih kamar di sebelah kamarnya.

Kenyataan lain yang sungguh mengusiknya adalah bahwa mereka berdua bertunangan.

"Kenapa sih lo betah banget berkeliaran di sekitar gue? Lo harus tau kalo gue nggak suka jadi pusat perhatian, dan dengan lo yang berkeliaran di sekitar gue, banyak orang yang memandang sinis ke arah gue. Mereka pikir gue saingan mereka. Dan gue nggak suka itu!"

"Kenapa sih lo benci banget sama gue? Apa yang harus gue lakuin supaya lo mau berhenti membenci gue?"

chap-preview
Free preview
1- Tunangan?
"I don’t want to admit but I have no choice but to admit. But you’re like a tangled line, you make me dizzy" -- Who Are You (BoA ft. Gaeko)       ~♥~     "Apa?! Tunangan?!"   Aku berteriak pada kedua orang tuaku dan berdecak sebal. Bukannya tidak menghormati mereka berdua atau apa, tapi hari ini begitu banyak kejutan yang harus aku terima dari sepasang suami istri yang telah merawatku selama lebih dari 16 tahun ini.   "Dia gadis baik, sayang. Kamu pasti suka. Bunda yakin."   Sekarang aku dilanda dilema parah. Bunda yang selama ini aku bangga-banggakan ikut mendukung ide Ayah menjodohkanku dengan seorang gadis yang bahkan aku tidak tahu namanya. Tidak adakah hal yang lebih parah lagi dari ini?   "Ayolah Bal, sekali ini aja ya kamu nurut sama Ayah." Ayah menaik-turunkan alisnya sambil menatapku dengan wajah melasnya.   Aku menghela napas. "Dia itu siapa?"   Mereka bersitatap, kemudian tersenyum penuh arti memandangku yang semakin kebingungan dibuatnya.   "Kita enggak bisa ngasih tahu ke kamu, siapa gadis itu," kata Bunda. "Biarlah jadi kejutan di acara tunangan besok", sambungnya.   Hadeuh. Aku yang baru kemarin menginjak kelas X mau ditunangkan? Hahaha. Kedua orang tuaku ini benar-benar lucu, bukan?   "Pokoknya Iqbal nggak mau!" Aku bersikukuh. Memasang tampang sangar andalanku yang biasa kugunakan tatkala meminta sesuatu.   Tapi kurasa percuma. Wajahku ini tidak ada pantas-pantasnya dengan tampang sangar seperti yang kuharapkan. Buktinya, mereka sekarang tengah terkekeh seraya mencolek-colek daguku.   Kata mereka, wajahku ini terlalu cantik untuk jadi selevel dengan tampang sangar preman di tv-tv itu.   Iya. Cantik. Bukannya ganteng, mereka justru lebih senang memujiku cantik.   "Bunda janji, ini permintaan Bunda yang terakhir."   Oh tidak! Kalau sudah begini, aku sama sekali tidak bisa melawan lagi.   "Bunda, jangan ngomong begitu ... Iqbal enggak berharap itu jadi permintaan terakhir Bunda."   Aku menatapnya mengiba. Sedangkan Bunda masih memandangku nanar.   Fyuh ...   Aku menyerah. Tidak ada pilihan lain lagi. Toh ini masih sebatas pertunangan, kan? "Oke deh. Iqbal mau." Seketika wajah mereka dihiasi senyuman. Yap. Aku akan ditunangkan besok dengan seorang gadis yang bahkan tidak aku kenal. Menyedihkan bukan?   ~♥~     KRING!     Aku bersumpah itu adalah salah satu suara paling menyebalkan yang aku dengar setiap paginya. Aku meraba nakas di samping ranjangku dan memukul paksa alarm sialan itu hingga mati.   Sambil menyeringai lebar, aku melanjutkan tidur cantikku kembali.   Hey! Sampai mana mimpiku tadi? Tuh kan, aku jadi lupa sampai bagian mana aku tadi bermimpi.   Ini semua akibat ulah alarm sialan itu!   "KAK, UDAH SIANG! KEBO BANGET, SIH! " Aku mengerang dan mengumpat pada seseorang dibalik pintu kamarku yang kini tengah mengomel sambil mengetuk-ngetuk. Bahkan yang kini kudengar bukan lagi sebuah ketukan, melainkan gedoran. Orang gila yang sedang menggedor pintuku itu kutahu siapa pelakunya. Siapa lagi kalau bukan adikku yang unyunya nggak ketulungan itu. Aku menghela napas. Sambil menyeret bantalku, aku berjalan ke arah pintu.   KRIET   Benar kan, dia dalang dari semua keributan yang mengganggu tidur cantikku barusan. Aku melempar bantalku ke wajahnya yang langsung ditangkisnya. "Iyuh ... Bantal bekas iler juga, dilemparin ke muka gue. Entar kadar kegantengan gue menurun, mau lo punya adek yang nggak laku lagi di pasaran," katanya. Aku menatapnya tajam. "Masih subuh juga! Ngapain lo ganggu tidur cantik gue?! Dan lebih parahnya lagi ya, Danang ... ini tuh hari libur!" "Subuh pala lo, Kak. Liat noh, matahari udah sampe ke peraduan, lo malah asyik molor. Anak perawan apaan coba yang kayak lo?!" ujarnya sarkastik. Adikku yang satu ini benar-benar menyebalkan. Bahkan lebih menyebalkan dari alarm sialan yang hampir kupecahkan tadi. "Udah ah! Sirik aja lo!" Aku melangkah kembali menuju kamar. Tapi belum sukses tanganku memutar knop pintu, sebuah tangan memukul keras punggung tanganku. "Kamu tuh ya, udah dibangunin adek kamu dari satu jam yang lalu belum juga bangun. Sekarang kamu mandi,  Azel! Mama tunggu di ruang makan!" Perkataan Mama membuatku diam. Aku meringis mengusap punggung tanganku sambil melirik Danang yang tengah cekikikan di tempatnya. "Makanya, jadi anak tuh nurut!" ledeknya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya prihatin menatapku. "Cewek kayak gini, siapa juga yang mau naksir." Danang lagi-lagi meledekku. "Pantesan aja ya, lo jomblo terus Kak," tambahnya. Aku yang geram ingin sekali menjambak rambutnya, tapi kuurungkan ketika teriakan Mama kembali bergema.   "NANTI KALAU MAMA KESANA DAN KAMU BELUM MANDI JUGA, UANG JAJAN KAMU MAMA POTONG!"   Sekali lagi Danang tertawa lebar. Tapi kali ini kubiarkan, mungkin nanti aku bisa membalas ulah cowok menyebalkan itu.     ~♥~   "Ih Mama, kok Azel didandanin begini sih?!" Aku memprotes. Mama yang kini berada di sampingku melirikku tajam. Selepas acara sarapan kami tadi pagi, tiba-tiba rumah kami kedatangan tamu. Dua orang aneh. Yang satu kutaksir berusia sekitar 50 tahunan dan satunya seorang cowok yang yeah ... kurasa dia nggak cocok aku sebut cowok. Mengingat bagaimana gemulainya jarinya ketika mengenalkan dirinya pada kami. Mereka berdua masuk ke dalam rumah --setelah diberi ijin Mama tentunya-- dengan membawa sebuah kopor besar. Aku mengernyit dalam-dalam. Sebenarnya ada perlu apa kedua orang itu di rumah kami dengan membawa kopor besar berwarna hitam yang tampak mencurigakan isinya? Lalu dalam sekejap semua rasa penasaranku terbayar ketika cowok gemulai tadi menyeretku paksa ke dalam kamar dan mulai mendandaniku. Aku disuguhi berbagai macam gaun cantik dari dalam kopor besar warna hitam itu. Aku yang nggak tahu apa-apa hanya menurut tatkala cowok itu akhirnya menyuruhku mengenakan gaun pilihannya. Mama memeriksa keadaanku dan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja. Tapi tetap, aku begitu bingung menerima kejutan ini. Pun saat Mama dan Danang menggandengku ke dalam mobil mewah yang entah sejak kapan terparkir di pelataran rumah kami. Mereka berdua duduk mengapitku, seolah - olah nggak ingin aku kabur atau melakukan hal lain yang nggak mereka harapkan. Aku kebingungan. Dan hingga sekarang Mama tak kunjung menghiraukan rasa penasaranku. "Mama mau jual aku ya?" tanyaku akhirnya.   KRIK KRIK   PLETAK   "Kak, makanya lo jangan keseringan nonton drama korea mulu. Pikiran lo udah tercemar sama hal-hal negatif deh kayaknya." Danang yang duduk di sebelah kiriku dengan seenaknya menjitak kepalaku.   "Mana tega kita jual lo ke orang lain," tambahnya.   Aku mengaduh dan balas memukul lengannya yang kini mulai terbentuk. Danang mendelik nggak terima melihat aku memukul lengannya dan ingin memukulku balik, namun niatnya diurungkan ketika Mama memperingatkan.   "Udah jangan berantem! Kamu lagi Danang, nanti dandanan kakak kamu rusak, kasihan calon tunangannya," ujar Mama menengahi.   Aku melongo. "Hah?" Danang menepuk jidatnya dan memberi isyarat di udara pada Mama. Aku menyaksikan kedua orang itu berbisik aneh tanpa suara yang makin menambah kecurigaanku.   Kemudian Mama menepuk lenganku. "Nanti kamu bakal tau kalau udah sampe di sana."   ~♥~   Aku mengikuti langkah kaki Mama di depanku yang entah kenapa sekarang terlihat susah untuk kusejajari.   Mungkin karena gaun yang panjangnya hampir menyentuh tanah ini, belum lagi kalau mengingat seberapa lebarnya gaun berwarna putih gading ini. Jadi pantas, jika sejak tadi aku kesusahan berjalan.   Mama tampak berbicara dengan seorang wanita yang seumuran dengannya dan mulai merangkul lengan wanita itu. Mereka memasuki aula gedung megah yang mungkin sekarang sedang diadakan acara pernikahan.     Tapi kok, kenapa sekarang kesannya kayak gue ya yang mau nikah?   Aku melihat ke sekeliling aula. Dan langsung takjub begitu seorang pemuda yang kutaksir usianya sebaya denganku melangkah ke atas panggung.   Pemuda itu sangat tampan. Aku terkagum-kagum dibuatnya. Tiba-tiba pemuda itu menoleh ke arahku. Tatapan mata kami bertemu, ia memandangku sejenak. Tapi berikutnya ia mengalihkan pandangannya.   Entah tanpa alasan yang jelas, aku kecewa saat pemuda tanpa nama itu mengalihkan pandangannya. Jujur ya, teman-teman sekelasku, ah bahkan seangkatanku nggak ada yang seganteng pemuda tadi.   Aku menghela napas kasar.   Tiba-tiba, secara nggak terduga dan nggak tau datang dari mana, Mama langsung menyeretku ke arah panggung. Aku yang kebingungan akhirnya hanya menurut.   ~♥~   Aku merasakan tubuhku mulai kaku. Suara riuh di ruangan ini justru makin membuatku bertambah gugup. Dan sejak tadi, aku terus mengeluarkan peluh dari dahi.     Kulihat di depanku pemuda yang bertubuh tinggi berdiri tegap dengan santainya. Pemuda itu terus mengeluarkan senyuman santainya kepadaku yang bahkan lebih menyerupai sebuah seringaian.       Oh tidak!! Apa yang barusan kudengar tadi?! Pertunangan?!   Setelah aku diseret dengan cara nggak manusiawi oleh Mama, ia dengan santainya meninggalkanku yang kebingungan di atas panggung sambil menatap nanar pemuda ini. Pemuda yang kubilang ganteng ini ternyata akan ditunangkan denganku.   Haruskah aku menyebutnya sebuah anugerah atau musibah? Ganteng sih...  Hanya saja yang ada di pikiranku sekarang ini mengatakan bahwa ini sebuah musibah.   Kalian pasti bingung kenapa aku berpikiran begitu. Aku juga bingung kenapa aku berpikir seperti itu. Jadi intinya, aku yang hampir berada di usia 17 tahun ini sangat merasa keberatan jika harus ditunangkan dengan pemuda (ganteng) yang satu ini! Garis bawahi itu!   Dan aku rasa pemuda ini juga keberatan dengan adanya pertunangan ini, terbukti dari tatapan tidak nyamannya itu.   Ya, berbanding terbalik dengan seringaian menyebalkannya yang ia tujukan, aku justru melihat raut ketidaksukaannya saat melihatku.   "Selanjutnya acara tukar cincin."   Nampaknya kesadaranku yang sudah terbang-terbang entah kemana dari tadi itu sekarang terkumpul penuh ketika merasakan dinginnya cincin yang melingkar indah di jariku. Aku juga akhirnya sukses menyematkan cincin ke jarinya.   "Sekarang Anda dapat mencium pasangan Anda."   Aku terkesiap saat mendengar suara si Pembawa acara sial itu, dan membuat semua lamunanku kabur. Cium? Yang benar saja?     Yeah, walau pemuda yang berdiri di hadapanku ini sangat ganteng, dan juga kini ia sudah resmi menjadi tunanganku, tapi bukan berarti kami yang bahkan belum saling kenal ini harus berciuman di hadapan semua tamu, kan? Selanjutnya, hal yang nggak aku inginkan dalam hampir 17 tahun ini terjadi. Semuanya kacau. Mataku membelalak kaget.   Oh God! That is my first kiss! Arrgghhhh!     ~♥~  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sepenggal Kisah Gama ( Indonesia )

read
5.0M
bc

Switch Love

read
112.4K
bc

HELP ME - BAHASA INDONESIA (COMPLETE)

read
9.9M
bc

Skylove (Indonesia)

read
108.8K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.6K
bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M
bc

Chain Of The Past ( Indonesia )

read
4.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook